Sekelompok teroris Islamis mengamuk di Khobar, sebuah kota Saudi, 29 dan 30 Mei 2004 lalu. Insiden berdarah itu berakhir dengan 22 orang tewas sia-sia. Menyusul insiden itu, orang-orang yang berhasil lolos mengungkapkan kisah mereka betapa para teroris bertindak sangat jauh untuk memastikan bahwa mereka hanya bakal membunuh kaum non-Muslim. Aksi mematikan itu memunculkan masalah yang sangat mendesak dan rumit tentang bagaimana kaum non-Muslim mungkin paling baik melindungi diri jika terperangkap dalam situasi seperti ini?
Bahkan ketika pembantaian manusia tengah berlangsung, para teroris memanfaatkan waktu yang penuh penderitaan itu untuk membedakan kaum Muslim dari non-Muslim. Berikut ini, kesaksian sejumlah orang yang berhasil menyelamatkan diri;
Hazem Al-Damen, Muslim, Yordania: dua teroris menggedor pintu rumahnya dan bertanya apakah dia dan orang-orang lain yang sedang bersembunyi di sana adalah "Muslim atau Kristen." Ketika mendengar "Muslim" para penyerang meminta mereka tetap berdiam dalam kamar karena tujuan mereka adalah membersihkan negeri itu dari warga Amerika dan Eropa.
Abu Hashem, 45, Muslim, seorang insinyiur Amerika keturunan Mesir (juga disapa dengan "Mike" dalam sejumlah kisah): Para teroris meminta paksa kartu identitasnya, yang menuliskan agamanya (Muslim) dan negaranya (Amerika). Kombinasi itu, agama dan negara menimbulkan perbedaan pendapat di antara dua teroris. "Dia orang Amerika. Kita seharusnya menembak dia," ujar salah seorang dari mereka. "Kita tidak menembak kaum Muslim," jawab yang lainnya. Keduanya berjalan bolak-balik hingga yang belakangan memutuskan, "Jangan takut. Kami tidak akan membunuh kaum Muslim, bahkan jika kau orang Amerika." Dengan keputusan ini, para teroris itu berubah sikap menjadi sopan, bahkan meminta maaf karena menerobos masuk ke rumah Abu Hashem, menggeledahnya kemudian meninggalkan noda darah pada karpet rumahnya.
Abdul Salam al-Hakawati, 38, Muslim, petugas keuangan perusahaan Libanon: Dia dan anggota keluaranya bersembunyi di lantai dua mereka setelah mendengar tembak-menembak. Di lantai bawah dia mendengar para teroris menerobos masuk dan menggeledah ke sana kemari sebelum satu dari mereka nampaknya memperhatikan ayat-ayat Al-Qur'an yang dipajangkan dalam sebuah bingkai di tembok dan mengumumkan kepada rekan-rekan lainnya, "Ini rumah orang Muslim." Ketika seorang teroris bersenjata lengkap muncul di lantai atas, Al-Hakawati menegaskan identitasnya dengan memberikan salam kepada penyerangnya dengan, "Assalamu 'Alaykum," salam ala Muslim.
Nizar Hajazeen, Kristen, seorang pengusaha perangkat lunak Yordania: Bersama seorang Yordania lainnya dia bersembunyi dalam sebuah ruangan, tetapi mereka membuka pintu ketika dua pemuda bersenjata menggedor pintu dengan marah. Para teroris meminta identitas warga Yordania, Arab atau orang Barat. "Kami orang Arab," jawab mereka. Masing-masing mereka lantas ditanya, "Seorang Kristen atau Muslim?" Dua-duanya mengaku sebagai Muslim lalu memperlihatkan sebuah Al-Qur'an sebagai bukti.
Bersikap hati-hati agar hanya membunuh kaum non-Muslim tampaknya menjadi tanggapan atas banyaknya kritik warga Saudi terhadap aksi terorisme kaum Islamis yang diarahkan menentang kaum Muslim. Masyarakat Saudi nampaknya setuju bahwa pembunuhan merupakan sarana yang cocok diarahkan hanya terhadap kaum non-Muslim seperti terlihat pada dua kutipan kisah berikut:
Abdelaziz Raikhan, tenaga perawatan gedung pasukan keamanan Saudi menanggapi bom bunuh diri di sebuah markas kepolisian Riyadh yang menewaskan 5 orang dan menewaskan 148 orang pada 21 April 2004. Menyusul insiden maut itu dia menuduh para pelaku sebagai "sakit mental. Tidak satu pun warga Amerika di seluruh kawasan ini. Tidak satu pun. Jihad macam ini?"
Mohsen al-Awaji, seorang pengacara Saudi menyarankan para teroris seharusnya didorong oleh pihak berwewenang untuk pergi ke banyak "kawasan pendudukan yang membutuhkan aksi perlawanan," seperti di Afghanistan, Irak dan Otoritas Palestina serta Chechnya. "Jika orang memutuskan untuk pergi ke sana, kita harapkan dia beruntung. Dia bagaimanapun, mau mati, jadi biarkan dia mati di sana juga mendapatkan sesuatu, tidak mati di sini dan membunuh orang-orang tidak berdosa."
Peristiwa itu bukanlah yang pertama kalinya kaum Islamis secara khusus mentargetkan kaum kafir. Pada 2000, di Malaysia, misalnya, pejihad dengan sengaja membunuh dua sandera non-Muslim lalu membebaskan dua lainnya, yang sama-sama Muslim. Di Pakistan, pada 2002, seorang kepala polisi mencatat, para pembunuh "menghabiskan waktu 15 menit untuk memisahkan orang Kristen serta memastikan bahwa masing-masing sasaran mereka mengalami maut yang paling mengerikan." Para pembunuh memisahkan orang Kristen dari kaum Muslim dengan menuntut tiap-tiap sandera melawalkan sebuah ayat Al-Qur'an. Semua yang tidak bisa melafalkannya ditembak mati.
Dalam semua kasus ini, kaum non-Muslim yang sedang berhadapan dengan pejihad bisa menyelamatkan diri sendiri dengan cara meloloskan diri sebagai orang Muslim. Sejumlah cara bisa mereka lakukan untuk tujuan ini. Mereka bisa saja memberi salam kepada para pembunuh potensial mereka dengan Assalamu 'alaykum (yang ironisnya berarti "damai bagimu"). Mereka mungkin melafaskan Kalimat Sjahadat, pernyataan iman Islam, dalam bahasa Arab. Atau mreka mungkin bisa melafaskan dalam bahasa Arab, surah (bab) pertama Al-Qur'an, doa utama Islam yang disebutkan dengan Fatiha ("Pembukaan).
Pada masa lalu, pengetahuan ini bisa menyelamatkan nyawa orang. Bisa saja cara itu mungkin dapat dilakukan lagi pada masa datang.
***
_________
Penambahan 8 Juni 2004 (1): Berikut ini adalah teks Shahadat, pernyataan iman Islam, dalam tulisan Latin dari huruf asli Arab berikut terjemahannya:
Ashhadu an la ilaha illa-llah
Wa ashhadu anna Muhammadan rasul-UllahSaya bersaksi bahwa tidak ada allah selain Allah
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah nabi God
Berikut ini adalah teks yang sama untuk Fatiha, surah pembukaan (bab) Al-Qur'an sekaligus doa utama Islam (klik di sini untuk audio):
Bismillah ar-rahman ar-raheem
Al-hamdulillah, rabb al-'alameen
Ar-rahman ar-raheem
Malik yawm ad-deen
Iyyaka na'budu wa'ayyaka nasta'een
Ihdina as-sirat al-mustaqeem
Sirat allatheena an'amta 'alayhim ghayri
al-maghdubi 'alayhim wala daalleenDemi Allah, mahapengasih dan mahaiba
Pujilah Allah, Tuan segala tuan
Mahapengasih, mahapengiba;
Raja Hari Penghakiman
Engkau kami sembah and bantuanMu kami minta
Bimbinglah kami di jalan lurus,
Jalan yang telah Kauberkati, bukan jalan
yang tidak menimbulkan murka(Mu) atau yang sesat
Penambahan 8 Juni 2004 (2): Saya menerima sejumlah tanggapan terhadap artikel ini bersama tulisan yang berbunyi, "Kau tengah menyarankan agar saya meninggalkan tradisi agama saya untuk menyelamatkan hidup saya, yang tidak akan saya lakukan." Terhadap surat ini, saya mengajukan sejumlah reaksi:
- Saya menghormati tanggapan itu.
- Saya tidak sedang menganjutkan dissimulasi agama tetapi menunjukkan pilihan yang mungkin bakal dihadapi kaum non-Musli sekaligus membuat agar informasi itu ada sehingga orang bisa memilih.
- Ketika kaum non-Muslim terancam jiwanya seperti diuraikan dalam artikel di atas, mereka tidak diancam karena menganut sebuah agama (Kristen, Yudaisme, Hinduisme, dll), tetapi karena mereka tidak menjadi anggota sebuah agama (Islam).
Penambahan 8 Juni 2004 (3): Untuk diskusi lebih jauh atas masalah ini, lihat entri weblog saya, "Passing as a Muslim." (Melintas Sebagai Seorang Muslim)