Moncef Marzouki, Presiden Tunisia yang berkuasa sejak 2011 hingga 2016 pernah menulis sebuah analisis yang meramalkan kejatuhan Islamisme, seperti yang pernah saya lakukan. Berikut ini, saya kutip dari MiddleEastEye.net ikhtisar dan terjemahan asli tulisannya yang berbahasa Arab yang muncul dalam Aljazeera.net.
Mantan Presiden Tunisia Moncef Marzouki, terlihat sini berada di Council on Foreign Relations (Dewan Hubungan Luar Negeri) pada Septembar 2013. Di sinilah dia meramalkan semakin dekatnya kemerosotan Islamisme. |
Marzouki adalah aktivis hak asasi berhaluan liberal. Ia kembali dari tempat pembuangan setelah revolusi popular meledak berhasil menurunkan diktator Zine El Abidine Ben Ali. Dia menjadi presiden berdasarkan kesepakatan power sharing atau pembagian kekuasaan menyusul Pemilu parlemen pertama yang dilakukan secara bebas, Oktober 2011. Dia kemudian memimpin pemerintahan yang didominasikan oleh Partai Radikal Islam, Ennahda. "Kami tidak punya sudut pandang yang sama soal hak asasi wanita, hak asasi manusia dan seterusnya," ratapnya kepada Majalah Time pada 2012 lalu.
Dalam artikel ini, Marzouki mulai dengan menempatkan Islamisme dalam konteks tiga isme lainnya: nasionalisme, pan-Arabisme dan komunisme, yang semuanya sudah merosot. Kini, kita "bakal melihat merosotnya gelombang isme keempat, Islamisme setelah menyaksikan peluncurannya pada awal era 1970-an kemudian memuncak pada penghujung era 1990-an."
Seperti isme lain, "Islamisme meluaskan akibat masyarakat ingin menyelesaikan semua atau sejumlah masalahnya." Kini, pertanyaan-pertanyaan aneh" sedang diajukan: "Sudahkah anda penuhi semua janji anda? Apakah anda menghayati harapan yang tinggi yang dibebankan kepada anda? Pada akhirnya, apakah yang anda capai?"
Dia memang memperhatikan prestasi mencolok kaum Islam radikal akhir-akhir ini, namun menolaknya. Ia ingat bahwa Uni Soviet " terlihat sebagai kekuatan yang bakal bertahan selama ratusan tahun mendatang," tetapi kenyataannya, "runtuh bagai kardus. Walau bertahap, tidak banyak orang meramalkannya. Itulah persis yang sedang terjadi sekarang ini dengan kaum radikal Islam masa kini."
Sebagian besar partai-partai radikal Islam kehilangan arah dan "berubah bentuk menjadi partai-partai sayap kanan yang mencari tempat dalam kekuasaan," tanpa peduli dengan moralitas atau nilai-nilai dasar (principle). Kaum radikal Islam "memanfaatkan selubung ideologis untuk tirani yang...represif dan korup."
Marzouki menyebutkan sebagian besar kelompok bersenjata kaum radikal Islam sebagai "bencana terbesar masa kini yang bangsa-bangsa Arab dan Muslim---sedang hadapi. "Berkat mereka, seluruh dunia menganggap kita sebagai bangsa yang tidak punya apa-apa yang bisa ditambahkan selain mengembangbiakan terorisme. Kita dipersepsi sebagai ancaman bagi seluruh dunia lainnya."
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 2013, saya bahas bahwa berbagai gerakan radikal Islam kini semakin terpecah sesuai aliran sektarian, ideologis, politik serta taktiknya (masalah ini selanjutnya saya diskusikan lebih rinci di sini). Andaikata kecenderungan memecah belah ini terus berlangsung, maka gerakan radikal Islam bakal hancur, seperti fasisme dan komunisme," tulis saya. "sehingga tidak lebih dari sekedar ancaman peradaban yang menimbulkan kehancuran yang luar biasa, namun tidak bisa bertahan menang."