Ada berita bagus untuk dilaporkan: Ide bahwa "Islam militan itu masalah dan Islam moderat adalah solusinya" sudah semakin diterima seiring dengan berjalannya waktu. Tetapi juga ada berita buruknya. Misalnya, semakin membingungkannya persoalan seputar siapa yang benar-benar seorang muslim moderat. Ini berarti bahwa sisi ideologis perang atas terror hanya mengalami sedikit kemajuan yang terbatas.
Khabar baiknya: Kaum muslim anti-Islam radikal menyuarakan suara mereka sejak 11 September (2001, kala gedung pencakar langit Kantor Perdagangan Dunia New York diledakkan). Jumlah mereka termasuk para akademisi terkemuka seperti Azar Nafisi (Johns Hopkins University), Ahmad al-Rahim (sebelumnya dari Harvard University), Kemal Silay (Indiana University), dan Bassam Tibi (Göttingen University). Sementara itu, para tokoh Islam penting seperti Ahmed Subhy Mansour dan Muhammad Hisham Kabbani kini sudah mulai dengan bebas berbicara.
Berbagai organisasi pun bermunculan. The American Islamic Forum for Democracy (Forum Islam Amerika untuk Demokrasi) dipimpin oleh Zuhdi Jasser dan kini aktif melakukan kegiatan di Phoenix, Arizona. The Free Muslim Coalition Against Terrorism (Koalisi Muslim Bebas Melawan Terorisme) tampaknya benar-benar sebuah organisasi anti-Islam radikal, meskipun awalnya saya ragukan pendirinya, Kamal Nawash.
Secara internasional, muncul sebuah petisi penting diposting sebulan lalu oleh sekelompok orang Arab liberal. Petisi itu menyerukan adanya perjanjian yang melarang hasutan agama yang menyebabkan terjadinya aksi kekerasan. Juga secara khusus petisi itu menyebutkan nama-nama "para syekh kematian" (seperti Yusuf Al-Qaradawi dari Televisi Al-Jazeera). Petisi menuntut agar para sheik kematian itu diadili di hadapan pengadilan internasional. Lebih dari 2.500 intelektual Muslim dari 23 negara dengan cepat menandatangani petisi ini.
Seiring berjalannya waktu, kaum Muslim pun bersuara mengecam hubungan kaum Islam radikal (Islamist) dengan terorisme. Yang mungkin paling menonjol adalah sebuah artikel oleh Abdel Rahman al-Rashed, seorang wartawan Arab Saudi di London: "Fakta yang pasti adalah bahwa tidak semua Muslim itu teroris," tulisnya, "tetapi juga sama-sama pasti, dan itu sangat menyakitkan, bahwa hampir semua teroris itu Muslim. ... Kita tidak dapat membersihkan nama kita kecuali kita mengakui fakta yang memalukan bahwa terorisme menjadi perjuangan yang Islami; sebuah monopoli yang nyaris eksklusif, yang dilaksanakan oleh pria dan wanita Muslim."
Analis lain mengikuti contoh al-Rashed. Osama El-Ghazali Harb menulis dari Mesir bahwa "para intelektual muslim dan Arab serta pemimpin opini harus menghadapinya dan menentang setiap upaya untuk memaafkan tindakan barbar dari kelompok-kelompok [teroris] ini dengan alasan penderitaan yang dialami oleh umat Islam." Dari Virginia, Anouar Boukhars berpendapat bahwa "Terorisme adalah masalah Muslim, dan penolakan untuk mengakui hal itu memang mengganggu."
Khabar buruknya: Ada banyak sekali orang moderat palsu memamerkan diri. Dan mereka bisa sulit diidentifikasi. Bahkan oleh orang seperti saya yang mencurahkan banyak perhatian untuk topik ini. Council on American-Islamic Relations (Dewan Hubungan Amerika-Islam---CAIR) masih saja mendapatkan dukungan dari arus utama dan Islamic Society of North America (Masyarakat Islam Amerika Utara) kadangkala masih bisa menipu Pemerintah AS. Uni Progresif Muslim (Progressive Muslim Union) yang baru berdiri mendapatkan ulasan hangat karena sikapnya yang diduga moderat dari para wartawan yang mudah tertipu meski banyak unsur kepemimpinannya (Salam Al-Marayati, Sarah Eltantawi, Hussein Ibish, Ali Abunimah) adalah para ekstremis yang kenamaan.
Untungnya, pihak berwenang tetap mempertahankan Tariq Ramadan dan Yusuf Islam di luar Amerika Serikat. Tetapi Khaled Abou El Fadl berhasil masuk. Dan lebih parahnya lagi, dia diangkat presiden untuk menduduki sebuah jabatan.
Bahkan unjukrasa anti-teroris sekalipun tidak senantiasa seperti yang sebenarnya terlihat. Pada 21 November, beberapa ribu demonstran, beberapa dari mereka Muslim, berpawai dengan spanduk yang menyatakan "Together for Peace and against Terror" (Bersama untuk Perdamaian dan Melawan Teror) di Cologne, Jerman. Para pengunjukrasa berteriak, "Tidak untuk teror." Para politisi pun membuat pernyataan yang membuat orang merasa nyaman. Tetapi demonstrasi Cologne itu terjadi segera setelah pembunuhan Theo van Gogh pada 2 Nopember sehingga ia menjadi semacam operasi pertahanan yang cerdas. Penyelenggara acara adalah Işleri Türk-Islam Birliği dari Diyanet Turki, (sebuah organisasi kaum Islam radikal yang berlindung di bawah Diyanet/Direktorat Urusan Agama Islam Turki). Kelompok itu menggunakannya sebagai tabir asap untuk menangkis tekanan untuk perubahan nyata. Berbagai pidato selama demonstrasi berisi pengakuan "saya tidak bersalah" (no mea culpa). Atau seruan untuk melakukan introspeksi diri, hanya pembelaan diri terhadap aksi jihad berikut doa-doa basi kosong slogan-slogan kosong seperti ""Islam berarti damai."
Rekaman kisah yang rumit membingungkan itu merujuk kepada beberapa kesimpulan:
• Para penganut Islam radikal (Islamists) mencatat mendesaknya upaya untuk menemukan kaum Muslim moderat dan belajar bagaimana berpura-pura moderat. Seiring waktu, penyamaran mereka tidak akan diragukan semakin meningkat.
• Mencari tahu siapa yang menjadi prioritas yang utama. Mungkin jelas bahwa Osama bin Laden itu penganut Islam radikal dan Irshad Manji itu anti-Islam radikal, tetapi banyak Muslim berada di tengah-tengah situasi yang suram. Di Turki, perdebatan yang belum terselesaikan berkecamuk soal apakah perdana menteri saat ini, Recep Tayyip Erdoğan (kini Erdogan sudah menjadi Presiden Turki), adalah seorang penganut Islam radikal atau bukan.
• Tugas mengidentifikasi para moderat sejati tidak dapat dilakukan dengan menebak-nebak dan intuisi. Sebagai buktinya, perhatikan catatan Pemerintah Amerika yang tetap untuk mendukung kaum penganut Islam radikal dengan memberi mereka legitimasi, pendidikan, dan (mungkin bahkan) uang. Saya juga salah. Yang dibutuhkan adalah penelitian yang serius dan berkelanjutan.
Topik Terkait: Islam, Muslim Moderat, Kaum Muslim di Barat
Artikel Terkait
- Bibliography – My Writings on Moderate Muslims
- Why Revoke Tariq Ramadan's U.S. Visa?
- [Moderate] Voices of Islam
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list