Catatan: (1) Dua transkrip sesuai dengan dua video. Transkrip pertama berisi pengantar kata Daniel Pipes yang sedikit diedit di sana sini untuk mempertajam gayanya. Transkrip kedua berisi pembicaraan saling memberi dan menerima antara dia dan Geert Wilders dari Belanda. (2) Peristiwa itu terjadi di Gedung Parlemen Denmark. (3) Untuk menjelaskan paragraph keempat pengantar kata, Pipes secara khusus merujuk kepada Wilders, Robert Redeker, Lars Vilks, Kurt Westgergaard dan Lars Hedegaard karena mereka semua hadir memberikan ceramah. Sebetulnya, Pipes merupakan satu-satunya dari enam panelis yang tidak sedang berada dalam perlindungan polisi.
Pengantar Kata
Banyak terima kasih, Sangat menyenangkan bagi saya untuk berada di sini.
Ijinkan saya memulai pembicaraan dengan mengenang kembali tanggal 2 Nopember 2004. Kebetulan, hari itu merupakan hari Pemilu di Amerika Serikat, ketika George Bush mengalahkan John Kerry. Hari yang sangat menyenangkan. Kala itu saya sedang berada di Kalifornia dan dibangunkan sekitar pukul enam pagi oleh seorang teman yang memberi tahu saya tentang pembunuhan itu. Saya kemudian berangkat ke Studio Al- Jazeera, di mana saya berdebat dengan seorang anggota Islamis yang membenarkan aksi itu karena menurut dia Theo Van Gogh terlibat dalam provokasi. Itulah hari yang pantas dikenang sekaligus mengerikan.
Yang dapat saya lakukan adalah meneliti masalah itu. Tidak sekedar masalah yang berkaitan dengan sepuluh tahun sejak hari mengerikan itu terjadi, tetapi dua puluh lima tahun semenjak Salman Rushdie mempublikasikan karyanya The Satanic Verses. Saya melihat ada pola yang dimulai pada tahun itu dan pola itu berulang-ulang kali terjadi.
Pola itu pertama kali terjadi pada 1989, dengan Salman Rushdie dan The Satanic Verses-nya. Pada 2004, terjadi pembunuhan Theo Van Gogh yang diikuti upaya untuk melindungi Geert Wilders. Pada 2006, Robert Redeker terpaksa bersembunyi. Setahun kemudian, pada 2007, Lars Vilks terpaksa harus melakukan hal yang sama. Kurt Westergaard mengalaminya tiga tahun kemudian, dia pun diserang pada 2010. Lars Hedegard pun diserang pada 2013. Pola itu terjadi pada banyak orang lain lagi di dalam ruangan ini.
Berkali-kali ketika serangan terjadi, kita melihat ada satu pola mengemuka. Pertama-tama masyarakat Barat mengatakan atau melakukan sesuatu yang penting terhadap Islam. Masyarakat Muslim pun menanggapinya dengan memaki-maki dan marah-marah menuntut pernyataan ditarik diikuti ancaman untuk mengajukan gugatan hukum yang berbarengan dengan aksi kekerasan. Akhirnya, masyarakat Barat pun hanya begitu-begitu saja, berbicara tanpa ujung pangkal, berdebat ke sana kemari lalu pada akhirnya mengalah.
Saya ingin memperlihatkan dua pemikiran penting. Pertama, bahwa hal-hal ini akhirnya benar-benar bukan soal kebebasan berbicara. Ya, medannya memang kebebasan berbicara, tetapi masalahnya adalah peradaban Barat. Memang benar ada kebebasan berbicara tetapi persoalannya lebih kepada medan kebebasan berbicara itu sendiri. Masalahlah apakah peradaban baru bakal bertahan hidup dan berkembang atau tidak. Kedua, seiring dengan apa yang saya sebutkan sebagai Perintah Atas Rusdhie (Rusdhie Rules), maka hak masyarakat Barat untuk mengatakan hal penting, hal-hal yang provokatif tentang Islam menurun selama 25 tahun terakhir
Dengan Perintah Rushdie, saya merujuk kepada maklumat Ayatollah Khomeini, 14 Februari 1989 ketika pemimpin tertinggi Iran itu menonton televisi bagaimana warga Pakistan menanggapi dengan aksi kekerasan penerbitan novel Rushdie berjudul The Satanic Verses. Marah dengan apa yang dilihatnya, Khomeini pun lantas mengeluarkan maklumat yang mengancam kehidupan Rushdie.
