Recep Tayyip Erdoğan mulai berkuasa atas Turki, Maret 2005. Dan masa pemerintahannya itu persis dibagi atas dua era.
Babak pertama berlangsung 8 tahun dan 4 bulan. Pada babak itu, dia brilian. Dia mengawasi pertumbuhan ekonomi dan pengaruh regional yang belum pernah terjadi sebelumnya atas negeri itu. Dia menangani berbagai masalah lama, seperti masalah Kurdi. Sambil diam-diam menangani para "tuan besar" militernya. Rangkaian keberhasilannya memuncak pada Juli 2011. Kala itu, dia menegaskan bahwa dia mengendalikan militer, sebuah prestasi yang dihindari oleh semua pendahulunya.
Pada sebuah pertemuan yang dramatis, 29 JUli 2011, Panglima Angkatan Bersenjata Turki berikut seluruh komandonya mengundurkan diri. Hal ini memberikan kesempatan kepada Erdogan untuk mengendalikan angkatan bersenjata. |
Titik balik sesudah delapan tahun dan empat bulan itu menyaksikan bahwa masa yang cemerlang sebelumnya, menguap. Berganti dengan suasana tidak tetap (inconstancy), upaya untuk berpuas diri dan ketidakpastian. Mari kita hitung caranya:
Pertama-tama, legitimasi demokratik berubah menjadi kediktatoran. Erdogan muncul di kancah nasional sebagai sosok jujur, konservatif dan saleh yang cocok dengan suasana Turki. Pada penampilan awalnya pada tahun 2002, partai barunya, Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkınma Partisi, AKP) memenangkan 34 persen suara (dan 66 persen kursi di parlemen yang mengesankan). Catatan ekonomi dan politik yang mengesankan memperbesar suara AKP menjadi 46 persen pada tahun 2007 dan 50 persen pada tahun 2011. Setelah itu, seiring dengan semakin memudarnya popularitas Erdogan, ia sebaliknya mengandalkan diri pada serangkaian epelanggaran Pemilu. Mulai dari mendominasi liputan media hingga menyuruh preman menyerang kantor-kantor partai lawan hingga mempermainkan suara.
Padahal, sejak awal, kepemimpinan Erdogan yang cerdik berhasil menarik beragam kelompok pemimpin. Seperti tokoh Islam radikal paling kuat di negara itu, Fethullah Gulen berikut politisi Islam radikal terkemukanya, Abdullah Gül. Ia juga menarik para tokoh berketerampilan teknis seperti "orang bijak ekonomi" Ali Babacan dan "guru" kebijakan luar negeri Ahmet Davutoğlu. Kini, keempatnya sudah menjadi musuh Erdoğan, dinilai menentangnya karena pemerintahannya yang berlebihan.
Era pertama Pemerintahan Erdogan menyaksikan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Menampilkan investasi langsung asing yang melimpah termasuk ekspor, keahlian teknik dan kewirausahaan masyarakatnya. Simbol pencapaian ini terlihat ketika pemerintah mengubah perusahaan penerbangannya, Turkish Airlines. Dari sebuah maskapai nasional kecil yang tidak dikelola baik, Turkish Airlines menjadi raksasa global pemenang hadiah yang membanggakan tujuan penerbangannya yang sangat terjadwal (315 destinasi) di banyak negara (126 negara) dibanding maskapai penerbangan mana pun. Tetapi tahun-tahun kejayaan itu kini menjadi kenangan yang surut. Sebagian besar disebabkan oleh kelemahan Erdogan sendiri. Karena cara pemerintahannya yang kleptocratis (yang suka mencuri), karena nepotismenya (menantu laki-laki menjadi menteri keuangan) dan pandangan-pandangannya yang idiosinkretik (baca: yang melihat semua hal sebagai baik). Secara khusus, berbeda dari bukti-bukti yang ada, ia misalnya menegaskan, bahwa suku bunga tinggi menyebabkan inflasi tinggi. Akibat kesalahan ini, nilai lira Turki jatuh hampir tiga perempat dari nilainya. Mata uang negeri itu merosot dari 61 sen dolar AS pada Juli 2011 menjadi 17 sen sekarang ini.
Turkish Airlines meningkatnya profilnya dengan menghubungkan kemiripannya dengan klub FC Barcelona. |
Keranjingannya pada pekerjaan umum membuat Erdogan sia-sia membangun Bandara Istanbul yang raksasa. Juga masjid terbesar negara itu dan banyak lagi hal lain. Bahkan ada pembicaraan soal saluran yang melintasi Selat Bosporus. Sikapnya yang memegahkan diri juga mengambil bentuk fasilitas pribadi seperti pesawat Boeing 747-8 senilai $ 500 juta (sekitar Rp 7 Triliun) dengan istana terbesar di dunia, sebuah bangunan 1.150 kamar yang secara ilegal dibangun di atas lahan hutan yang dilindungi. Selain kenyamanan itu, ada kemungkinan bahwa tokoh megalomaniak ini akan mengumumkan dirinya sebagai khalifah bagi semua Muslim. Mungkin pengumuman itu akan dibuatnya pada peringatan seratus tahun kekhalifahan yang berbasis di Istanbul. Mungkin pada 10 Maret 2021 (berdasarkan kalender Islam) atau 4 Maret 2024 ( berdasarkan kalender Kristen).
