Tatkala warga Amerika mendesak pemerintah mereka supaya mendukung Israel, beberapa pejabat tinggi urusan kebijakan luar negeri Cina dengan sombong mengutuknya. Mereka mengecamnya sebagai mengistimewakan prioritas sempit sebuah kelompok etnis atas perumusan kebijakan luar negeri yang tidak berkepentingan apa-apa. Tetapi kenyataannya, berbagai lobi seperti American Israel Public Affairs Committee (Komisi Urusan Publik Amerika Israel---AIPAC) dan Christians United for Israel (Umat Kristen Bersatu demi Israel -- CUFI) justru benar-benar meningkatkan kebijakan luar negeri AS.
Salah satu buku bestseller yang paling mengerikan. |
Selama era 1950-an, para pengkritik Israel mengecam "lobi Yahudi" karena menghalangi adanya aliansi anti-Soviet. Selama era 1970-an, mereka mengecam relasi AS – Israel yang mantap kuat supaya bisa memboikot minyak Arab. Selama era 2000-an, mereka mengecam lobi Israel demi Perang Irak. Selama era 2010-an, mereka mengkritiknya karena dia pertama-tama menghalangi dan kemudian mencabut Perjanjian Iran. Yang paling kenamaan John J. Mearsheimer dari University of Chicago dan Stephen M. Walt dari Harvard University membuat kasus umum menentang warga Amerika pro-Israel dalam buku bestseller mereka yang terbit 2015 bertajuk The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy.
Sebagai tanggapan, aktivis pro-Israel biasanya membenarkan berbagai upaya lobi mereka berdasarkan dua alasan. (1) Kegunaan: Israel itu menguntungkan Amerika Serikat. Masyarakat Amerika mendapatkan keuntungan dari pengembangan dan pengujian persenjataan canggihnya, jaringan intelijennya, teknologi airnya yang mutakhir dan karena Israel menjadi negara terkuat dan terandal di wilayah Timur Tengah yang penting tetapi bergejolak liar. (2) Tidak ada biaya: Hubungan AS-Israel tidak mengganggu hubungan AS lainnya. Pada masa lalu, hal itu berarti hubungan dengan Mesir, Irak, dan Arab Saudi. Kini, ia mengacu pada Turki, Qatar, dan Iran.
Argumen ini, bagaimanapun, mungkin tidak berlaku pada masa datang, karena pertimbangan kegunaan dan tidak ada biaya bisa saja hilang. Ketika kaum liberal bersikap menjaga jarak dari Negara Yahudi, orang yang akhirnya menjadi Presiden Kamala Harris mungkin menolak apa yang ditawarkan Israel dan menemukan bahwa hubungan dekat dengan Yerusalem bisa saja menghalangi inisiatif terhadap Iran.
Mengantisipasi perubahan seperti itu, saya mengusulkan untuk melihat lobi Israel dengan cara yang sama sekali berbeda. Dengan memperlihatkan peran domestik lobi itu sendiri versus pengaruh asing.
Petisi The Blackstone Memorial, 1891: "Palestina bagi Bangsa Yahudi." |
Orang Israel dan Palestina masing-masing meminta dukungan penuh semangat dari unsur pendukung raksasa mereka. Orang Israel punya diaspora Yahudi. Terutama dukungan dari para pemimpinnya yang kaya-raya dan berkuasa. Mulai dari Chaim Weizmann hingga Sheldon Adelson serta jaringan pendukung Kristen di seluruh dunia mulai dari Lord Palmerston dan William Blackstone hingga Clark Clifford dan Nikki Haley. Secara paralel, Palestina juga mengandalkan negara-negara Arab, Muslim, Bangsa Eropa, dan negara-negara Komunis seperti berturut-turut Mesir, Iran, Swedia dan Uni Soviet. Juga dukungan yang tumbuh dari kaum Kiri global, yang dicontohkan oleh Jeremy Corbyn. Dan, memang, seperti yang ditunjukkan oleh Steven J. Rosen, "jalan Bangsa Arab ke Washington itu melintasi Paris, London dan Berlin."
Selama abad lalu, unsur-unsur pendukung tersebut tumbuh. Secara kasar, mereka berimbang satu sama lain. Keduanya muncul selama Perang Dunia I, ketika kaum Zionis Inggris menekan pemerintah mereka supaya mendukung rumah nasional Yahudi di Palestina para pemimpin Arab memaksakan janji Inggris tentang Palestina sebelum membantu upaya Palestina untuk berperang. Selama Perang Dunia II, masyarakat Yahudi Barat dan sekutunya nekad menekan Pemerintah Inggris supaya membuka imigrasi ke Palestina bagi pengungsi Yahudi, karena penguasa Arab mengancam akan menyabotase upaya perang Inggris jika mengizinkan imigrasi tersebut.
Pasca-perang, kaum Zionis Amerika bergerak ke garis depan. Sementara itu negara-negara Arab merdeka bertambah tiga kali lipat. Kaum Zionis berhasil melobi Presiden Truman untuk mengakui Negara Israel pada 1948. Lima negara Arab lalu menyerang pemerintahan yang baru lahir. Masing-masing pihak belajar dari pihak lain: Israel membangun pasukan yang kuat, Bangsa Arab semakin memperluas pengaruh dalam bidang politik, media, dan pendidikan Barat. Masing-masing pihak mengembangkan dan menyempurnakan teknik untuk memperoleh dana dari berbagai unsur pendukungnya. Entah dari United Jewish Appeal atau Saudi, Kuwait, dan sumbangan pemerintah lainnya.
Berulangkali tatkala musuh-musuh Israel menyerangnya, para sahabat Amerikanya membelanya. Negara-negara Arab lantas memboikot perusahaan A.S yang berinvestasi di Israel. Para sahabat Israel berhasil memenangkan peraturan yang membuat kebijakan bahwa mematuhi boikot itu merupakan tindakan yang melawan hukum. Negara-negara Arab menahan pasokan minyaknya. Kaum Zionis menolak menyerah pada tekanan seperti itu. Ketika negara-negara Arab mengumpulkan mayoritas negara-negara yang sangat besar dalam organisasi internasional, teman-teman Israel pun melakukan hal yang sama di Kongres AS. Setiap unsur pendukung berjuang demi tujuannya. Masing-masing memberikan dukungan diplomatik, bantuan keuangan, dan persenjataan.
Papan pemberitahuan pada masa masa 1973-74: kala ada embargo minyak Arab. |
|