Apa yang saya juluki sebagai "tindakan berbalik arah yang cepat dan keras menghantam Israel" yang dilakukan oleh Pemerintahan Obama menghasilkan tiga hal. Cepat, dapat diprediksi dan kontra-produktif. Ketiga kenyataan ini memperlihatkan kesulitan yang lebih lanjut pada masa datang.
Hasil pertama: Keputusan Barack Obama untuk bersikap keras terhadap Israel berubah menjadi meningkatnya tuntutan warga Palestina terhadap Israel. Pada awal bulan Juli, Ketua Otoritas Palestina (Palestine Authority---PA) Mahmoud Abbas dan Saeb Erekat, perunding utamanya, memaksakan lima konsesi sepihak atas Israel:
- Adanya Negara Palestina merdeka;
- Wilayah Israel mengecil, disesuaikan Kembali dengan perbatasan sebelum Juni 1967, dikurangi dengan tanah Palestina yang menjembatani Kawasan Tepi Barat dan Jalur Gaza;
- Warga Palestina "berhak untuk kembali" ke Israel;
- Resolusi yang berkaitan dengan semua isu status tetap berbasiskan pada Abdullah plan (rencana yang dirancang oleh Raja Abdullah dari Arab); dan
- Orang Yahudi sepenuhnya berhenti membangun di kawasan Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
Orang Palestina dan Amerika adalah khalayak yang dimaksudkan untuk daftar pendahuluan ini; Tuntutan selangit seperti itu, menurut catatan, hanya mengurangi kesediaan Israel untuk membuat konsesi.
Bekas Hotel Shepherd di Yerusalem Timur. |
Hasil kedua: Pemerintah AS menerima perintah penuh paksaan dari Abbas lalu meneruskannya kepada Israel. Kepada Amerika, Abbas mengeluh bahwa pembangunan 20 apartemen berikut garasi bawah tanahnya di lingkungan Shimon Hatzadik di Yerusalem timur, 1,4 kilometer di utara Kota Tua, akan menggeser keseimbangan demografi Yerusalem. Departemen Luar Negeri AS pun lalu segera memanggil Duta Besar Israel untuk Washington, Michael Oren pada 17 Juli dan memerintahkannya menghentikan proyek pembangunan tersebut.
Beberapa latar belakang persoalan: Kaum Zionis membangun lingkungan Shimon Hatzadik pada tahun 1891 dengan membeli tanah dari orang Arab. Belakangan, akibat kerusuhan warga Arab dan penaklukan Yordania, mereka meninggalkan daerah itu. Amin al-Husseini mufti pro-Nazi Yerusalem, mendirikan sebuah bangunan pada tahun 1930-an yang kemudian berfungsi sebagai Hotel Shepherd (jangan bingung dengan Hotel Shepheard yang terkenal di Kairo). Setelah tahun 1967, Israel menetapkan tanah itu sebagai "properti yang tidak ada" (absentee property). Irving Moskowitz, seorang pengusaha Amerika, lalu membeli tanah tersebut pada tahun 1985 dan menyewakannya kepada polisi perbatasan hingga tahun 2002. Perusahaannya, C and M Properties, mendapatkan izin lengkap dua minggu lalu untuk merenovasi hotel dan membangun apartemen di atas tanah tersebut.
Hasil ketiga: Tuntutan AS mendorong Israel memutuskan untuk tidak mau tunduk namun justru menegaskan kembali posisi tradisionalnya. Dutabesar Oren pun menolak permintaan Departemen Luar Negeri AS. Perdana Menteri Binyamin Netanyahu, yang mengaku "terkejut" dengan tuntutan AS, meyakinkan rekan-rekannya, "Saya tidak akan menyerah karena tekanan AS dalam masalah ini."
Secara terbuka, Netanyahu menutup pintu atas persoalan konsesi. Bersikeras bahwa kedaulatan Israel atas Yerusalem "tidak dapat ditentang," ia lantas memperingatkan bahwa "penduduk Yerusalem boleh membeli apartemen di seluruh bagian kota." Dengan tegas ia peringatkan bahwa "dalam beberapa tahun terakhir ratusan apartemen di lingkungan Yahudi dan di bagian barat kota tersebut" telah dibeli– atau disewakan kepada – penduduk Arab dan kami tidak ikut campur.
