[Judul yang dimuat di Washington Times.: "Blame the left for the Soviet Union, China and a ruined Europe." Teksnya juga sedikit berbeda.]
Populisme telah membuat sejumlah langkah agung di Barat. Tetapi ia salah arah. Dan, saya benar-benar berharap dia gagal.
Tidak ada defenisi standar untuk populisme. Tetapi defenisinya senantiasa mencakup beberapa derajat upaya untuk menjelek-jelekkan, merendahkan kaum kaya dan berkuasa sembari memuja-puja masyarakat umum yang berbudi baik dan lugu. Kaum populis dianggap melahirkan berbagai motif rakus untuk melayani diri sendiri sampai elit yang rakus, yang mendapatkan privilese dan eksploitatif. Jika hanya ada masyarakat umum (country class) yang dapat dimobilisasi, mereka berdalih, maka dia bisa saja mengusir keluar kelas yang berkuasa, menggantikannya kemudian mengklaim jatahnya sebagai sudah pada tempatnya.
Populisme punya versi kiri dan kanan. Di Amerika, populisme dipimpin oleh Bernie Sanders dan Donald Trump. Kaum Kiri biasanya memusatkan perhatian pada uang (menempati 1% Wall Street serta para miliarder yang sealiran dengan Sanders). Sedangkan kaum Kanan menyerang pengaruh orang dalam (Banjir Pesta Teh, "Negeri Dalam" ala Steve Bannon). Sangat jarang, mereka sepakat soal musuh bersama, seperti kaum Globalis.
Trump dan Sanders adalah tokoh kenamaan populis Amerika, mewakili versi kanan dan kiri |
Saya bukan seorang populis. Saya tidak mengecam kaum kaya atau birokrat karena persoalan-persoalan kita. Sebaliknya, saya mengecam kaum Kiri.
Selama dua setengah abad, kaum Kiri sudah menjadi ujung tombak dari berbagai gagasan yang mengerikan. Yang paling menonjol, ia menjadi ujung tombak dari gagasan tentang sosialisme. Tetapi juga bagi banyak gagasan lain, termasuk: gagasan tentang kaum biadab yang mulia, gagasan untuk lebih menekankan kesetaraan manusia daripada kebebasan, progresivisme, negara administratif, gagasan pribadi politik, perubahan iklim yang antropogenik, rasa bersalah masyarakat berkulit putih, pernikahan bagi semua orang dan gerakan " tanpa anak ".
Beberapa miliarder dan senator, pastinya, mendukung ide-ide buruk ini. Tetapi banyak juga yang tidak. George Soros dan Elizabeth Warren, Sheldon Adelson dan Ted Cruz tidak. Persoalannya bukanlah seseorang itu mempunyai kekayaan atau kekuasaan tetapi sudut pandangnya. Dengan demikian, salah kalau orang membabi buta mengejar kaum elit.
Soros dan Adelson adalah dua donator politik kenamaan Amerika. |
Lebih jauh lagi, elit memang punya peran yang diperlukan. Banyak kalangan kaya memperoleh uang mereka dengan menciptakan kekayaan dan pemerintah harus bergantung pada birokrat supaya bisa berfungsi baik. Menghancurkan peran itu menyebabkan terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Lihat saja Venezuela sebagai contoh. Juga bayangkan kerusakan akibat populisme kiri Jeremy Corbyn di Inggris. ("Kaum super-kaya bersiap untuk meninggalkan Inggris 'dalam beberapa menit' jika Partai Buruh memenangkan pemilihan," tulis sebuah berita utama sebuah koran).
Mahkamah Agung juga memperlihatkan terbatasnya kemarahan kaum populis. Hampir semuanya, berdasarkan definisi, para calon yang bakal menduduki pengadilan berasal dari kalangan terpelajar elit. (G. Harrold Carswell menetapkan hal itu pada 1970.) Kisah tentang hak istimewa dan pialang keadilan tidak terlampau bermasalah dibandingkan dengan persoalan akal sehat serta kemampuannya untuk mengekspresikan gagasan.
