Teman-teman Israel di Amerika cenderung mengagumi kebijakan-kebijakan Negara Yahudi sebagai berani sehingga menyalahkan pemerintah asing. Terutama menyalahkan pemerintah mereka sendiri ketika Yerusalem membuat kesalahan ketika berhubungan dengan Palestina. Seperti misalnya yang terjadi pada kasus Perjanjian Oslo tahun 1993, penarikan sepihak Israel dari Gaza tahun 2005, bencana 7 Oktober 2023 dan kegagalan militer Israel dalam delapan bulan untuk mengalahkan mengalahkan Hamas.
Saya minta diri untuk berbeda pendapat. Tanpa bermaksud membela tindakan Washington, Israel pun melakukan kesalahan besar. Secara khusus, pemerintahan dan lembaga keamanan di negara tersebut cenderung terlampau menggantungkan diri pada teknologi. Cenderung memperhatikan perbaikan jangka pendek dan terlampau suka berdamai.
Perhatikan poin terakhir: walau Israel memiliki keunggulan ekonomi dan militer yang besar dibanding musuh Palestinanya, para pemimpin Israel, dengan sedikit pengecualian, berusaha berdamai dengannya. Bukan berusaha untuk mengalahkannya. Negara Yahudi itu secara taktis memang melancarkan aksi kekerasan, namun secara strategis ia justru berupaya mengakhiri konflik melalui kombinasi yang aneh. Ia berupaya memperkaya sekaligus menenangkan warga Palestina. Pendekatan ini menjelaskan kesulitan yang ada saat ini.
Rokok Inggeris bermerek V menyimbolkan kemenangan terjadi di mana-mana menjadi tujuan tertinggi negara-negara Sekutu ketika Perang Dunia II. |
Saya bukan orang Israel. Walau demikian, saya menjadi saksi selama 55 tahun dari kesalahan memilukan yang dilakukan oleh satu-satunya sekutu sejati Amerika di Timur Tengah itu. Dan itu mendorong saya untuk mengembangkan paradigma alternatif. Sebuah paradigma yang menggantikan tujuan perdamaian post-moderen dengan tujuan yang selama ini digunakan oleh pihak yang kalah.
Sebagai sejarahwan, saya memahami bahwa konflik biasanya berakhir ketika salah satu pihak menyerah kalah perang. Ingat kasus Perang Saudara AS, Perang Dunia II dan Perang Vietnam. Menerapkan wawasan universal ini pada konflik Palestina-Israel membuka kemungkinan menarik untuk menyelesaikan konflik abad lalu yang paling sulit diselesaikan dan penuh emosi: Palestina kalah dan peperangan berakhir.
Jawaban yang tak terelakkan pun muncul: "Mengingat banyaknya hambatan internal dan eksternal terhadap Israel, bagaimana mungkin Israel bisa membuat warga Tepi Barat dan Gaza merasa kalah?"
Jawaban rinci atas persoalan ini saya jelaskan dalam buku saya yang baru saja diterbitkan. Tajuknya, Israel Victory: How Zionists Win Acceptance and Palestines Get Liberated (Wicked Son). Penjelasan itu memusatkan perhatian pada pusat gravitasi Palestina. Artinya, (sebagaimana didefinisikan oleh ahli teori perang Carl von Clausewitz), "sumber penting kekuatan ideologis dan moral Palestina, yang jika dilanggar, maka perang tidak mungkin dilanjutkan."
Dalam kasus ini, pusat gravitasinya bukan berada pada kepemimpinan, milisi, perekonomian, tanah, atau dalam kesucian agama (religious sanctity). Namun terletak pada harapan. Harapan warga Palestina untuk menghancurkan Israel dan menggantikannya dengan Palestina. Selaras dengan itu, tujuan Israel adalah memadamkan harapan itu sekaligus menggantinya dengan perasaan putus asa warga Palestina.
Otoritas Palestina (PA) dan Hamas sama-sama secara tegas menyerukan penghancuran Israil untuk digantikan dengan Palestina. |
Untuk mencapai hal ini dipersyaratkan adanya dua elemen; yang satu destruktif dan satunya lagi konstruktif.
Elemen destruktif: Israel dan Palestina bersama-sama mencela institusi Palestina yang sedang berkuasa yaitu Hamas dan Otoritas Palestina (Palestine Authority---PA). Namun sebelum 7 Oktober 2023, tidak ada yang menentang mereka. Israel lebih menyukai setan yang diketahuinya sementara masyarakat Palestina tidak punya kekuatan untuk menentang mereka.
Tanggal 7 Oktober mengubah kalkulus. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan banyak pemimpin politik, militer, dan intelektual negara lain dengan tegas menyerukan supaya Hamas dihancurkan. Dan, penghancuran Hamas seharusnya menjadi tujuan IDF yang tepat, yang tidak dibatasi oleh banyaknya sandera yang ditahan oleh pihak Hamas. Otoritas Palestina, yang menegaskan kebangkrutan moralnya dengan menyetujui 7 Oktober, bisa Yerusalem runtuhkan cukup dengan membiarkannya kelaparan tanpa memberikannya dana.
Elemen Konstruktif: Setelah bebas dari perbuatan jahat keji Hamas dan PA, Israel kemudian dapat membangunnya kembali dengan bekerja sama dengan semakin banyak warga Palestina yang siap menerima kenyataan dengan fakta keberadaan Israel sehingga berusaha mengambil manfaat darinya. Hal ini berarti, pertama-tama, membangun pemerintahan di Gaza dan Tepi Barat dengan bekerja sama langsung dengan warga Palestina yang moderat. Ini yang hampir belum pernah Yerusalem lakukan. Bersama-sama, musuh-musuh lama ini dapat membangun pemerintahan yang baik, yang dapat disamakan dengan apa yang terjadi di Mesir atau Yordania.
Kedua, hal ini berarti mendukung suara kelompok moderat sekaligus memperbesar suara pesan Palestina dalam bahasa Arab yang menyerukan diakhirinya sikap negatif anti-Zionis yang sia-sia selama satu abad. Caranya, dengan menghargai Pemilu Israel, supremasi hukum, kebebasan berpendapat dan beragama, hak kaum minoritas, struktur politik yang tertib dan keuntungan-keuntungan lain yang mereka inginkan untuk mengakhiri penolakan sia-sia terhadap Israel demi membangun sesuatu yang positif.
Ironisnya, pengalaman akan kekalahan yang pahit justru jauh lebih bermanfaat bagi warga Palestina dibandingkan dengan bagi Israel. Situasi itu pada akhirnya memungkinkan mereka untuk keluar dari racun nihilisme yang berkepanjangan. Mereka akhirnya dapat membangun pemerintahan, ekonomi, masyarakat dan budaya yang layak untuk menghasilkan masyarakat yang trampil, bermartabat dan ambisius. Anggap saja mereka sebagai versi mini dari Jerman dan Jepang pada tahun 1945.
Namun hal ini hanya akan terjadi jika Yerusalem melanggar tradisi untuk berdamai dan sebaliknya berupaya menang. Amerika harus mendesak supaya perubahan ini terjadi. Namun, Israel yang akhirnya harus menjalankan langkah penting yang membuatnya mampu keluar dari jebakan sejarah satu abad kaum Zionis. ***
Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) adalah Presiden Middle East Forum (Forum Timur Tengah) dan pengarang buku Israel Victory. © 2024 by Daniel Pipes. All rights reserved.