"Ini berarti bahwa tidak ada larangan bagi warga Arab untuk membeli apartemen di bagian barat kota dan tidak ada larangan bagi orang Yahudi untuk membeli atau membangun apartemen di bagian timur kota. Ini kebijakan kota yang terbuka, yang tidak terbagi yang tidak terpisahkan menurut agama atau afiliasi nasional."
Kemudian, kalimat penutup Netanyahu disampaikan secara pedas: "Kami tidak bisa menerima gagasan bahwa orang Yahudi bakal tidak berhak untuk tinggal dan membeli di seluruh wilayah Yerusalem. Saya hanya bisa jelaskan pada diri saya sendiri apa yang akan terjadi jika seseorang mengusulkan agar orang Yahudi tidak boleh tinggal di lingkungan tertentu di New York, London, Paris atau Roma. Tentu saja akan ada kecaman dari dunia internasional yang penting. Oleh karena itu, kami tidak dapat menyetujui keputusan seperti itu di Yerusalem."
Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman menegaskan hal yang sama. Sementara itu, Yuli Edelstein, Menteri Penerangan dan Diaspora Israel menambahkan bahwa tuntutan AS "membuktikan betapa berbahayanya jika persoalan itu terseret masuk dalam perundingan mengenai penghentian pembangunan pemukiman (settlement freeze). Perundingan seperti itu bakal berdampak pada adanya tuntutan untuk sepenuhnya melarang (freeze) kita untuk hidup di seluruh Negara Israel."
Sejak tanggal 27 Mei, ketika Pemerintahan Obama memulai serangannya atas "pemukiman" Israel, mereka menunjukkan sikap naif yang tidak bisa diduga; Apakah pemerintahan ini benar-benar harus mempelajari kembali fakta yang sudah diketahui umum bahwa Washington sudah gagal sebagai bos yang memerintah sekutu utamanya di Timur Tengah? Kala itu, Amerika memperlihatkan tingkat ketidakmampuan mereka dengan memilih untuk bentrok soal isu yang ada konsensus dari pihak Israel. Bukan menolak soal "pos terdepan" yang terpencil. Namun berkonflik seputar wilayah Yerusalem yang punya silsilah Zionis yang bisa dilacak sejak tahun 1891.
Berapa lama sampai Obama memahami kesalahannya dan menarik diri dari kesalahannya? Sementara itu, berapa banyak kerusakan yang akan dia timbulkan?
Pemutakhiran 27 Juli 2009: Untuk mendapatkan kisah andal seputar tempat yang dipersengketakan itu, lihat tulisan Nadav Shragai, "The U.S.-Israeli Dispute over Building in Jerusalem: The Sheikh Jarrah-Shimon HaTzadik Neighborhood."
Pemutakhiran 28 Juli 2009: Untuk melihat sedikit perbaikan terkait dengan geografis pada tulisan saya, lihat komentar Elliot A. Green bertajuk, "Clarification about Shimon haTsadiq quarter."
Pemutakhiran 23 Maret 2010: Pihak berwenang sudah memberikan persetujuan akhir untuk Pembangunan 20 unit perumahan di Kompleks Hotel Shepherd. Keputusan ini dibuat pada saat sulit, seperti yang dijelaskan Arutz Sheva:
Pemerintahan Obama menciptakan persoalan diplomatik yang keras menghebohkan dengan Israel dua minggu lalu mengenai proyek pembangunan lain di Yerusalem. Ia menuduh Israel sengaja mengumumkan persetujuan pembangunan 1.600 unit rumah di Ramat Shlomo dengan tujuan hendak mempermalukan Wakil Presiden Joe Biden yang sedang berkunjung. Masih harus dilihat apakah pengumuman terkait Hotel Shepherd akan menimbulkan kemarahan serupa di pihak AS. Yang kemungkinan besar juga akan melakukan protes adalah Pemerintah Inggris, yang sangat sensitif terhadap proyek tersebut karena terletak di sebelah Konsulat Inggris.
Pemutakhiran 9 Januari 2010: Bulldozer meruntuhan Hotel Shepherd kecuali bagian depan hotel. Menteri Luar Negeri A.S Hillary Clinton lantas mengumumkan bahwa perobohan hotel ini merupakan sebuah "perkembangan yang mengganggu."
Bulldozer merobek danmeruntuhkan bagian Hotel Shepherd, Jerusalem. |
Topik Terkait: Konflik & diplomasi Arab-Israel, Kebijakan AS
Artikel Terkait:
- Trump's Mideast 'Deal of the Century' May Be a Raw One for Israel
- Mr. Palestine?
- Bush on Israel: Heartburn for All
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.