TANGGAL 14 DESEMBER LALU---, Commentary menerbitkan artikel terbaru Daniel Pipes tentang konflik Israel – Arab. Judulnya, "A New Strategy for Israeli Victory" (Strategi Baru Bagi Kemenangan Israel). Artikel itu menjadi manifesto pendekatan politik baru bagi konflik yang paling lama bertahan ini, sejak akhir Perang Dunia II hingga sekarang ini. Sebuah analisis yang terus terang, tidak ada omong kosong namun langsung pada inti analisisnya. Profesor Pipes pun dengan senang hati menerima untuk diwawancarai soal itu oleh L'Informale.
Professor Pipes, kita mulai dengan tuduhan utama anda terhadap diplomasi Israel-Palestina, yaitu bahwa upaya itu merupakan lingkaran setan yang terus membuatnya abadi dan dengan demikian, sebuah praktek yang gila-gilaan. Apakah benar demikian?
Baiklah, saya memang agak puitis soal perbuatan gila-gilaan dalam paragraf pembuka artikel saya, tetapi ya memang demikian. Artinya, diplomasi memang tanpa henti-hentinya mengulang tindakan yang sama. Israel memberikan konsesi kepada Palestina yang menanggapinya dengan penghasutan sehingga aksi kekerasan meningkat lalu Israel membuat konsesi lainnya dan prosesnya kembali berulang.
Dalam artikel, anda memperlihatkan Perjanjian Oslo pada 1993 sebagai kesalahan besar Israel. Apa saja alasan utama untuk pendekatan salah arah ini?
Alasan utamanya adalah keinginan mendesak untuk segera mengakhiri konflik, bahkan jika pihak lain tidak siap membalasnya. Sikap itu masih diikuti lagi dengan sikap buta yang ngotot berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh pihak Palestina.
Salah satu gambaran paling menarik dari analisis anda adalah bahwa anda tidak melihat jalan keluar dari rawah payah Israel – Arab kecuali melalui asumsi penuh oleh Israel karena kekuatan militernya. Apakah benar demikian?
Tidaklah persis seperti demikian. Tatkala saya menyerukan kemenangan Israel, maka tidak saya katakan bahwa yang pertama-tama perlu kemenangan militer. Itu perpaduan dari kekuatan milier, niat politik, kebijakan yang cerdas, diplomasi yang penuh semangat serta lebih banyak lagi. Ariel Sharon mengejar kebijakan seperti ini pada era 2001 – 2003.
Ketika membaca artikel anda, saya merasakan kehadiran Carl von Clausewitz yang membayang bersama Thomas Hobbes, kedua realis dan empiris yang tidak pernah takut mengatakan suatu hal apa adanya (a spade a spade). Seberapa banyak pemikiran anda dipengaruhi oleh pemikiran mereka?
Anda benar. Dua tahun waktu saya habiskan di Perguruan Tinggi Angkatan Laut AS. Saya mengajar tentang Clausewitz dan terpengaruh oleh pengalaman itu. Pengaruh Hobbes tidak terlampau banyak, tetapi sejumlah filsuf politik Inggeris memang mempengaruhi saya.
Carl von Clausewitz. |
Ajakan anda agar Israel menang, tegas bahkan tidak berbelaskasihan benar-benar berbeda dari apa yang dunia luas (dan banyak penduduk Israel) inginkan negara mereka lakukan. Anda tampaknya hendak mengatakan, "Tidak usaha peduli jika hal ini menyebabkan reputasi anda memburuk dibandingkan yang sudah ada, karena tujuannya memang pantas diperjuangkan." Apakah saya benar?
Ajakan itu sebagian karena saya perhatikan ketika Pemerintah Israel menempuh langkah-langkah yang lemah, "dunia luas" menyukainya. Misalnya saja soal penarikan mundur Israel dari Libanon dan Jalur Gaza. Jadi, niat baik mungkin bertahan selama satu pekan namun anti-Zionisme justru berkembang. Sebaliknya, ketika Yerusalem bersikap tegas, katakan saja, melakukan serangan pembersihan di Entebbe, maka dia dikenal luas dan dihormati. Jadi, untuk meraih kemenangan mungkin membutuhkan biaya untuk urusan relasi publik dalam jangka pendek, namun untuk jangka panjang saya berharap baik bagi Israel.
Bersekutu dengan Amerika Serikat itu sangat penting bagi Israel. Banyak analis melihat Pemerintahan Obama sebagai paling kurang bersahabat terhadap Israel; betulkah demikian?
Bukan. (Presiden) Eisenhower jauh lebih tidak bersahabat terhadap Israel dibanding Obama. Obama punya jejak rekam yang campur aduk berkaitan dengan Israel---tidak sebagus seperti diklaim oleh para pendukungnya, juga tidak separah seperti yang dilihat oleh para pengkritiknya. Dia sangat bagus berkaitan dengan pengiriman senjata namun paling buruk terkait dengan upaya untuk menjaga hubungan politik yang penuh hormat dengan Netanyahu.
Apakah yang anda harapkan berkenaan dengan Pemerintahan Donald Trump terkait dengan Negara Yahudi dan Timur Tengah secara keseluruhan?
Masalah ini tidak mungkin bisa diramalkan. Trump sendiri bukan seorang pemikir sistematis, tetapi orang yang menanggapi lingkungannya secara intuitif. Menteri luar negeri yang diangkatnya tidak punya rekor publik dalam bidang kebijakan luar negeri; dan menteri pertahanan serta penasehat keamanan nasionalnya tampaknya menjadi seikat kontradiksi.
Apakah memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem merupakan pemikiran bagus atau apakah itu sesuai dengan ungkapan jenaka Joseph Fouché sebagai "lebih parah daripada sebuah tindak kejahatan, sebuah kesalahan?"
Tidak, ucapan jenaka Fouché' tidak berlaku di sini; sudah benar langkah itu dilakukan. Tetapi saya ragukan pemindahan terjadi kecuali dalam konteks untuk mendorong kemenangan Israel. Jika sebaliknya, itu bukanlah hal yang pantas menjadi masalah yang akan Washington lakukan.
Apa pendapat anda tentang pengangkatan Jenderal James Mattis sebagai Menteri Pertahanan AS yang baru terkait dengan berbagai komentarnya pada masa lalu soal pemukiman warga Israel yang membawa Israel menjadi sebuah negara apartheid?
Mattis adalah panglima CentCom dan dalam posisi ini dia berhadapan dengan banyak musuh Israel yang mempengaruhinya. Dia barangkali akan mempertahankan opini-opininya itu, atau sebaliknya barangkali mengabaikannya. Tidak bisa saya ramalkan soal ini.
Seputar persekutuan antara Putin, Rouhani dan Erdogan serta diperbaruinya peran Rusia di Timur Tengah. Bagaimanakah Israel dan Amerika Serikat terpengaruh oleh hadirnya ketiga otokrat yang menganggap rendah nilai-nilai liberal dan demokrasi, tetapi memperlihatkan diri sebagai baris depan melawan ekstremisme Islam?
Saya ragu ketiga pemimpin itu bakal memperoleh banyak dari aliansi, karena ketegangan antarmereka begitu kuat dan nyaris terasa. Dugaan bahwa dua Islam radikal yaitu Rouhani dan Erdogan sedang memerangi ekstremisme Islam merupakah cara jenaka untuk mengakhiri wawancara ini.
Sekumpulan presiden: Erdoğan (Kiri), Putin, dan Rouhani. |