Aksi ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Tidak pernah sebelumnya orang melakukan hal yang di luar kekuasaannya (remotely) seperti ini. Kepala sebuah pemerintahan menyerukan eksekusi mati terhadap seorang novelis yang berdiam di negara lain. Tindakan ini mengejutkan semua orang, mulai dari para pejabat yang memerintahkan Iran hingga Rushdie sendiri. Tidak seorang pun membayangkan bahwa sebuah novel gaib dan realis, dengan orang-orang yang jatuh dari pesawat dan bertahan hidup, binatang yang berbicara dan seterusnya, bisa menimbulkan kemarahan penguasa Iran. Tidak seorang pun mengharapkan hal ini.
Maklumat ini mengarah kepada munculnya serangan-serangan fisik terhadap berbagai toko buku di Italia, Norwegia dan Amerika Serikat. Termasuk serangan kepada para penterjemah novel The Satanic Verses di beberapa negara. Aksi kekerasan paling besar meledak di Turki di mana 36 orang tewas terbunuh dalam insiden itu, termasuk serangan terhadap penterjemah novel. Kekerasan lain di negara-negara Muslim menyebabkan 20 orang tewas.
Maklumat Khomeini mengandung empat unsur yang berbeda.
Unsur pertama dan terpenting, dengan merasa terhina atas deskripsi Rushdie tentang Muhammad, pada apa yang disebutnya, "perlawanan Rushdie terhadap Islam, Nabi dan Al-Qur'an." Khomeini menjabarkan berbagai topik yang tidak boleh didiskusikan tanpa menimbulkan hukuman mati.
Kedua, sang ayattolah mentargetkan "semua orang yang terlibat dalam publikasi dan menyadari isi novel itu." Dengan melakukannya, dikatakannya, dia bukan saja menyerang Rushdie, tetapi siapa saja yang bergerak dalam lembaga kebudayaan, para editor, para pengiklan, distributor dan lain-lain yang beberapa kali terlibat dalam masalah ini. Jadi, targetnya bukan cuma satu orang, tetapi seluruh badan aktivitas kebudayaan.
Ketiga, dengan memerintahkan eksekusi mati Rushdie, "maka tidak seorang pun bakal berani menghina kaum kesucian Muslim," Khomeini menjelaskan bahwa tujuannya bukan saja untuk menghukum satu penulis tetapi untuk mencegah penghinaan atau guyonan sejenis pada masa datang.
Akhirnya, dengan menuntut agar siapa pun yang tidak mampu mengesekusi mati Rushdie, "melaporkan kepadanya" Khomeini menyerukan kepada seluruh kaum Muslim di seluruh dunia untuk menjadi bagian jaringan mata-mata tidak resmi dan potensial melakukan serangan yang dimaksudkan untuk menjaga nilai-nilai Islam.
Jadi, ada empat gambaran; jangan menyentuh pokok-pokok bahasan tertentu, siapapun yang terlibat dalam produksi novel tersebut akan dirugikan, peristiwa itu tidak bakal terjadi lagi dan ada jaringan Muslim tidak resmi. Inilah Perintah Rushdie. Semenjak itu perintah-perintah tersebut diterapkan berkali-kali.
Sekarang saya katakan, saya punya dua pokok pikiran utama untuk diuraikan. Pertama , bahwa masyarakat Barat umumnya melihat kekerasan dari Perintah Rushdie sebagai tantangan atas hak mereka untuk mengungkapkan pemikiran sendiri. Dan memang demikian. Tetapi pola hingar-bingar kaum Islamis kini memang dengan tujuan meraih tujuan yang lebih dalam, yang tidak selalu diungkapkan yang berjalan baik di luar larangan untuk melakukan kritik atas Islam,.
