Berikut ini transkrip pernyataan Daniel Pipes dengan Tanya & Jawab (Q/A) yang sudah sedikit diedit.
Multimedia untuk wawancara ini
Sangatlah menyenangkan bisa kembali hadir di podcast Middle East Forum. Serial ini sebenarnya saya mulai hampir empat tahun lalu pada bulan Maret 2020. Ini pertama kalinya saya kembali menjadi pembicara solo.
Baru saja saya selesai menulis buku tentang konflik Palestina-Israel. Jadi dengan minat penuh saya amati apa yang terjadi sejak 7 Oktober. Saya ingin mengangkat lima topik, yang menurut saya agak membingungkan dan bakal saya coba jelaskan. Untuk itu, empat topik di antaranya akan saya bahas secara agak cepat kemudian membahas sedikit tentang yang terakhir.
Poin pertama: Apakah yang salah dengan militer Israel. Lebih luas lagi apa yang salah dengan lembaga keamanan Israel? Bagaimana bisa lembaga keamanan Israel membiarkan peristiwa seperti 7 Oktober terjadi? Jawabannya: Kaum Zionis dan lembaga keamanan Israel yaitu militer, intelijen serta penegakan hukum tengah mengalami penurunan yang sangat drastis selama setengah abad terakhir. Padahal kaum Zionis itu sangat cerdik dan berprestasi ketika hanya punya sedikit uang. Israel memenangkan perang kemerdekaan yang luar biasa pada tahun 1948-49. Sebuah kemenangan atas perang yang mungkin paling berat diraih dalam sejarah modern pada tahun 1967.
Foto paling terkenal dari pasukan para Israil yang tengah berdiri di dekat Tembak Barat setelah menaklukan Yerusalem timur.
Sejak itu, yang kini sudah berusia lebih dari setengah abad, jumlah militer, intelijen serta upaya penegakan hukumnya merosot. Kemerosotan yang terkenal terjadi pada 1973. Kala itu, Israel gagal melihat apa yang datang dari Suriah dan Mesir. Masalah-masalah buruk berikutnya pun menyusul. Pada 1993, Perjanjian Oslo menghasilkan hal yang sama sekali tidak masuk akal. Ia justru identik dengan membawa musuhmu yang paling kejam dan paling keras untuk menjadi tetanggamu yang nyaris berdaulat? Pada 2005, meninggalkan Gaza dan membiarkan musuh kalian mengambil alih di sana? Badan keamanan Israel tidak seperti dulu lagi. Jadi, tahun 2023 tidak terlalu mengejutkan setelah peristiwa tahun 1973, 1993, 2005. Lembaga itu memerlukan dorongan nyata, seperti yang baru terjadi, untuk menyadari permasalahannya yang mendalam.
Kedua, ketika Israel menanggapi peristiwa 7 Oktober dengan banyak perbincangan tentang kemenangan perang, yang merupakan musik di telinga saya, mereka pun cepat kembali kepada pendekatan untuk tidak memenangkan perang. Orang bisa melihat hal ini dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Dengan kembali kepada kebijakan lama. Misalnya saja, meski pekerja di Gaza sekarang, jika dilihat masa lampaunya, terbukti adalah mata-mata, Israel segera mengizinkan sekitar 6.000 pekerja di Tepi Barat untuk memasuki Israel. Padahal, mungkin juga mereka itu mata-mata. Pemerintah Israel juga memutuskan mengirim uang kepada Otoritas Palestina (PA). Langkah itu menyenangkan hati Qatar sebagai perantara perundingan. Israel memasok Gaza dengan bahan bakar dan air. Ancaman terkait dengan pembangunan di Tepi Barat mereka abaikan. Ada pula pembicaraan untuk mengizinkan para pemimpin Hamas meninggalkan Gaza lalu menetap di tempat lain. Mungkin di Qatar atau Turki. Dukungan elektoral pun meningkat. Bukan bagi mereka yang berniat mengakhiri kehadiran Hamas. Namun bagi mereka yang lebih moderat dan kurang berniat meraih kemenangan.
