Dalam sebuah pemungutan suara yang tercapai dengan suara bulat pada 17 Mei lalu, Senat AS mengesahkan Justice Against Sponsors of Terrorism Act (Undang-Undang tentang Keadilan Melawan Pendana Terorisme---JASTA). Undang-undang itu mengijinkan korban serangan teror beserta anggota keluarga mereka yang masih hidup di tanah Amerika Serikat untuk mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintah asing yang mendukung terorisme. Secara khusus, undang-undang itu mengijinkan adanya gugatan hukum terhadap Pemerintah Arab Saudi karena diduga berperan dalam tragedi berdarah Gedung World Trade Center (Menara Kembar Perdagangan Dunia ---WTO) di New York, 11 September 2001.
Tatkala mengajukan argumentasi seputar undang-undang itu, Senator Chuck Schumer menegaskan bahwa, "Jika Arab Saudi tidak terlibat dalam aksi terorisme ini, mereka sama sekali tidak perlu takut untuk ke pengadilan. Jika lakukan, mereka seharusnya diminta bertanggung jawab."
Para pendukung JASTA Senator John Cornyn (Wakil dari Texas) dan Senator Chuck Schumer (Wakil dari New York) keluar dari konperensi pers pada 17 Mei lalu. |
Menghadapi undang-undang itu, Arab Saudi mengancam hendak menjual murah saham mereka dalam obligasi Pemerintah AS. Digosipkan masyarakat luas, jumlah obligasinya konon mencapai $ 750 miliar (sekitar 10.000 triliun), tetapi angka-angka terbaru yang terungkap mengindikasikan jumlahnya tidaklah mengesankan, hanya $117 billion (sekitar Rp 1.521 triliun).
Tetapi, seminggu kemudian, menjadi jelaslah mengapa JASTA disahkan Senat tanpa ada yang menentangnya. Pada menit-menit terakhir, Schumer menyisipkan pernyataan tambahan yang justru membatalkan tujuan undang-undang itu sendiri. Paul Sperry, yang membocorkan kisah ini kepada Suratkabar New York Post, menjelaskan:
"Bagian itu dihapus pada menit-menit terakhir. Bagian itu adalah soal "Stay of Actions Pending State Negotiations' (Penundaan Tindakan Menanti Negosiasi Negara). Bagian ini memberikan kesempatan kepada menteri luar negeri untuk sekedar "mensertifikasi" bahwa Amerika Serikat "terlibat dalam diskusi dengan niat baik bersama para terdawa negara asing terkait dengan resolusi klaim kepada negara-negara asing."
Jaksa Agung sebaliknya bisa mengajukan petisi kepada pengadilan untuk menambahkan masa tinggal untuk "tambahan 180 hari," yang efektif menunda adanya gugatan hukum terhadap Arab Saudi hingga waktu yang tidak terbatas.
Selain itu, DPR AS tampaknya tidak akan menerima Undang-undang itu. Penyebabnya karena Obama menentangnya dan Pemerintah Arab Saudi sudah memobilisasi massa untuk menentang. Di samping itu, pemungutan suara itu memang tampak, seperti disebut Sperry, "sebuah omong kosong yang kejam."
Tindakan-tindakan licik seperti inilah yang menyebabkan orang bersemangat untuk memberikan dukungan kepada Kalangan Kiri (Sanders) dan Kalangan Kanan (Trump) bagi pada kandidat presiden yang menjanjikan adanya integritas dalam pemerintahan.