Yang pertama, bertujuan membangun status superior, status Islam lebih unggul. Anda mungkin mengkritik agama apa pun lainnya, tetapi anda tidak boleh mengkritik Islam. Pemikiran seputar pasar bebas ada bagi semua agama lain, katakan apa saja yang anda inginkan, anda bisa membuat drama, opera, buku, novel penting atas semua agama itu, tetapi bukan tentang Islam. Jadi tidak ada pasar bebas pemikiran untuk Islam.
Kedua, masyarakat Muslim lebih unggul dan masyarakat Barat atau kafir itu lebih rendah. Kaum Islamis rutin melakukan dan mengatakan hal-hal yang menyerang masyarakat Barat, dan tidak apa-apa, tetapi tidak bisa dilakukan sebaliknya. JIka anda perhatikan pada jenis kartun dalam publikasi Muslim maka anda bakal menemukan kecaman-kecaman yang mengerikan terhadap Yudaisme, Kristianitas, Hinduisme dan Budhisme. Semua itu tidak ada masalah, tetapi bukan sebaliknya.
Jika situasi tidak seimbang berlanjut, di mana masyarakat Muslim berada di atas dan masyarakat non-Muslim berada di bawah, maka kita bakal tiba pada apa yang disebut sebagai status dhimmi. Dengan status ini, para Penganut Kitab, khususnya bangsa Yahudi dan Kristen tetap mempraktekan agama mereka di bawah kekuasaan Muslim, tunduk kepada banyak pembatasan. Sebaliknya, penerapan status dhimmi mengarah kepada ambisi ketiga dan terakhir Perintah Rushdie yaitu menerapkan Shariah, Hukum Islam, yang baru saja dibahas oleh Lars Hedegaard.
Hukum Shariah mengatur ranah pribadi dan ranah publik. Dimensi privat secara luas mencakup persoalan-persoalan pribadi, kebersihan badan, seksualitas, membesarkan anak, relasi keluarga, pakaian dan diet. Dalam lingkungan publik, Hukum Shariah mengatur relasi sosial, transaksi perdagangan, hukuman atas kejahatan, status minoritas, perbudakan, hakikat hukum, pengadilan, pajak dan persoalan-persoalan perang. Ringkasnya, dimensi itu mencakup apa saja mulai dari etiket di kamar kecil hingga perilaku perang.
Lars memperlihatkan bahwa Hukum Shariah sangat bertentangan dengan premis-premis paling dasar dari peradaban Barat. Relasi tidak setara antara pria dan wanita, antara masyarakat Muslim dan non-Muslim, antara pemilik dan budak tidak bisa didamaikan dengan kesamaan derajat dengan hak-hak yang berharga dan melekat menyatu dengan peradaban kita. Harem tidak bisa didamaikan dengan monogami, supremasisme Islam bertentangan dengan kebebasan beragama dan Allah yang berdaulat tidak mungkin mengijinkan adanya demokrasi.
Jika kaum Islamis hendak mencapai tatatertib Sharia, mereka bakal efektif mengganti peradaban [lain] dengan peradaban Islam. Menghentikan diskusi tentang Islam membuka jalan menuju akhir ini dan sebaliknya mempertahankan kebebasan berbicara tentang Islam merepresentasikan pentingnya pertahanan diri terhadap penerapan tatatertib Islam.
Ringkasnya, upaya menjaga peradaban kita mempersyaratkan adanya diskusi terbuka tentang Islam, Kaum Islamis ingin menghentikan diskusi semacam ini karena ingin menghentikan peradaban kita. Jadi, ini tidak berkaitan dengan kemerdekaan mengemukakan pendapat tetapi tentang sesuatu yang jauh lebih besar.
Pemikiran terakhir saya terkait dengan apa yang terjadi sejak 1989. Sebagai refleksi, tanggapan para intelektual dan politisi terhadap maklumat Rushdie pada 1989 pantas dicatat atas dukungan mereka kepada novelis yang berada dalam situasi bahaya itu, khususnya di kalangan Kaum Kiri. Para ilmuwan Kiri lebih cenderung mendukung Rushdie dibandingkan dengan kaum kanan. Hal itu, sebagian terjadi karena Rushdie sendiri mendefenisikan dirinya sendiri sebagai orang dari kaum Kiri.