Jadi, saya tidak melihat ada perubahan yang mendasar. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat pasca-tragedi 11 September (2001) ketika "segala sesuatunya berubah." Demikianlah yang terdengar di Israel setelah 7 Oktober. Namun tidak saya pikirkan semuanya berubah.
Senator John Fetterman (anggota Partai Demokrat dari Pennsylvania) dalam aula sebuah bangunan kantor Senat.
Poin ketiga, tanggapan terhadap tragedi 7 Oktober itu ada dua lapis. Di seluruh dunia, mulai dari Amerika Serikat dan Arab Saudi hingga India dan negara-negara lain, kelompok mapan lebih mendukung Israel. Sementara itu, kelompok penganut Islam radikal dan sayap kiri lebih mendukung Hamas. Tidak banyak perhatian diberikan untuk kasus itu. Namun DPR AS memberikan suara 412 berbanding 10 yang menguntungkan Israel, dalam sebuah resolusi yang sangat kuat tepat setelah pembantaian. Senat memberi suara seratus berbanding nol. Joe Biden muncul dengan pernyataan yang sangat kuat. Para tokoh liberal seperti John Fetterman, seorang senator dari Pennsylvania, memberi pendapat yang sangat mendukung Israel. Banyak pemimpin Eropa datang ke Israel dan menyatakan solidaritasnya.
Namun kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, simpati terhadap Israel terkikis dan sebaliknya simpati terhadap Hamas pun meningkat. Ada rasa tidak nyaman yang mendalam terhadap tindakan Israel yang kira-kira sama dengan apa yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap ISIS. Mereka masuk menumpas musuh. Israel, akibatnya, terus-menerus kehilangan dukungan.
Poin keempat: Hamas punya logika unik. Saya tidak tahu ada contoh sejarah yang sebanding dengan logikanya. Hamas berupaya cari mati dan hancur. Ia tidak berusaha untuk menang di medan perang. Tetapi untuk kalah. Ia berupaya agar rakyat yang diperintahnya dirugikan, dibom, menjadi tunawisma, kelaparan dan mati. Ia menggunakan warga Gaza sebagai umpan meriam. Namun itu bukanlah jenis umpan meriam yang biasa digunakan menyerang musuh. Ini umpan meriam yang menderita.
Anda bisa lihat betapa berbedanya Hamas dengan Hizbullah di Libanon atau Otoritas Palestina di Tepi Barat, yang sama-sama jauh lebih konvensional. Mereka menilai situasi, melihat, membuat onar, bermain-main tetapi tak ingin dihancurkan. Hizbullah pada 2006 membunuh tiga warga Israel dan menangkap dua lainnya; yang berujung pada perang habis-habisan. Tepat setelah perang itu, pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah mengatakan, "Jika ada kemungkinan 1 persen saja sekalipun bahwa operasi penangkapan tanggal 11 Juli menyebabkan perang seperti yang pernah terjadi, apakah [saya] akan melakukannya? Saya akan mengatakan tidak, sama sekali tidak."
Dia berpikir bahwa ada pemahaman bahwa Anda membuat segala sesuatunya tetap mendidih. Dan itulah yang sebenarnya terjadi saat ini. Ada perselisihan antara Hizbullah dan Israel. Hizbullah berhati-hati untuk tidak memprovokasi. Berhati-hati agar tidak membuat pesawat F-35 meliuk-liuk di Libanon membom sasaran. Hamas tidak hati-hati. Hamas ingin mati dan hancur.
Tepi Barat di bawah kekuasaan Otoritas Palestina jauh lebih berhati-hati dibanding Hamas. Mahmoud Abbas sedang bermain game. Dia bekerja bersama orang Israel di sini, dia membunuh mereka di sana, tetapi dia berhati-hati. Dia tidak ingin dibom. Dia tidak ingin digulingkan dari kekuasaannya. Dia tidak ingin dihantam seperti yang dilakukan Hamas.