Dari sudut kebijakan luar negeri, dia pernah melakukan pendekatan regional yang mengesankan. Pendekatan "tidak ada membuat masalah dengan tetangga." Pendekatan ini kini merosot menjadi kenyataan yang suram, "hanya masalah dengan tetangga". Kasus Suriah memperlihatkan perubahan paling dramatis terkait hal ini. Sebelum Juli 2011, hubungan Ankara dan Damaskus mencapai titik tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perjalanan dan perdagangan kedua negara meningat. Diplomasi mereka terkoordinasi. Bahkan ada sesuatu yang mungkin unik; kedua pemimpin beserta istri mereka berlibur bersama. Sesudah separuh masa jabatan Erdogan, hubungan yang memburuk mulai terlihat yang mengakibatkan Turki mendanai ISIS. Dia juga menghentikan aliran 40 persen air yang mengalir ke Suriah dan akhirnya menyerang kawasan timur laut negara itu. Di luar Damaskus, Turki punya hubungan yang buruk dengan Baghdad, Abu Dhabi, Riyadh, Yerusalem dan Kairo. Qatar yang kecil bertahan sebagai satu-satunya sekutu Ankara.
Ketika melihat jauh melewati kawasannya, maka terliha bahwa, setelah tahun 2011, Erdogan mengambil langkah flamboyan dengan mengesampingkan kekuatan-kekuatan besar. Premannya menghajar para pemrotes di jalan-jalan Washington, D.C. Angkatan udara menembak jatuh jet tempur Rusia. Mulut yang suka ngomong cepat menuduh Angela Merkel menerapkan "langkah-langkah Nazi" kemudian secara provokatif mengecam perlakuan Cina terhadap penduduk Muslim Turki Uyghur. Erdogan akhirnya mengambil langkah meredakan masing-masing pemerintahan ini, dengan memperbaiki hubungan tetapi tanpa berusaha memperbaiki kerusakan yang dibuatnya sebelumnya.
Sultan Erdoğan. |
Mau ke manakan Turki? Badai sedang membayang. Dengan dua bahaya besar; persoalan ekonomi dan kebijakan luar negeri. Hukum ekonomi tidak pandang bulu. Bahkan untuk Sultan Erdogan sekalipun. Seandainya ia bertahan, karena tampaknya demikian, dengan teorinya yang tidak masuk akal tentang suku bunga, ditambah dengan sikapnya yang terus melepaskan diri dari kekuatan ekonomi Barat, maka ia akan membawa Turki menuju bencana atau ke penguasa Tiongkok.
Kebijakan luar negeri Turki menimbulkan bahaya besar lainnya. Dengan menculik warga negara Turki yang tidak setuju, melakukan pengeboran minyak di zona ekonomi eksklusif Siprus dan menyerang negara tetangga memperlihatkan arogansi yang membuatnya mudah diserang. Hal itu jika dilihat dari posisi Erdogan yang terisolasi. Beberapa tindakannya yang aneh - mungkin insiden Suriah - dapat menyebabkan kematian politiknya beserta AKP.
Para pemimpin Amerika pada dasarnya sama sekali tidak memahami Recep Tayyip Erdoğan. George W. Bush memfasilitasi dia menjadi perdana menteri. Barack Obama dengan bangga memanggilnya teman. Donald Trump mengundangnya melakukan invasi ke Suriah. Departemen Pertahanan menipu diri untuk berpikir bahwa sekutu lama NATO itu pada suatu hari akan kembali. Sementara itu, Departemen Luar Negeri mengandalkan insting tradisionalnya untuk menyenanghkan hati Erogan.
Dalam suatu pertembangan yang luar biasa, George W. Bush bertemu dengan Erdoğan ketika dia baru menjadi Ketua Partai AKP. Pertemua itu membuka jalan bagi Erdoğan untuk menjadi Perdana Menteri Turki. |
Telah tiba waktunya. Bukan hanya untuk menganggap Erdogan sebagai musuh. Tetapi untuk mengantisipasi ancaman yang ditimbulkannya pada negaranya, wilayahnya, dan seterusnya. Ini berarti menarik Turki keluar dari kategori "sekutu NATO" yang sudah ketinggalan zaman dan sebaiknya melihatnya berada di liga yang sama dengan Iran. Ia sudah menjadi mitra musuh-musuh Amerika, penyerang ideologis, sponsor kekerasan jihad, dan pendamba senjata nuklir. Hanya dengan cara ini seseorang dapat bersiap diri menghadapi masalah yang ada di masa depan.
Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) adalah Presiden Middle East Forum (Forum Timur Tengah). © 2019 by Daniel Pipes. All rights reserved.
Topik Terkait: Turki dan masyaakat Turki
The above text may be reposted, forwarded, or translated so long as it is presented as an integral whole with complete information about its author, date, place of publication, as well as the original URL.