[N.B.: Artikel ini merangkum sekaligus memutakhirkan kajian yang lebih panjang oleh Pipes dan Garfinkle bertajuk "Is Jordan Palestine?" yang diterbitkan dalam Commentary, Oktober 1988, hal. 35-42.]
Semakin banyak saja orang Israel (dan beberapa orang Amerika juga) mengusulkan pendekatan baru yang radikal terhadap konflik Arab-Israel. Usulan itu dikemas dengan intifada dan mandegnya proses perdamaian. Sebagian besar pemimpin Partai Likud menginginkan "Yordania adalah Palestina" menjadi premis resmi kebijakan Israel terhadap Palestina. Jurubicara Perdana Menteri Yitzhak Shamir pun pernah berujar: "Jika orang Palestina berbicara tentang Negara Palestina, maka ia harus didirikan di sebelah timur sungai, di mana mereka sudah menjadi mayoritas." Negara Palestina baik-baik. Dengan kata lain, selama negara itu berada dalam apa yang dengan keras hati mereka pertahankan menjadi "bagian lain" dari Palestina, yang kini disebut Yordania.
Selama beberapa bulan terakhir, ada dua perkembangan terakhir yang membuat sudut pandang yang baru-baru ini muncul menjadi penting. Pertama, ada pemerintahan sayap kanan yang belum pernah ada sebelumnya sudah dibentuk di Israel pada 12 Juni 1990. Setelah berhasil bebas diri dari persekutuannya selama enam tahun dengan Partai Buruh, Likud kini dapat mengupayakan agar Yordania itu adalah Palestina dengan energi yang segar. Sebagian besar mitra Partai Likud dalam koalisi yang berkuasa bahkan lebih bergaris keras lagi. Likud mungkin menolak niat hendak mengusir sejumlah besar orang Arab dari Tepi Barat dan Gaza. Tetapi tiga sekutunya (dari Partai Tehiya, Tsomet, Moledet) sampai taraf tertentu secara eksplisit mendukung pengusiran massal (sebuah proses yang secara halus mereka sebut "transfer"). Selanjutnya, berbagai jajak pendapat survei memperlihatkan bahwa opsi ini semakin populer.
Kedua, datangnya puluhan ribu orang Yahudi Soviet di Israel dan kemungkinan semakin banyak lagi orang yang berdatangan dalam beberapa tahun ke depan telah menciptakan kemungkinan baru bagi "Palestina barat" yang mayoritas Yahudi. Dan keadaan ini beriring jalan dengan adanya tekanan baru atas warga Arab untuk pergi. Shamir memusatkan perhatian dunia pada kemungkinan ini ketika dia menegaskan Januari lalu bahwa kedatangan orang Yahudi Soviet membutuhkan sebuah "Israel yang besar". Dan Ariel Sharon, penganjur yang paling menonjol dari Yordania itu adalah-Palestina telah menjadi Menteri Perumahan dalam pemerintahan baru yang berarti ia dapat merumuskan kebijakan tentang tempat tinggal orang Israel yang baru tiba.
Jordan-is-Palestine jelas punya daya tarik bagi orang Israel. Dan, sudah ada upaya untuk mendefinisikan ulang konflik Arab-Israel. Dengan demikian, tidak ada lagi dua bangsa yang bertikai untuk satu tanah sehingga mengakhiri masalah yang tampaknya tidak terselesaikan. Sebaliknya, warga Yahudi dan Arab Palestina masing-masing memperoleh bagian dari seluruh bagian kawasan itu. Orang Yahudi memperoleh "Palestina Barat", yang kini disebut Israel. Orang Arab mendapatkan "Palestina Timur", yang kini disebut Yordania. Terlebih lagi, setelah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sudah punya negara, maka dapat diasumsikan bahwa orang Palestina akan puas dan dunia akhirnya meninggalkan Israel dengan damai. Para pendukung Yordania adalah-Palestina yakin bahwa mengganti Hussein dengan Arafat akan memuaskan sebagian besar warga Palestina, mengurangi tekanan internasional terhadap Israel dan membuat konflik militer menjadi sesuatu yang konvensional yang semuanya demi keuntungan Israel. Bagi banyak orang Israel, ada baiknya mengorbankan monarki Hashemite demi keuntungan seperti itu.
Betapa menyenangkannya jika semua ini benar. Tapi tidak. Konsep Yordania-adalah-Palestina didasarkan pada argumen enam bagian bahwa Yordania adalah bagian dari Palestina itu salah setiap unsurnya.
(1) Secara geografis, Palestina dan Yordania tidak dapat dibedakan.