Hamas punya logika unik untuk kalah untuk mendapatkan simpati dari sekutu-sekutunya. Khususnya kelompok kaum radikal Islam di seluruh dunia dan kelompok sayap kiri pada umumnya, khususnya kelompok sayap kiri yang berhaluan keras. Dan logika itu berhasil sampai batas tertentu. Seperti yang baru saya sebutkan, dukungan terhadap Israel sudah terkikis selama tiga bulan terakhir.
Poin pemikiran terakhir saya berupaya memahami para sekutu Hamas. Mereka terlibat dalam berbagai aksi kampanye yang sulit dimengerti. Kampanyenya sangat agresif. Tampaknya kontraproduktif. Elemen pro-Hamas di Amerika Serikat misalnya, mengganggu pawai masyarakat, pawai Hari Thanksgiving di New York City, Pawai Rose Bowl di Pasadena. Mereka mengganggu lalu lintas, jalur utama menuju Bandara seperti Bandara Internasional Los Angeles (LAX) dan Bandara Internasional John F. Kennedy. Pada sebuah Senin dinihari, mereka memblokir Kawasan Manhattan, jembatan dan terowongan, sehingga menimbulkan kekacauan. Berbagai upacara umat Kristen mereka serang. Termasuk mengganggu acara menyanyikan Lagu Natal keliling dari rumah ke rumah warga Kristen untuk menggalang dana bagi tunanetra di Melbourne, Australia serta pesta Natal bagi para aktivis Partai Demokrat di Detroit. Mereka juga menyerang militer AS, membuat masalah bagi Pangkalan Angkatan Udara. Mereka menyanyikan lagu-lagu pendek yang mengerikan untuk Lloyd Austin, Menteri Pertahanan AS, di luar rumahnya pada pagi hari Natal. Mereka sendiri menjadi sangat mengganggu sekaligus menjengkelkan.
Para sahabat Hamas mengganggu lalu lintas di Jalan Van Wyck menuju Bandara Internasional John F. Kennedy Internasional.
Pada tingkat lain, Houthi juga melakukan hal yang sama di Laut Merah. Akibatnya, faksi itu menjadikan diri mereka sendiri menjengkelkan. Hanya sedikit keuntungan yang bisa mereka dapatkan dengan mengganggu perdagangan global. Mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun jika kapal-kapal berlayar mengelilingi Tanduk Afrika dibandingkan dengan melalui Terusan Suez. Tampaknya tidak ada gunanya. Selain itu, milisi yang didukung Iran di Suriah dan Irak menyerang pasukan Amerika lebih dari seratus kali dalam seratus hari sejak tanggal 7 Oktober. Jadi lebih dari satu serangan dalam sehari.
Jadi, di antara berbagai aksi bodoh di Barat dan serangan mematikan di Timur Tengah, apakah yang sebetulnya terjadi? Apakah aksi permusuhan ini hanya berupaya memanjakan diri sendiri atau merupakan bagian dari strategi cerdas?
Para sekutu Hamas jelas tidak mau berusaha memperoleh teman baru. Mereka sebaliknya, meniru taktik mati syahid Hamas untuk mendapat dukungan di kalangan penganut Islam radikal dan sayap kiri. Jika jihadis biasanya menginginkan kemenangan di medan perang, Hamas justru secara sadar melancarkan perang melawan musuh yang lebih kuat, ingin dikalahkan kemudian mengklaim status sebagai korban. Kehancuran dan kematian meningkatkan daya tariknya. Mereka memperoleh keuntungan politik dengan berbuat buruk secara militer.
Dalam semangat ini, kelompok Barat dan Timur Tengah juga bercita-cita mendapatkan simpati dan dukungan dengan menjadi syuhadah. Pesta Natal, pawai pertandingan sepakbola, lalu lintas Kota New York dan Gedung Putih: mereka mendorong polisi untuk menangkap dan mungkin memukuli para pengunjuk rasa. Berbagai serangan terhadap pelayaran global dan terhadap pasukan AS memicu AS untuk menangapinya.
