Mesir selama berabad-abad dikenal sebagai "Keranjang Roti Mediterania." Gelar itu kini menghilang. Negara itu justru menghadapi bahaya kekurangan makanan. Sebuah laporan yang terus terang sekaligus mengejutkan dalam suratkabar Al-Ahram, Kairo, oleh Gihan Shahine, berjudul "Makanan demi Kestabilan" menjelaskan sejauh mana krisis melanda negeri itu.
Dua anekdot kami saya untuk mengawali tulisan ini. Konon ada seorang gadis, Samar, 20 tahun dipaksa menikahi saudara sepupunya oleh sang ayah. Pertimbangan sang ayah, sang sepupu mampu menyediakan rumah dan memberikan makanan kepada anaknya, Samar. Bukannya hidup dengan cukup makan, Samar suatu ketika melaporkan bahwa mereka "hanya makan kentang goreng dan terong untuk makan malam selama satu pekan." Adik-adiknya, yang berusia 10 dan 13 tahun terpaksa keluar dari sekolah untuk bisa mencari kerja. Selain kurus, keduanya juga menderita anemnia kronis
Anekdot lainnya tentang Manal, seorang perawat dan ibu tunggal. Ia pun tidak bisa memberikan makan kepada empat anaknya. "Dulu, kami biasa menyimpan kubis dan beras. Kami akan makan ketika tidak punya uang. Tetapi sekarang, kubis dan beras sekalipun pun kadangkala tidak dapat kami beli karena harganya mahal. Anak-anak kami selalu menderita kurang gizi. Tetapi situasi sekarang bahkan tambah buruk.
Mesir memiliki angka obesitas orang dewasa dan anak kerdil paling tinggi di dunia.. |
Kondisi anak-anak itu bukan hal yang aneh. Menurut Program Pangan Dunia PBB, gizi buruk memperlambat tumbuh kembang 31 persen anak Mesir yang berusia antara enam bulan hingga lima tahun. Angka ini merupakan salah satu dari angka tertinggi dunia. Satu dalam lima warga Mesir menghadapi situasi rawan panga dan "semakin meningkatnya jumlah orang yang tidak mampu membeli cukup makanan yang bergizi," menurut Future Directions International, sebuah lembaga Australia. Guna mengisi perut mereka yang lapar, warga miskin Mesir mengandalkan berbagai makanan bergizi rendah namun padat kalori (misalnya makanan yang terbuat dari kanji yang tidak enak bernama kushari) yang menyebabkan kekurangan gizi sekaligus kegemukan. Dan sebesar 5,2 persen penduduk negeri itu sebetulnya bakal kelaparan, sebuah badan resmi Mesir, CAPMAS, melaporkan.
Banyak factor berkontribusi pada krisis kelaparan Mesir. Kita mulai dari faktor yang paling dalam hingga factor yang paling dangkal atau sederhana yang mencakup:
Kebijaksanaan pemerintah yang tidak baik: Kairo terus saja lebih mengutamakan masyarakat perkotaan ketimbang masyarakat pedesaan. Hal ini menyebabkan berkurangnya penelitian dalam bidang pertanian, kurangnya dukungan keuangan, monopolsi sektor swasta, subsidi berat sebelah, penyelundupan barang, korupsi dan pasar gelap. Para petani menderita kekurangan panga menyusul mahalnya bibit, pupuk dan pestisida yang bermutu rendah. Tetapi yang paling merusak dari semua ini adalah pengurangan lahan subur karena pemerintah sendiri terlibat dalam perluasan pemukiman yang tidak sah dan tidak terbatas.
