Lawatan Barack Obama ke Israel 2013 bakal terlampau bagus namun sulit dirasakan. Perasaan itu mengemuka ketika dia jelas-jelas menekan Israel, namun memerintahkan kepada Paletina untuk tidak menentukan prasyarat negosiasi sekaligus menasehati mereka untuk "mengakui bahwa Israel bakal jadi Negara Yahudi." Sikap itu memperlihatkan suatu kharakter, memperlihatkan harga yang bakal dibayarkan kemudian.
Baiklah! Kini, setelah delapan bulan lewat, harga itu terlihat. Harga itu punya dua komponen. Jika boleh tafsirkan posisi Amerika Serikat maka: "Pertama-tama, Amerika Sertikat akan duduk diam ketika kita mencapai kesepakatan dengan Teheran yang mendinginkan suasana, tetapi tetap tidak membongkar mesin-mesin nuklirnya. Kedua, menghentikan pembangunan pemukiman penduduk yang tidak sesuai dengan hukum di Tepi Barat atau sebaliknya tanpa protes dari Amerika Serikat, pihak Otoritas Palestina bakal mulai melancarkan intifada ketika."
Israel ternyata merespon dingin dua tuntutan itu, karena jelas tidak sama seperti yang ada dalam ingatan mereka. Perdana Menteri Binyamin Netanyahu bahkan menghancurkan prospek perjanjian dengan Iran yang dianggapnya "kesalahan monumental." Karena itu, seusai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, dia lantas mengingatkan:
Saya ingatkan dia bahwa dia pernah mengatakan bahwa tidak ada perjanjian jauh lebih baik daripada perjanjian yang buruk. Dan perjanjian yang kini tengah didiskusikan di Jenewa merupakan perjanjian yang buruk. Perjanjian yang sangat buruk. Iran bahkan tidak dipersyaratkan melepaskan satu mesin pengurainya pun. Namun, pihak komunitas internasional justru meringankan sanksinya atas Iran untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Iran dengan demikian, memperoleh apa yang diinginkannya pada tahap ini tanpa perlu membayar sama sekali. Dan ini terjadi ketika Iran berada dalam tekanan serius. Karena itu, saya mendesak Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Kerry untuk tak tergesa-gesa menandatangani perjanjian, untuk menunggu, untuk mempertimbangkan kembali, guna mencapai kesepakatan yang bagus. Tetapi ini perjanjian yang buruk, sangat, sangat, sangat buruk. Inilah perjanjian satu abad bagi Iran. Tentu saja berbahaya sekaligus buruk bagi perdamaian dan komunitas internasional.
Menteri Ekonomi dan Perdagangan Naftali Bennett bahkan secara lebih langsung, bahkan mengungkapkan meningkatnya prospek bom nuklir Iran menghancurkan Kota New York;
Hari-hari genting Bulan Nopember itu bakal dikenang bertahun-tahun mendatang. Dunia Bebas akan sulit bertahan dengan pilihan yang jelas: Apakah berdiri kuat mendesak Iran membongkar program senjata nuklirnya, atau mengalah, menerima atau membiarkan Iran mempertahankan 1.850 mesin pengurai uraniumnya. Bertahun-tahun sejak sekarang, ketika seorang teroris Islam meledakkan kopernya di New York atau ketika Iran meluncurkan Rudal nuklirnya ke Roma atau Tel Aviv, maka hal itu terjadi hanya karena Kesepakatan Buruk dibuat selama masa-masa menentukan ini.
Seperti dalam pertandingan tinju, rejim Iran kini sudah terjatuh di lantai tidak berdaya. Hitungan peringatan wasit hanya tinggal beberapa detik lagi sampai 10. Sekarang waktunya untuk meningkatkan tekanan serta paksaan atas Iran untuk membongkar program nuklirnya. Bukan membiarkan program berbahaya itu berkembang. Berbahaya sekali membatalkan sanksi sekaligus menerima perjanjian yang memungkinkan Iran untuk tetap mempertahankan seluruh jenis produksi nuklirnya. Berbahaya karena Iran bakal selama satu tahun, dua tahu atau tiga tahun mulai sekarang bakal mengubah segala-galanya kembali kemudian berusaha mendapatkan senjata nuklir sebelum dunia mampu melakukan apa saja untuk menghentikannya. Memang tidak cukup menutup pembangkit nuklirnya. Tetapi perlu untuk benar-benar dibongkar. Kita serukan kepada Barat untuk menghindari diri dari menandatangani sebuah Perjanjian yang Salah.
Israel bertanggung jawab menjamin keamanan warga negaranya dan upaya itu benar-benar akan kita lakukan. Kita tidak bakal mencari sumber militer lain bagi keamanan kita.
Berkenaan dengan masalah Palestina, Menteri Pertahanan Moshe Ya'alon mengambil prakarsa;
Tidak perlu takut terhadap ancaman-ancaman apakah akan ada atau tidak ada intifada ketiga. Kita sudah terjebak dalam konflik terbuka yang berlarut-larut [dengan Palestina], sejauh warga Palestina dianggap tidak mengakhiri perjanjian damai tahun 1967. Ada persoalan Sheikh Munis [nama yang mereka berikan bagi] Tel Aviv. Juga ada masalah Majda [nama yang mereka berikan untuk] Kota Ashkelon. Kita pun sudah keluar dari Jalur Gaza tetapi mereka terus menyerang. Mereka mendorong kaum muda mereka untuk meyakini bahwa Haifa dan Acre dan kota-kota lain adalah kota-kota pelabuhan Palestina. Tidak ada tanda-tanda untuk berkompromi di siniā¦ Kita harus cerdas dan tidak takut terhadap ancaman apakah bakal ada atau tidak ada intifada ketiga.
Saya menulis artikel ini sebelum Pemilu presiden terakhir dilaksanakan sehingga "masalah Israel benar-benar dimulai" jika Obama memenangkan masa jabatan kedua. Pada saat pelantikan Obama yang kedua, saya memprediksi bahwa dia, "setelah terbebas dari beban-beban untuk terpilih kembali dapatkah dia akhirnya mengungkapkan pandangan anti-Zionisme awalnya setelah satu dekade berupaya menentukan posisi politiknya. Perhatikanlah nada sumbang yang perlu ditandai dari pemerintahan kedua Obama atas pemerintahan ketiga Netanyahu.
Sekaranglah waktunya bagi kita.