Oleh karena itu, membantai warga Israel, mengganggu perdagangan dunia dan merepotkan para pengendara Amerika bukanlah tujuan utama. Ia menjadi sarana untuk memberikan umpan kepada militer Israel dan Amerika sehingga Hamas dan para pendukungnya mendapatkan dukungan baru. Namun, hal ini mempertaruhkan segalanya. Pembantaian 7 Oktober membahayakan keberadaan Hamas. Dan organisasi lain pun mengambil risiko serupa.
Pertanyaan dan jawaban
Q: Apakah solusi dua negara sudah tidak ada lagi? Apakah solusi itu senantiasa merupakan khayalan dari Barat.
J. Saya tidak berpikir bahwa solusi itu tidak bisa dipakai lagi (dead). Ya, ide itu hanyalah khayalan kini, mengingat PA dan semua kelompok Palestina lain berupaya menghancurkan Israel. Namun suatu hari, jika Israel Menang dan Palestina kalah, jika Palestina tidak lagi terpaku pada pada tujuannya untuk menolak Israel, maka ya, akan ada dua negara. Jadi, ini tidak mungkin terjadi dalam waktu yang dekat. Namun dapat dibayangkan sebagai kemungkinan yang abstrak.
T: Apakah tujuan Israel dalam Perang Hamas itu realistis mengingat politik dunia dan ideologi Hamas yang sudah mengakar di Gaza?
J: Kita semua menyerukan supaya Hamas dihancurkan, dihapuskan sejak awal. Saya termasuk di dalamnya yang menyerukan. Sekarang, setelah seratus hari perang berlansgung, masih belum jelas apa sebenarnya maksudnya. Menurut saya, ini berarti (1) berakhirnya kekuasaan Hamas di Gaza, dan (2) pengurangan atau bahkan penghapusan pendanaan oleh berbagai negara. Ide itu bakal terus bertahan. Namun organisasi itu tidak membutukannya. Jadi, tidak. Menurut saya tujuan itu realistis. Ia realistis dan Israel bertekad menjalankannya. Perdana Menteri Israel Netanyahu tatkala memberikan pidato dua hari lalu mengatakan, "Kami sedang menuju kemenangan dan kami tidak akan berhenti sampai kami mencapai kemenangan." Mereka tampak bertekad. Dan itu baik untuk mereka.
T: Melihat situasi geopolitik, dapatkah Israel benar-benar melepaskan diri dari sikap untuk tunduk kepada AS?
J: Sikap tunduk itu istilah yang keras. AS itu adikuasa, adikuasa. Israel negara kecil: 330 juta berbanding 10 juta. Israel tidak bisa membuat pesawat tempurnya sendiri, kapal angkatan lautnya sendiri dan sebagainya. Israel membutuhkan sekutu, khususnya Amerika Serikat. Namun pakta yang sulit dan cerdik masih berlangsung. Orang Israel bisa melakukan tawar-menawar bukan hanya demi uang, tapi juga leverage. Warga Israel punya alternatif lain sehingga mereka pun bisa beralih. Amerika membutuhkan Israel. Bukan hanya Israel yang butuh Amerika Serikat. Timur Tengah itu berada di pusat dunia. Ia sangat fluktuatif. Tidak ada negara lain di kawasan ini yang memiliki nilai-nilai yang sama dengan kita dan memiliki aliansi strategis dengan kita. Turki dulunya seperti itu, namun tidak dalam 20 tahun terakhir. Jadi, Israel berdiri sendiri di Timur Tengah. Saya tidak melihat sikap untuk tunduk patuh. Inilah ketegangan-ketegangan politik yang melekat dalam aliansi antara kekuatan adidaya dengan kekuatan kecil.
Hanya Amerika Serikat yang kontinental yang agak lebih besar daripada Israil.
T: Apa yang AS perlukan untuk menuntut Hamas supaya menyerah kalah dibandingkan dengan gencatan senjata?