Bergantung pada makanan import: Secara historis, Mesir adalah negara yang swasembada pangan. Namun kini Mesir, menurut FDI—mengimpor 60 persen makanannya. Negeri itu hanya mampu untuk tetap memenuhi sebagian besar kebutuhan buah dan sayuran namun bergantung penuh pada asing, khususnya berkaitan dengan padi-padian. Gula, daging dan minyak goreng. Negara itu mengimpir 2/3 dari gandum (10 juta ton dari total 15 juta ton yang menjadikannya pengimpor gandum terbesar dunia), 70 persen kacang-kacangan, 99 persen miju-miju. Tidak kebetulan bahwa budidaya miju-miju memang menurun dari 85.000 akre (atau sekitar 40 ribu hektar) hingga menjadi kurang 1.000 akre (atau sekitar 465 hektar). Sumbangan negara-negara pengekspor minyak yang baik kepada negeri itu sebesar 20 miliar dolar Amerika pada 2013, kini menjadi sangat penting untuk mendanai impor makanan. Orang tentu bisa bertanya-tanya, berapa lama subsidi ini berlanjut.
Warung Kushari menawarkan makanan yang terbuat dari berbagai jenis tepung seperti pasta, kentang dan nasih dengan siraman saus di atasnya. |
Kemiskinan: Ketergantungan pada pasar internasional yang terus berubah-ubah semakin jauh berisiko kini kala Mesir menjadi sangat miskin merana. Sebelumnya, angka GDP nyata negeri itu adalah 6,2 persen namun jatuh menjadi 2,1persen pada 2012-2013, urai sebuah laporan WFP. Angka pengangguran mencapai sekitar 19 persen. Panen kapas, yang pada masa lalu pernah menjadi kebanggaan Mesir, menyaksikan penurunan produksi dari 11 persen dalam satu tahun pemasaran tunggal, 2012 hingga 2013. Sebanyak 87 persen kaum muda hidup dalam kemiskinan sementara 24 persen lainnya hidup hanya di atas sedikit garis kemiskinan. CAPMAS, melaporkan ada peningkatan kemiskinan 1 persen dalam satu tahun saja.
Kurangnya air: Pada masa lalu, Mesir membanggakan sungai Nil sebagai berkat. Limpahan pasokan Sungai Nil kini berkurang 20 miliar meter kubik pertahun akibat jumlah penduduk yang terus meningkat, irigasi yang tidak efisien sehingga berdampak pada berkurangnya produksi makanan Mesir. Kondisi itu semakin parah seiring dengan pembangunan sejumlah bendungan baru yang kini sedang dikerjakan di Sungai Nil Biru di Etiopia, sehingga kekurangan air yang semakin parah bakal terjadi dalam dekade ini.
Krisis-krisis masa kini: FDI mencatat ada berbagai krisis melanda negeri itu. Ada epidemi flu burung pada 2006, krisis makanan, minyak dan keuangan pada 2007-09, pukulan akibat lonjakan harga makanan dunia pada 2010 termasuk memburuknya situasi ekonomi akibat ketidakstabilan politik sejak Revolusi 2011.
Mampukah pemerintahan baru Abdel-Fattah el-Sisi menanggapi kemelut itu tepat waktu sehingga mampu memperbaiki kecenderungan bencana ini? Saya pesimis. Jutaan kaum Wanita Kairo yang mengambang memiliki kekuatan politik yang jauh lebih besar dibanding kaum Fellahin, para petani yang semakin banyak jumlahnya yang diam-diam mengubah ladang-ladang mereka. Lebih jauh lagi, beragam masalah mendesak telah menganggu perhatian kepemimpinan dari krisis sistematis jangka panjang seperti upaya untuk meningkatkan produksi makanan misalnya. Isu-isu itu mulai dari sikap tidak puas pekerja pabrik hingga pemberontakan Persaudaraan Muslim hingga gencatan senjata Hamas – Israel.
Kepentingan para petani Mesir (fellahin), berada pada peringkat rendah pada daftar prioritas kerja pemerintah |
Kelaparan di Mesir masih merupakan masalah endemik dan mendalam lain dari kawasan Timur Tengah. Pihak luar tidak bisa menyelesaikan bebagai masalah itu, selain hanya sekedar untuk melindunginya dari bencana.