Bukan saja kaum intelektual. Francois Mitterand, presiden Perancis yang sosialis pada masa itu menyebut ancaman bagi Rushdie sebagai "Kejahatan Mutlak." Partai Hijau di Jerman berjuang untuk membatalkan semua perjanjian ekonomi dengan Irian. Resolusi Uni Eropa yang mendukung Rushdie sebagai "sebuah sinyal untuk menjamin terpeliharanya peradaban serta nilai-nilai manusia." Sementara itu, Senat Amerika Serikat dengan suara bulat mengajukan sebuah resolusi yang mengungkapkan komitmennya "untuk melindungi hak siapapun untuk menulis, menerbitkan, menjual, membeli dan membaca buku tanpa rasa takut terhadap intimidasi dan aksi-aksi kekerasan."
Waktu berubah. Sebuah buku terbaru karya seorang intelektual Amerika bernama Paul Berman menyebutkan "The Flight of The Intelectuals," (Pelarian Para Intelektual) mengecam sesamanya kaum liberal karena "keliru meraba-raba usaha mereka untuk sungguh-sungguh berjuang menghadapi pemikiran kaum Islamis dan kekerasan."
Karena bagaimanapun, penerapan kebebasan berbicara sejak 1989, seperti masalah kartun Denmark tentang para penulis yang tidak terhitung jumlahnya, para penerbit media dan buku serta ilustator tidak ingin lagi mengungkapkan diri. Saya bisa memberi contoh kepada anda tentang para artis, para penulis drama, pengarang, novelis yang mengatakan, "saya tidak ingin menyentuh bahasan tentang Islam."
Perubahan-perubahan sejak 1989 muncul pertama-tama akibat bertumbuhnya tiga isme, tiga kekuasaan politik baru yaitu multikulturalisme, fasisme kiri dan Islamisme.
Dorongan hati multikultural tidak memperhatikan cara hidup khusus, sistem kepercayaan atau filsafat politis sebagai lebih baik atau buruk daripada yang lainnya. Ia mengingatkan saya dengan diskusi yang bakal kita lakukan soal makan malam keci, apakah kita ke restoran Jepang atau Italia. Kedua-duanya sama-sama sangat bagus, kedua-duanya sangat sedap. Tidak ada bedanya, bukan? Baiklah, inilah bagaimana kaum multicultural melihat hal yang jauh lebih mendasar ketimbang sekedar makan malam, karena ia tidak benar-benar berbeda.
Tidak ada perbedaan nyata antara ideologi cinta lingkungan (environmentalism) dan Wisisme (Wiccism). Keduanya benar-benar merupakan alternafif bagi peradaban Judeo-Kristiani. Mengapa kita harus memperjuangkan satu cara hidup ketika dia tidak mengklaim diri jauh lebih unggul atas yang lainnya?
Kedua Fasisme Kiri. Kelompok ini mengatakan, jika anda perhatikan peradaban Barat dari dekat, maka sesungguhnya akan melihatnya jauh lebih buruk daripada yang lainnya. Berbagai paduan dari rasisme, imperialism dan fasisme Barat menyebabkan hidup masyarakat non-Barat menjadi mengerikan. Berkat bimbingan tokoh-tokoh seperti almarhum Hugo Chavez dari Venezuela, maka gerakan kaum Fasis-Kiri ini melihat kekuatan Barat, yang mereka sebut Kekaisaran, merupakan ancaman dunia, dengan Amerika Serikat dan Israel terlihat sebagai para pelanggar utamanya.
Akhirnya, ada Islamisme, dorongan radikal Islam untuk menerapkan Hukum Sharia yang berkembang sangat pesat sejak 1989. Perhatikan ke sekeliling dan catatlah betapa ISIS, Mohammad Morsi, Recep Tayyip Erdogan dan fenomena semacam ini mendominasi berita utama media massa. Di manapun kau melihat negara-negara mayoritas Muslim, dorongan kaum Islamis sedang bergolak. Di seluruh dunia, dia menjadi bentuk utopianisme radikal paling berkuasa. Fasisme dan Komunisme nyaris tidak terlihat, namun Islamisme nyaris hadir di mana-mana.