J: Amerika Serikat telah menjadi sekutu militer aktif Israel, tanpa perlu mengatakannya demikian. Amerika Serikat, dalam beberapa hari terakhir, membunuh sejumlah anggota Faksi Houthi dan menyerang sejumlah instalasi Houthi di Yaman. Kenyataan ini tidak digambarkan sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi Israel, melainkan demi kebebasan berlayar di laut. Namun faktanya, Amerika Serikat dan Israel berada di pihak yang sama sehingga aliansi mereka semakin erat. Selain itu, pada Bulan Oktober, sebuah kapal AS menembak jatuh rudal dari Yaman ke Israel. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, segala sesuatunya berubah. Dan meskipun ada rasa enggan di antara kedua belah pihak, Israel dan Amerika, untuk memperhatikan apa yang baru saja saya katakan, kenyataan baru memang ada.
T: Anda menyebutkan dukungan kelompok mapan versus kelompok penganut Islam radikal dan sayap kiri terhadap Hamas. Bisakah kelompok mapan tetap kuat bersama Israel atau akan menyerah pada tekanan kelompok penganut Islam radikal dan sayap kiri?
J: Pada dasarnya ada tiga kelompok. Kelompok anti-Israel (omong-omong, saya tidak menggunakan kata pro-Palestina. Mereka sama sekali tidak pro-Palestina. Mereka anti-Israel). Kelompok-kelompok itu pada dasarnya adalah penganut Islam radikal dan sayap kiri. Jeremy Corbyn, misalnya, bergabung dengan upaya Afrika Selatan untuk melawan Israel di Mahkamah Internasional (International Court of Justice---ICJ). Lalu ada anda saksikan orang-orang yang sangat mendukung Israel yang tidak tergoyahkan dukungannya. Terakhir, anda saksikan orang-orang yang berada di tengah yang merasa tertekan. Joe Biden adalah contohnya yang sempurna. Nalurinya bersahabat dengan Israel. Namun ada banyak anggota Partai Demokrat yang memusuhi Israel. Jadi, dia berupaya mendapatkan kedua-duanya. Caranya, dengan berupaya menyenangkan hati kedua belah pihak. Misi diplomatik Antony Blinken mencerminkan kebingungan dari posisi ini.
Di manakah kelompok menengah ini, yang mencakup banyak negara Barat, akan berlabuh masih belum jelas. Namun sejauh ini, mereka pada dasarnya mendukung Israel. Mereka menyediakan senjata. Akibatnya mereka berpihak pada Israel secara militer. Keberpihakan mereka tidak tergoyahkan. Mereka tidak lagi berdiri pada tempat seperti tiga bulan lalu, namun masih ada. Saya pikir rekornya menunjukkan bahwa kelompok menengah ini akan tetap setia pada Israel.
T: Mengingat apa yang kita ketahui sekarang tentang ruang lingkup, luas, dan kecanggihan sistem kota bawah tanah dan terowongan-terowongannya di Jalur Gaza, bagaimana hal ini bisa dibangun tanpa diketahui oleh intelijen Israel?
J: Orang Israel tahu tentang terowongan itu. Mereka menyebutnya Metro. Apa yang tidak mereka ketahui adalah Hamas siap menyerang seperti yang terjadi pada 7 Oktober. Mereka mengira bahwa Hamas sedang berupaya untuk menetap di Gaza sehingga menjadi lebih berkuasa dan tidak punya semangat revolusioner lagi. Hamas memanfaafkan keyakinan itu dan mendorong warga Israel meyakininya. Orang Israel buta terhadap apa yang mereka lihat. Mereka melihat kenyataan, seperti yang ditunjukkan oleh banyak laporan tentang orang Israel di kalangan militer, namun komando tertinggi menutup mata terhadap terhadapnya. Itu masalah konseptual, bukan masalah intelijen. Ini mirip dengan masalah konseptual yang dialami Israel pada 1973 ketika mereka berasumsi bahwa Anwar Sadat tidak bakal menyerang Israel sampai ia memiliki pesawat yang lebih canggih. Mereka berasumsi begitu. Jadi, mereka tidak melihat apa yang akan terjadi karena konsep tersebut. Dalam bahasa Ibrani, conceptzia. Dulu mereka punya konsep, sekarang pun mereka punya konsep.