Konsepnya tidaklah demikian; Kedua sisi ini sangat berbeda. Hingga pertengahan abad kedua puluh, Sungai Yordan merupakan hambatan yang menakutkan untuk komunikasi dan perdagangan antara kedua tepi sungai. Sungai itu tidak punya fungsi integratif seperti biasanya pada sebuah sungai. Ia tidak dapat dilayari. Tepiannya terlalu mudah erosi untuk dibangun jembatan atau bangunan. Lembahnya penuh nyamuk malaria dan diganggu oleh bandit-bandit. Pada zaman modern, upaya kaum Zionis menyebabkan tepi barat sungai Yordania mampu mengembangkan ekonomi dan budayanya dengan cara yang sepenuhnya baru, yang semakin banyak membedakan kedua belah pihak.
(2) Secara etnis penduduk Arab masing-masing itu identik.
Sekali lagi salah: Tepi timur Yordania punya identitasnya sendiri selama berabad-abad ketika terisolasi dari tepi barat yang lebih kosmopolitan. Fakta bahwa orang Palestina melihat diri mereka sendiri dan dilihat oleh orang dari tepi timur Yordania sebagai sebuah bangsa terpisah menegaskan perbedaan-perbedaan ini.
(3) Secara demografis, Yordania sudah didominasi orang Palestina.
Ini klaim paling ironis yang dibuat oleh orang Israel. Ironis karena sebagian klaim itu bertentangan dengan poin (2). Sebagian lagi karena perang Arab-Israel membuat begitu banyak warga Palestina berada di Yordania saat ini. Lebih penting lagi, untuk berargumentasi bahwa hanya karena secara demografis warga Palestina mendominasi Yordania maka itu berarti negara itu berkarakter Palestina berarti mengabaikan banyak rezim minoritas yang kuat yang mampu bertahan lama di Timur Tengah. Klaim ini juga meremehkan vitalitas militer Yordania dan suku-suku tepi timur; Kerajaan Hashemite tidak selemah itu. Juga karakter tepi timurnya tidak sepenuhnya bergantung pada raja.
(4) Secara historis, Palestina itu termasuk Yordania masa kini ini.
Tetapi catatan sejarah yang terkait dengan pemikiran ini ambigu. Kekuasaan kekaisaran yang berganti kadang-kadang mengelola tepi barat dan timur bersama-sama. Terkadang tidak. Sejarah Yahudi juga ambigu dalam hal ini. Ketika Bangsa Yahudi zaman kuno tinggal di sebelah timur sungai Yordan, tanah perjanjian menurut Alkitab (didefinisikan dalam Bilangan 34) dengan jelas mengecualikannya. Jika tidak, kematian Musa di Gunung Nebo, di sebelah timur Yordan, tidak akan terjadi
(5) Secara hukum, Mandat Inggris untuk Palestina mencakup semua kawasan yang kini disebut Israel dan Yordania.
Pernyataan tersebut cukup benar. Tetapi hanya berlaku selama delapan bulan. Sejak Juli 1920 hingga Maret 1921. Lebih jauh lagi, Pemerintahan Inggris selama waktu itu hanya nama. London tidak berusaha menguasai kawasan tepi timur Sungai Yordan. Bahkan kalau ada orang memuji penalaran membosankan bahwa Transyordan itu secara teknis adalah bagian dari Mandat Palestina sampai 1948 sekalipun, maka ia tidak memahami bahwa keputusan yang diambil para penguasa Kekaisaran Inggris selama lebih dari tujuh puluh tahun yang lalu harus mengikat Israel dan Arab sekarang ini. Padahal, selama tujuh dekade, tepi timur dan barat Sungai Yordan telah menjadi pemerintahan terpisah. Tidak ada yang membangga-banggakan hukum pun yang dapat mengubah kenyataan ini.
(6) Secara retoris, Bangsa Arab Palestina dan Yordania sama-sama sering menyatakan bahwa mereka tidak terpisahkan.
Benar, tetapi ketika Bangsa Yordania atau Palestina menyatakan "Yordania itu adalah Palestina", maka mereka mengartikan sesuatu yang sama sekali berbeda dari apa yang dimaksudkan oleh para politisi Partai Likud. Akibatnya, mereka pun berkata satu sama lain: "Kamu berada di bawah kekuasaanku." Dan pidato ini telah berakhir; Raja Hussein telah secara eksplisit menyatakan bahwa "Yordania bukan Palestina" dan begitu juga Bangsa Palestina.
Yordania-adalah-Palestina memiliki dua implikasi politik besar-keduanya merugikan kepentingan Israel dan Amerika (serta Palestina).