Islamisme membangun persekutuan dengan kalangan kiri, mendominasi masyarakat sipil, menentang banyak pemerintahan dan mengambil alih yang lain-lainnya. Kelompok itu pun membangun posisi militer di Barat dan tengah menampilkan agendanya dalam berbagai institusi internasional. PBB, misalnya, mengajukan undang-undang menentang penghinaan agama, misalnya penghinaan terhadap Islam.
Ringkasnya, ada yin kelemahan Barat. Kesimpulannya, gejala ini sesuai dengan pernyataan tegas kaum Islamis. Dengan demikian, para pembela peradaban Barat harus berjuang bukan saja untuk menentang kaum Islamis tetapi juga kaum Multikulturalis yang membuat mereka mampu termasuk kaum kiri yang bersekutu dengan mereka.
Diskusi tentang Islam oleh Daniel Pipes dan Geert Wilders
Daniel Pipes: Seperti anda ketahui, (Geert), saya mengagumi keberanian dan analisis anda yang jelas. Tetapi saya juga tidak setuju, terhadap satu hal yang anda katakan. Anda mengatakan bakal tidak pernah ada Islam moderat. Saya tidak tahu bagaimana anda mengetahui hal ini. Islam telah berubah. Saya sejarahwan dan seorang sejarahwan mempelajari perubahan yang sering terjadi. Segala sesuatu manusia ubah dalam sejarah. Saya mempelajari Islam pada 1969, 45 tahun silam. Islam kini sangat berbeda dan sangat jauh lebih buruk daripada tahun 1969. Jika bisa berubah menjadi jauh lebih baik maka ia pun bisa berubah lebih baik. Islam memang berubah. Saya bisa habiskan waktu membahas masalah ini. Kita bisa saja mengadakan pertemuan tingkat tinggi untuk itu. Akan saya beri tahu anda tentang bagaimana Islam berubah. Bagaimana anda tahu Islam tidak bisa menjadi lebih baik. Bagaimana anda tahu tidak bakal ada Islam moderat? Mengapa anda menolak kemungkinan ini sebelum terjadi? Lars memang skeptis. Saya terima. Tetapi anda mengatakan, "Pasti, tidak, tidak bisa terjadi."
Geert Wilders: Baiklah, Daniel dan saya sudah lama saling mengenal. Kami menghargai satu sama lain dan kami banyak sekali mendiskusikan masalah ini sebelumnya, Kadangkala kami bisa sepakat untuk tidak sepakat. Tetapi, sungguh, saya tidak percaya bahwa Islam akan berubah. Islam adalah sabda—perhatikanlah dalam Al Qur'an. Al Qur'an beserta Hadith dan Kehidupan Muhammad (the Sira), adalah jalan, adalah dasar Islam. Dan Qur'an, diyakini kaum Muslim, adalah sabda Allah. Ia tidak bisa diubah. Tentu saja manusia berubah, Daniel. Saya meyakini ini. Saya tidak percaya bahwa Islam pernah berubah pada masa lalu. Ketika Islam menjadi buruk, dan memang itu terjadi, dia menjadi sangat buruk setiap hari. Itu terjadi karena manusia mengubahnya. Dan sayangnya, manusia berubah untuk menjadi semakin buruk bukan untuk menjadi lebih baik. Jadi ya, saya bercaya bahwa sekarang pun, perubahan itu semakin buruk setiap detik. Perhatikan Negara Islam, perhatikan apa yang sedang terjadi di negeri anda, negara saya. Dan ini tidak bakal berubah. Tetapi masyarakat dapat berubah. Saya bukan teolog. Saya percaya bahwa sekali lagi, mengapa manusia dan mengapa manusia percaya kepada Islam bukan urusan saya. Tetapi saya politisi. Saya pembuat undang-undang. Dan saya katakan kepada anda, saya baru saja katakan kepada anda sebelumnya, bahwa saya tidak tertarik untuk berupaya mengubah (mereka) atau tidak. Saya tidak tertarik pada manusia. Dan jika anda mengikuti nilai-nilai kami, maka anda akan disambut baik. Dan jika anda tidak mematuhi nilai-nilai kami, anda harus pergi. Anda harus tinggalkan. Saya tidak peduli jika itu bakal berubah atau tidak. Saya peduli terhadap orang-orang dalam masyarakat saya. Akankah kaum wanita di Kopenhagen, di Amsterdam bebas untuk jalan-jalan di jalan atau akankah mereka dilecehkan? Akankah anak-anak bakal bebas berjalan-jalan di jalanan kita? Akankah kaum homoseksual dipukul di Amsterdam oleh kaum muda Maroko atau tidak? Inilah pertanyaan yang seharusnya kita jawab dan jika (jawabannya) adalah "tidak," maka kita harus mengirimkan mereka pulang dan menghentikan imigrasi dari negara-negara di mana kita saksikan agesi ini. Inilah satu-satunya pertanyaan yang ingin saya jawab.