T: ICJ pada prinsipnya tampaknya anti-Israel. Bagaimanakah seharusnya tanggapan Israel, terlepas dari apapun keputusan ICJ?
J. Israel sudah benar. Ia mengikuti sidang dan mempercayakan kasus mereka kepada orang yang mempunyai reputasi internasional yang baik. Mereka mungkin kalah. Tetapi saya tidak tahu seberapa besar konsekuensinya. Sekali lagi, ada tiga pihak dalam kasus ini: pihak yang mendukung Israel, pihak yang menentang Israel, dan pihak yang berada di tengah yang kurang yakin. Semua perhatian terfokus pada pesta terakhir. Apakah akan terpengaruh oleh ICJ? Apakah hal ini akan dipengaruhi oleh pemberitaan media? Seiring dengan berjalannya waktu, kesenjangan antara faksi pro dan anti-Israel semakin mengecil. Semakin banyak orang, terutama dalam tiga bulan terakhir, yang memilih memihak dan tahu apa yang mereka pikirkan. Pendapat saya, misalnya, tidak akan berubah karena keputusan ICJ. Mungkin juga pendapat Anda pun tidak berubah. Jumlah orang yang pandangannya akan terpengaruh oleh putusan ICJ mungkin tidak sebanyak itu.
T: Jika ICJ memutuskan melawan Israel, bukankah mungkin semua pejabat, menteri, bahkan perdana menteri bisa ditangkap saat bepergian ke luar negeri?
J: Saya tidak punya kapasitas untuk memberi tahu Anda tentang poin-poin denda hukum. Namun putusan ICJ terhadap Israel dapat mempersulit kehidupan orang Israel di negara-negara yang menerima putusan itu. Agaknya, rakyat Israel tahu negara-negara mana saja yang menerima keputusan itu. Mungkin saja, negara-negara itu adalah negara-negara yang tidak ingin mereka kunjungi.
Q: Di manakah Cina dalam semua ini?
A: Tiongkok punya hubungan yang cukup baik dengan Israel selama beberapa decade ini. Namun kini hubungan itu sudah tidak berjalan baik lagi. TikTok, media sosial Tiongkok, sangat anti-semit dan pemerintah Tiongkok semakin memihak pada kekuatan anti-Israel, khususnya Iran. Tiongkok tengah keluar dari zona netral menuju zona bermusuhan. Ini sangat masuk akal: Amerika Serikat dekat dengan Israel. Jadi, Tiongkok tidak menyukai Israel.
Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas mendapatkan pengawalan kehormatan ketika mengungungi Presiden Cina, XI Jinping, Juni 2023.
Q: Bagaimana Israel mengantarkan warganya yang disandera Hamas ke rumah mereka hidup-hidup?
J. Saya tidak terlalu banyak menekankan soal sandera dan tidak menjadikannya pusat utama perhatian publik, melainkan fokus pada soal memenangkan perang. Cara mendapatkan mereka dalam keadaan hidup tentu bukan melalui pita kuning dan foto orang hilang. Itu salah besar. Yang cerdas adalah dengan mengesampingkan keseluruhan topik, dengan mengatakan kepada keluarga sandera, "Orang-orang yang Anda cintai sangat kami pikirkan. Kami lakukan semua yang kami bisa. Kami tidak melakukannya dengan bernegosiasi dengan pihak Qatar dan Hamas. Kami melakukan hal yang sama." melakukannya dengan cara memangkan perang."
T: Menurut Anda, ke mana arah konfrontasi langsung Israel-Hizbullah?
J: Seperti saya sebutkan sebelumnya, Hizbullah sedang bermain-main. Ia tahu aturan permainannya. Sama seperti halnya Israel. Pada 2006, Israel melanggar aturan main namun ia tidak mungkin melakukannya sekarang. Soalnya, fokusnya adalah pada Gaza. Hizbullah tidak ingin dihancurkan. Mereka melihat Israel sedang marah. Jadi saya perkirakan permusuhan tingkat rendah yang terjadi dalam tiga bulan terakhir kemungkinan bakal berlanjut. Saya justru akan terkejut jika konfrontasi ini berkobar menjadi perang habis-habisan seperti yang terjadi pada 2006 atau sekarang di Gaza.