Pertama, pemikiran Yordania adalah Palestina membenarkan gagasan "pemindahan", dan apa pun yang mendorong terjadinya pengusiran orang secara besar-besaran (sebagai lawan dari perpindahan penduduk secara sukarela) itu sebagai sebuah bencana. "Perpindahan" akan menganggu kehidupan normal satu juta orang Arab; Memerlukan biaya moral yang tak terkatakan jumlahnya; Menghancurkan perjanjian damai Mesir-Israel yang menjadi landasan kebijakan keamanan Israel dan AS di kawasan. Dengan demikian, ia akan sangat mendalam mengasingkan diaspora Yahudi dan Pemerintah AS. Lebih jauh lagi, ia secara bersamaan akan mempercepat emigrasi Yahudi dari Israel bahkan ketika ia mengakhiri pemulihan hubungan Soviet-Israel yang memungkinkan imigrasi besar-besaran orang Yahudi Soviet ke Israel.
Kedua, Yordania-adalah-Palestina dirancang untuk menghancurkan monarki Yordania dan menggantinya dengan PLO. Di sini juga implikasinya tidak menyenangkan bagi Israel maupun bagi Amerika Serikat. Musuh Israel yang paling banyak mencurahkan perhatiannya untuk memusuhi itu bakal menggantikan pemerintah yang selama tiga generasi paling banyak mengakomodasikan masalah keamanannya. Kemudian, dan mungkin hanya saat itu, mimpi buruk Israel tentang front timur Arab baru yang agresif menjadi kenyataan. Bahkan sekarang ini pun, ketakutan terhadap Yordania-adalah-Palestina memicu retorika baru Raja Hussein yang berlebihan berikut ikatannya yang semakin erat dengan Saddam Hussein dari Irak, yang kini merupakan demagog anti-Israel dan anti-Amerika yang paling gencar di Timur Tengah.
Lebih jauh lagi, asumsi bahwa negara tepi timur Sungai Yordan memenuhi aspirasi nasional Palestina tidak bisa menjadi kesalahan yang jauh berbahaya lagi. Bodohlah untuk berpikir bahwa Bangsa Palestina akan menerima Yordania sebagai pengganti bagi Palestina yang sebenarnya. Dalam puisi dan syair, Bangsa Palestina pun telah membangun keterikatan romantis yang kuat dengan tanah di sebelah barat Sungai Yordan, bersaing dengan kerinduan Bangsa Yahudi yang jauh lebih tua terhadap Eretz Yisrael. Jikalau PLO mengambil alih tepi timur, maka cepat atau lambat ia akan memanfaatkannya sebagai basis untuk melancarkan perang terhadap Negara Yahudi. Mungkin dengan bersekutu dengan negara-negara Arab lainnya.
Dengan demikian, PLO akan punya aset baru. Kehidupan yang normal dari lebih dari satu setengah juta warga Palestina di Yordania kini akan hancur ketika negara dimobilisasi demi aksi militer. PLO yang terjebak dalam euforia, yang memerintah dari Amman, yang para rekrutannya dipersenjatai secara besar-besaran dan dibanjiri oleh dukungan internasional, mungkin tak akan mampu menahan diri dari keinginan untuk berperang bahkan jika ia mau. Berondongan artileri dari Palestina, peluru kendali balistik dan hulu ledak kimia bakal membuat Bangsa Israel merindukan hari-hari terorisme PLO yang agak mengganggu. Israel mungkin akan memenangkan perang ini, tetapi biayanya akan mengerikan.
Amerika Serikat juga akan kalah, jika PLO mengambil alih kekuasaan di Amman. Sebuah negara anti-Amerika akan menggantikan negara yang pro-Amerika, dengan berbagai konsekuensi yang tidak menyenangkan selain konflik dengan Israel: Terorisme meningkat. Ada ancaman baru terhadap negara-negara pro-Amerika seperti Mesir dan Arab Saudi. Juga akan terjadi gejolak baru dalam politik antarnegara Arab. Keadaan seperti itu mungkin akan menyiratkan terjadinya penurunan dukungan AS terhadap Israel, karena Washington bereaksi buruk terhadap hanya salah satu sekutu Arabnya sekaligus merusak kepentingan regionalnya.
H.L. Mencken secara mengagumkan pernah mengatakan bahwa "senantiasa ada solusi mudah bagi setiap persoalan manusia – yang rapih, masuk akal dan salah." Ide Yordania adalah Palestina cocok dengan rancangan ini. Memang, satu-satunya persoalan yang lebih parah dari kepentingan Israel dan keamanan AS dibandingkan dengan negara Palestina mandiri di Tepi Barat adalah adanya satu negara juga di Tepi Timur.
Topik Terkait: Konflik & diplomasi Arab-Israel, Jordania, Palestina
Artikel terkait:
- Updates on the Jordan-Is-Palestine Thesis
- Solving the "Palestinian Problem" [with the No-State Solution]
- Is Jordan Palestine?
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be reposted, forwarded, or translated so long as it is presented as an integral whole with complete information about its author, date, place of publication, as well as the original URL.