Moderator: Daniel, akankah anda memberikan komentar atas penjelasan itu?
Daniel Pipes: Ya, kami sudah membahas masalah ini selama lebih dari beberapa dekade. Saya setuju dengan pemikiran anda tentang berbagai aksi yang mulai tidak bisa diterima termasuk perubahan masyarakatnya. Jadi kita sepakat soal itu. Namun, anda menjelaskan dalam catatan pembuka anda bahwa Islam, Islam moderat dapat --- tidak bakal ada Islam moderat. Jadi mari kita abaikan saja aksi masyarakat. Mengapa tidak bakal ada Islam moderat? Al-Qur'an tetap sama tetapi interpretasinya berubah. Ijinkan saya memberikan anda satu contoh. Ada frase pendek dalam Al-Qur'an, la ikraha fi'd-din, berarti, " seharusnya tidak ada kewajiban dalam agama." Inilah frase yang telah berubah pengertiannya, interpretasinya selama abad-abad ini. Saya menulis sebuah artikel, di mana saya memperlihatkan beberapa lusin pemahaman historis yang berubah atas arti istilah itu, mulai dari pengertian yang paling kaku dan terbatas hingga yang paling liberal. Kini, setiap aspek Al-Qur'an dapat ditangani dengan cara yang sama. Sebagai contoh, ada banyak kontradiksi dalam Al-Qur'an. Seperti yang ada sekarang, Al Qur'an cenderung lebih keras daripada yang diharapkan dan sebaliknya kurang keras ditolak. Ini dapat berubah. Ini manusiawi. Ini bukan sesuatu yang ilahi. Ini merupakan interpretasi atas Al-Qur'an. Interpretasi Al-Qur'an telah berubah dan kini sedang berubah dan berubah lebih jelek bahkan parah. Mengapa tidak kita akui ada kemungkinan berubah lebih baik?
Geert Wilders: Baiklah, anda tahu, Al-Qur'an dalam Islam mempunyai hukum yang disebut "pembatalan." Pembatalan berarti bahwa ayat terakhir yang diturunkan dalam Al-Qur'an itu sah sekaligus tidak mengesahkan semua yang ditulis sebelumnya. Ini aturan yang bahkan disetujui oleh kalangan Islam yang moderat. Jadi benar, ada bagian-bagian dalam Al-Qur'an yang mungkin tidak mengatakan hal yang paling keras, tetapi ada. Dan pada penghujung hari bagian-bagian itu menggantikanya dengan membatalkan banyak bagian Al-Qur'an, yang tidak saya yakini tetapi diyakini banyak kalangan Muslim. Itulah faktanya masa kini. Point kedua, Al-Qur'an adalah sabda Allah. Itulah sabda Allah [sehingga] tidak boleh ada interpretasi atasnya masa kini. Tidak ada sekolah Arab atau Islam yang khusus mengajarkan ajaran-ajaran agama yang aktif sekarang. Yang ada adalah tempat orang-orang belajar serta menginterpretasi bagian-bagian Al-Qur'an. Mereka ini tidak ada. Jadi tolonglah, kita sekali lagi sepakat untuk tidak sepakat. Hanya saja, kita tidak usaha memfokuskan diri pada sesuatu yang saya yakini tidak bakal terjadi. Dan anda pun yakin bakal tejadi dalam lima ribu tahun. Tetapi saya tertarik pada apa yang bakal terjadi hari ini dan besok serta lusa sehingga negara-negara seharusnya aman, aman dari Islam yang brutal.