T: Apa yang diperlukan agar warga Israel di wilayah utara bisa kembali ke negaranya?
J: Ini masalah besar. Soalnya, rasa bermusuhan Hizbullah mengganggu kehidupan mereka dan menyebabkan ratusan ribu warga Israel harus pindah dari perbatasan utara dengan Libanon. Israel perlu mencapai salah satu perjanjian yang tersirat itu dengan Hizbullah. Mereka lakukan dengan menjelaskan kepada Hizbullah bahwa situasi yang terjadi saat ini tidak dapat diterima dan tidak dapat dilanjutkan. Hizbullah akan sadari bahwa mereka tidak bisa menahan begitu banyak warga Israel meninggalkan rumah mereka tanpa batas waktu. Warga Israel itu punya banyak kesibukan. Mereka pun lebih fokus pada Gaza dibandingkan dengan Libanon. Jadi hal itu belum terjadi.
T: Ada ide siapa yang akan memerintah Gaza setelah Israel memenangkan perang?
J: Saya tidak tahu siapa yang akan memerintah Gaza. Saya tahu siapa yang saya ingin memerintah di sana. Banyak warga Gaza membenci Hamas dan dijadikan umpan meriam oleh Hamas. Mereka menginginkan kehidupan normal. Yang saya maksudkan adalah kehidupan yang sebanding dengan kehidupan di Mesir atau Yordania, di mana mereka tidak terlalu bersahabat dengan Israel, namun hidup berdampingan dengan Israel tanpa menimbulkan masalah. Saya pikir ada sekelompok warga Gaza yang akan bekerja sama dengan Israel untuk membentuk pemerintahan, kepolisian, dan mengatur entitas tersebut sebagai lembaga kuasi-pemerintah. Saya sangat berharap bahwa Israel mengambil arah tersebut dan Pemerintah AS tidak menghalanginya. Ini yang terbaik untuk Gaza. Yang terbaik untuk Israel.
T: Bakal seperti apa Israel pada akhirnya benar-benar kalah atas Hamas? Apakah bakal ada pertemuan dan penandatanganan dokumen penyerahan diri, ala Jepang atau Jerman pada Perang Dunia II, atau bakal tidak ada anggota Hamas yang tersisa sehingga bisa menyerahkan diri dan diasumsikan ada penyerahan diri?
J: Bakal tidak ada ada upacara penyerahan diri sejak 1945, sepanjang saya tahu. Atau tidak bakal ada penyerahan diri kini. Tetapi, otoritas Hamas bakal hancur. Demikian pula kemampuannya untuk mencapai Gaza dan memprovokasi permusuhan melawan Israel. Kenyataan inilah yang bakal membuat Israel menang perang.
Upacara penyerahan diri terakhir? Delegasi Jepan di atas kapal USS Missouri pada 2 September 1945.
T: Mengingat Hamas tidak berupaya memenangkan perang di Gaza, bagaimana Israel menentukan titik akhir perangnya?
J: Hamas memang mengincar kemenangan. Tetapi bukan memang di medan perang. Ia mencari kemenangan dengan mencari dukungan di seluruh penjuru dunia. Israel karena itu perlu melenyapkan Hamas dari kekuasaan apa pun di Gaza.
T: Seberapa besar konflik dengan Hamas itu dilihat hanya sekedar mengatasi gejala dan bukan mengatasi virus –Iran misalnya?
