Diskusinya berawal Desember 2015 lalu. Kala itu Donald Trump menyerukan agar "secara total dan menyeluruh menutup agar kaum Muslim tidak memasuki Amerika Serikat hingga para wakil negeri itu mampu memilah-milah apa yang tengah terjadi." Pengumuman ini memunculkan begitu banyak perlawanan. Karena itu, Trump kemudian mengubah sikapnya --- nyatanya, beberapa kali. Di manakah persoalan ini kini berada di tengah isu yang begitu luas diperdebatkan dan apakah yang dapat kita harapkan jika dia terpilih sebagai presiden?
Posisi Trump mulai mengemuka pada 14 Juli tahun silam. Kala itu dia menyerukan supaya dilakukan "pemeriksaan yang sangat teliti terhadap para imigran": "jika orang tidak bisa membuktikan mereka berasal dari sebuah kawasan, dan jika orang tidak bisa membuktikan apa yang mereka miliki agar mampu membuktikannya, maka mereka tidak bisa memasuki negeri ini." Tidak ada soal kaum Muslim di sini, hanya soal identifikasi yang teliti.
Dalam wawancara bersama calon wakil presiden Partai Republik, Mike Pence, 17 Juli silam, Pence diminta menjelaskan perbedaan sikapnya yang sebelumnya menolak pandangan Trump yang melarang masuknya kaum Muslim serta temuan barunya untuk mendukungnya. Tapi sebelum Pence memberikan jawaban, Trump langsung menimpali: "Jadi anda menyebutnya kawasan. Baiklah. Kami akan lakukan dengan soal kawasan. Kami tidak akan membiarkan orang yang masuk itu datang dari Suriah karena tidak seorang pun tahu siapa mereka." Karena itu, dia lalu menjelaskan soal pelarangan warga negara-negara dari apa yang disebutnya "negara-teror dan bangsa-bangsa terror" untuk memasuki Amerika Serikat.
Donald Trump dan Mike Pence bersama Leslie Stahl dalam siaran CBS News. |
Setelah menerima nominasi Partai Republik pada 21 Juli lalu, Trump menawarkan pernyataan yang jauh jelas dan otoritatif tentang posisi baru ini: "Kita harus langsung menghentikan imigrasi dari negara manapun yang berkompromi dengan terorisme sampai saat mekanisme pemeriksaan terbukti sudah dijalankan. Kita tidak ingin mereka ada di negara kita."
Pada 24 Juli, Trump lalu merinci dua hal berkaitan dengan "negara-negara teror" ketika mengatakan: "Saya berbicara tentang kawasan bukan soal kaum Muslim... Kita punya bangsa-bangsa dan kami akan menyelesaikan masalah itu secara baik...selama beberapa pekan mendatang dengan sejumlah tempat. Dan itu sangat rumit. Kita hadapi masalah di Jerman. Kita hadapi masalah di Prancis. Jadi bukan sekedar negara-negara dengan..." (tampaknya dia berniat untuk mengatakan "mayoritas Muslim" tapi diinterupsi sehingga dia tidak menyelesaikan kalimatnya).
Beberapa pekan kemudian, pada 15 Agustus, Trump tidak banyak lagi berbicara tentang tempat. Jauh berbeda dari sebelumnya, dia malah meminta diadakan "tes penyaringan baru" supaya bisa mengeluarkan orang-orang "yang memusuhi negara atau prinsip-prinsip kita --- yang meyakini bahwa hukum Shariah seharusnya menggantikan hukum Amerika. Semua orang yang tidak percaya kepada Konstitusi kita atau yang mendukung sikap fanatik yang penuh dengan rasa benci tidak akan diterima berimigrasi ke dalam negara kita. Hanya orang-orang yang berharap untuk bertumbuh kembang di negara kita --- dan menerima masyarakat Amerika yang toleran---yang seharusnya diberikan visa." , Dia lalu menyerukan penghentian sementara imigrasi, namun kali ini yang dihentikan adalah para imigran "dari sejumlah kawasan dunia yang sangat berbahaya dan mudah berubah-ubah dan punya sejarah mengekspor terorisme."
Sikap tidak konsisten dan penuh kontradiksi yang diungkapkannya berturut-turut ini mengarah kepada sejumlah kesimpulan.
Jelas sekali, Trum bukan orang bodoh dalam bidang politik tetapi amatir yang mengungkapkan pemikirannya di bawahtemaram sorotan kilatan lampu yang sangat besar. Dengan kata lain bisa dikatakan, dia menanggapi kritik yang terus-menerus diarahkan kepadanya, bahkan secara mendasar mengubah salah satu kebijakannya yang sangat penting. Dan memang Trump sudah bergerak jauh. Pada Bulan Mei lalu, dia memperlihatkan sikapnya yang benar-benar luwes ketika mengatakan: "Perhatikan, apapun yang saya katakan sekarang --- saya bukan presiden--- semua itu saran." Jadi dia memang memperingatkan warga Amerika bahwa dia berhak mengubah pandangannya atas topik apapun kapan pun dia mau.
Kedua, perubahan kebijakannya dari melarang kaum Muslim dan menggantikannya dengan melarang warga negara yang berasal dari negara-negara yang "berkompromi dengan terorisme" membuatnya lepas dari kebijakan yang masuk akal dan runtut padu, kepada kebijakan yang dengan sendirinya jelas-jelas tidak mungkin bisa dijalankan, jika tidak bisa dikatakan jelas. Jika Jerman dan Prancis tidak diterima dengan baik karena jihadi mereka, maka, siapa yang bisa masuk ke Amerika Serikat? Perbatasan negara akan ditutup penuh bagi semua orang, kecuali orang-orang dari negara-negara yang beruntung seperti Islandia dan Kosta Rika. Israel "sekutu terbaik kita" pasti nyaris berada pada puncak daftar buatan Trump untuk orang-orang yang tidak boleh masuk Amerika.
Perubahan pemikiran yang terakhir memang sangat logis dan pantas dipuji. Memang, perubahan itu secara memuaskan mengikuti nasehat saya delapan bulan lalu. Kala itu, saya menyarankan agar Trump "melarang kaum radikal Islam, bukan kaum Muslim." Dia pun tidak lagi menolak semua kaum Muslim tetapi membedakan sahabat dari musuh, sebuah pembedaan penting yang memang dapat dicapai jika dilihat dari sumberdaya, waktu dan intelijensi yang cukup memadai.
Urutan ini merujuk kepada Trump yang telah mampu belajar --- pelahan walau tidak teratur, untuk memastikannya--- dari kesalahan-kesalahannya. Ia juga mengindikasikan bahwa jika dia terpilih menjadi presiden, maka dia bakal mendapatkan mandat untuk menjalankan praktis kebijakan apapun yang dia inginkan dengan pertimbangan bahwa "semua itu merupakan saran."
Daniel Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) adalah Presiden dari Middle East Forum (Forum Timur Tengah). © 2016 by Daniel Pipes. All rights reserved.
Tambahan 17 Agustus 2016: Untuk mendapatkan kumpulan kutipan pernyataan Trump akhir-akhir ini terkait dengan soal pembatasan imigrasi, klick di sini.