Saya baru-baru ini senang membaca sebuah surat kepada redaksi. Surat itu menyangkut sebuah artikel yang saya baca karya Christopher DeMuth dalam Claremont Review of Books yang diedit oleh Charles Kesler. Di dalamnya, DeMuth memperkenalkan dua tipe ideal, Anywheres ("kaum kosmopolitan, berpendidikan, menggunakan telepon dan berjejaring") dan Somewheres ("yang berakar pada ... keluarga, lingkungan, klub dan agama"). Semuanya sangat meyakinkan kecuali bahwa DeMuth sang penulisnya, Kesler sang editor dan saya pembacanya membawa kartu Anywheres (kami bertiga sama-sama meraih gelar dari Universitas Harvard) yang mendukung pandangan Somewhere. Sekali lagi, stereotip itu menyesatkan.
Trump (alumnus University of Pennsylvania tahun 1968, salah satu pembawa acara Televisi NBC, masuk peringkat 275 orang terkaya Amerika menurut Majalah Forbes) dinilai sebagai populis parsial. Itu sebabnya Bannon, yang frustrasi dengan sikapnya yang memihak ini, segera berhenti dari pemerintahan Trump. Trump menyerang media elit dan lembaga-lembaga intelijen tetapi bukan kalangan kaya-raya (tentu saja tidak. Soalnya ia salah satu dari mereka) atau orang Yahudi (meskipun mudah membayangkan stereotype latennya yang bisa saja meledak).
Populisme adalah respons sederhana terhadap masalah yang kompleks. Seperti rasisme, ia secara salah mempertautkan satu karakteristik dengan suatu populasi yang beragam. Seperti rasisme, ia merupakan sebuah dorongan bodoh dan jahat yang berbasiskan dusta yang memuaskan naluri dasar. Ia tidak memecahkan masalah tetapi hanya menciptakan masalah baru.
Apakah Anda tidak puas dengan arahan Amerika Serikat? Jika demikian, pusatkanlah perhatian Anda pada masalah sebenarnya. Yaitu kepada para elit kiri seperti para politisi, birokrat, jurnalis, intelektual, guru, seniman, dan lain-lain. Kaum Kiri membawa kita kepada Uni Soviet, Cina Komunis dan musibah di Kuba, Kamboja serta Vietnam. Kini, kaum Kiri aktif menghancurkan Eropa. Warren ingin menetapkan pajak kekayaan, melarang pengeboran minyak, menciptakan monopoli pemerintah pada perawatan kesehatan dan menghapuskan Electoral College (baca: adalah lembaga konstitusional yang memilih Presiden dan Wakil Presiden AS).
Jadi, cerdaslah dan lawanlah kaum Kiri. Bukan kaum elit.
Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) bersekolah di sekolah menengah swasta, adalah seorang dosen pada Universitas Princeton dan Stanford, mengajar pada University of Chicago dan Harvard, pernah bekerja untuk Departemen Dalam Negeri dan Pertahanan, muncul di Televisi CNN dan BBC, menulis untuk Harian New York Times and Washington Post, dan anggota Dewan Hubungan Luar Negeri (Council on Foreign Relations). © 2019 by Daniel Pipes. All rights reserved.
Ilustrasi dari Harian The Washington Times untuk artikel ini. |
Tambahan 26 Nopember 2019: Tulisan Albert Jay Nock bertajuk "Isaiah's Job," dalam Majalan Atlantic Monthly, 1936, mungkin saja merupakan analisis paling anti-populis yang pernah saya baca. Saya memberikan komentar supaya kalian perhatikan. Artikel itu menjelaskan apa itu the Remnant atau Kaum Yang Tersisa/Terpinggir. "Kaum yang tersisa/terpinggirkan adalah orang-orang yang karena kekuatan intelektualnya mampu memahami [prinsip-prinsip yang muncul dalam apa yang ketahui sebagai kehidupan yang manusiawi], dan karena kekuatan karakternya mampu, sedikitnya, bisa diukur, untuk menggantungkan diri pada prinsip-prinsip itu. Sedangkan massa adalah orang yang tidak mampu melakukan salah satu darinya.
Topik Terkait: CKaum Konservatif & Liberal, Politik AS
The above text may be reposted, forwarded, or translated so long as it is presented as an integral whole with complete information about its author, date, place of publication, as well as the original URL.