J: Iran itu pemimpin Hydra. Dia berada di balik serangan di Irak, Suriah, Libanon, Gaza, Yaman. Siapa yang tahu ke mana mereka akan pergi selanjutnya? [Tambahan dari DP: Tak lama setelah diskusi ini, Iran menyerang Pakistan.] Rezim Iran harus dibereskan. Khususnya, infrastruktur nuklirnya. Pemerintah AS memperlihatkan kekhawatirannya soal itu namun telah menegaskan bahwa mereka tidak akan melakukan apa pun. Siapa tahu? Itu mungkin tipuan, tetapi pada saat ini, tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya. Iran adalah sumber utama dari banyak masalah di Timur Tengah. Tetapi Pemerintah AS sejak tahun 1979 tidak pernah menetapkan tujuan untuk menggulingkan Republik Islam tersebut. Kita tidak pernah membantu para pembangkang melakukan apa pun, khususnya pada tahun 2009. Setahun atau lebih yang lalu kami tidak menanggapi demonstrasi Mahsa Amini di seluruh penjuru Iran. Sudah waktunya untuk menghadapi sumber sebenarnya dari sebagian besar permasalahan Timur Tengah, yaitu Teheran.
T: Apakah ada konsekuensi bagi para wartawan yang menyertai aksi pembantaian yang dilakukan Hamas?
A: Nama-nama mereka sudah dicatat dan ditegur. Saya tidak tahu apakah mereka sudah dipecat apalagi diberi sanksi.
T: Sementara itu, pembantaian sedang terjadi Rusia, Ukraina terus menghadapi perang tanpa memprotes pembunuhan terhadap warga sipilnya yang tidak bersalah. Mengapa pendekatannya berbeda? Mengapa, ketika Israel bertindak, ada pengawasan yang begitu ketat?
J: Bukan hanya Ukraina. Tetapi apakah Anda tahu pemberontakan 27 September (27/10), bukan tanggal 7/10 tetapi 27/10? Sebuah pemberontakan yang terjadi di Myanmar, di Burma? Ia merepresentasikan upaya besar dari para pemberontak untuk menggulingkan pemerintahan militer yang mengerikan di sana. Namun Anda harus berusaha keras untuk menemukan berita apa pun yang keluar darinya. Apalagi kasus Sudan, atau Kongo bagian timur. Atau zona konflik lain yang jauh lebih besar. Ketika orang Barat memerangi orang non-Barat –orang Amerika di Irak atau orang Perancis di Afrika Barat – ia menjadi berita. Terlebih lagi jika orang-orang itu adalah orang Yahudi di Barat. Ia mendapatkan jauh lebih banyak perhatian dibandingkan ketika orang non-Barat melawan orang non-Barat.
T: Bagaimana dengan Rusia? Di pihak mana dia berada?
Kehancuran tambahan yang tidak diharapkan dari Perang Hamas-Israel: Claudine Gay menjadi Presiden Universitas Harvard.
J: Tragedi 7 Oktober punya banyak dampak yang tidak pernah Anda duga. Seperti dampaknya terhadap kepemimpinan di Universitas Harvard. Dampak lain adalah ia malah semakin mendekatkan hubungan Rusia dengan Iran. Konon, Rusia tidak butuh lebih banyak permusuhan lagi, sehingga tidak membuat masalah bagi Israel secara sembarangan. Ada gencatan senjata tertentu antara Rusia dan Israel, khususnya di Suriah. Mereka menghindari membuat masalah satu sama lain. Mungkin hal itu akan terjadi di masa depan, tetapi tidak sekarang.
T: Apakah ada kemungkinan perang Israel-Hamas semakin memanas? Apakah ada indikasi bahwa perang ini dapat menyebar ke Iran, Amerika Serikat dan negara-negara besar yang terlibat dalam hal ini?
J: Perang itu sudah ada berdampak. Contohnya: berdampak atas Yaman, Amerika Serikat dan Inggris. Perang bisa menyebar ke Libanon. Tidak saya pikirkan bahwa Pemerintah Suriah mencari masalah dengan Israel. Tetapi perang bisa saja menyebar melalui cara lain. Berbagai laporan menunjukkan bahwa pemberontak dan konspirasi Iran sedang bergerak di Yordania. Ada lebih banyak implikasi daripada yang saya bayangkan tiga bulan lalu. Secara khusus, gangguan dari Faksi Houthi terhadap perdagangan dunia berpotensi menimbulkan berbagai macam masalah. Bagaimana jika mereka meledakkan kapal tanker minyak?
Topik Terkait: Konflik & diplomasi Arab-Israel.
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL