Lukisan pengadilan oleh seorang seniman yang menggambarkan Quin menentang Abu Hamza. |
Dalam usianya mencapai pertengahan 40-an, Quin berkeinginan untuk bepergian ke berbagai tempat aneh. Keinginan itu, rupanya membawanya ke Yaman pada penghujung 1998. Padahal, sebagai eksekutif sukses, dia baru saja ditempatkan untuk bertanggung jawab atas Unit Xerox Color Solutions Business.
Bersama Quin ikut pula bergabung 18 turis Barat lain. Dia dan mereka rupanya bernasib malang. Kapal penumpang mewah yang mereka tumpangi terjebak dalam perang antara pemerintah dan kesatuan Islam bernama Pasukan Aden Abyan Islam (AAIA). Pada 28 Desember semua kelompok turis itu pun disandera. Mereka ditahan selama satu hari sebelum akhirnya pasukan militer Yaman menyerang AAIA, yang mengarah kepada tewasnya empat turis, dua teroris dan satu tentara.
Quin sendiri menyerempet bahaya maut. Dia hanya beruntung karena teroris yang mengarahkan moncong senjata ke punggungnya berhasil ditembak hingga tewas sebelum dia menghancurkannya. Dengan berani, dia berjuang membela diri dan akhirnya berhasil menarik senapan AK-47 dari tangan pemberontak yang masih bisa bergerak. Tindakan itu menyebabkan dia menjadi wanita yang berubah (wanita feminis liberal yang sopan nan lembut itu pun mengaku ketika dia mati-matian berjuang merebut senjata, dia mengalami sebuah penampakan: " jadi ini yang menyebabkan mengapa para pria menyukai perang").
Kisah penangkapan itu menghabiskan seperempat bagian pertama buku Kidnapped in Yemen (Ditawan di Yaman). Sisa buku terdiri dari kisah pribadi Quinn yang berbaur dengan kisah ala mata-matanya untuk memperlihatkan apa yang terjadi atasnya dan teman-temannya. Lewat penelitian pers yang sangat tekun dan teliti, ditambah dengan berbagai investigasi pribadi yang membawanya hingga ke Masjid Finsbury Park, London (untuk mewawancarai Abu Hamza al-Masri) yang terkenal jahat termasuk perjalanannya kembali ke Yaman dan tempat aksi kejahatan berlangsung, dia muncul dengan kisah yang runtut atas berbagai ketegangan yang memuncak dalam penangkapannya. Selain menyebabkan kisah insiden teroris penting itu tersedia bagi masyarakat banyak, Quin menyajikan kisah indah seputar pertumbuhannya, yang dapat dikatakan sebagai transformasinya menyusul pengalaman singkatnya namun mengejutkan seputar dirinya sebagai tawanan. Kisah itu memberikan pratanda seputar persoalan akhir-akhir ini tentang kaum Muslim Barat yang bepergian ke Irak untuk terlibat dalam aksi kekerasan.
Pemutakhiran 9 Oktober 2012: Roda keadilan bergerak lamban namun tetap bergerak. Setelah tujuh tahun berupaya mengekstradisi dia dari Inggeris Raya. Abu Hamza al-Masri (nama aslinya Mustafa Kamel Mustafa) diterbangkan ke Amerika Serikat. Kini dia untuk pertama kalinya tampil dalam sebuah ruang pengadilan Amerika. Dia dituduh (di antara berbagai tuntutan lainnya) terlibat dalam episode melakukan aksi penawanan di atas.
Pemutakhiran 8 Mei 2014: Mary Quin memberikan kesaksian pada pengadilan Abu Hamza hari ini.
Lukisan pengadilan oleh seorang seniman yang menggambarkan Quin menentang Abu Hamza. |
Pemutakhiran 19 Mei 2014: Sebuah panel juri New York dengan suara bulat menemukan Abu Hamza bersalah dalam sebelas tuntutan terorismes hari ini terkait dengan kasus penculikan di Yaman 1998. Akibatnya, dia pun menghadapi penjara seumur hidup.