Ingin tahu tulisan-tulisan dengan Sukses Terbesar 2019 pada DanielPipes.org? Jika demikian, kliklah untuk melihat tulisan-tulisan paling populer pada tahun itu.
Sudah menjadi kebijakan yang lazim untuk memperlihatkan bahwa tembok lama anti-Zionisme Arab memang sudah hancur. Saya sendiri pun sudah melakukannya sendiri. Tetapi permusuhan yang masih berkelindan hidup terhadap Israel, bisa saja memunculkan anti-Zionisme baru.
Sejarah singkat watak Arab terhadap Negara Yahudi menempatkan bahaya ini dalam konteksnya:
Amin al-Husseini pada 1929. |
Selama sekitar 20 tahun, sejak 1910 sampai 1930, permusuhan terhadap zionis memunculkan pertikaian-pertikaian lokal yang tidak banyak menarik minat penutur bahasa Arab lainnya. Kemudian muncul Mufti Yerusalem, Amin al-Husseini. Ia anti-Zionis paling berbahaya. Sekaligus paling berpengaruh sepanjang masa. Dia membuat konflik-konflik lokal itu menjadi konflik internasional dengan cara mengirimkan tanda bahaya tentang dugaan adanya bahaya terhadap Yerusalem.
Sentimen nasionalis Pan-Arab mendorong banyak negara Arab untuk segera melakukan aksi militer dalam medan perang guna melenyapkan Negara Israel yang baru merdeka pada 1948. Namun, karena kaget dengan kekalahan (Nakba) mereka, Pemerintah Mesir dan Suriah pun jatuh. Mereka kemudian mengubah sikap anti-Zionisme sebagai emosi politik yang paling kuat di Timur Tengah.
Selama 25 tahun selanjutnya, yaitu pada 1948 -1973, hampir semua negara Arab, kecuali Tunisia, berusaha mengeksploitasi masalah Palestina untuk mengacaukan pikiran penduduk di bawah kekuasaan mereka kemudian memobilisasi mereka. Kemarahan, irasionalisme dan kekejamannya tidak bisa dibandingkan dengan peristiwa lainnya. Meski kalah perang demi perang, pemerintah-pemerintah negara Arab semakin gila-gilaan. Termasuk di dalamnya, kekalahan yang paling menyolok yang pernah tercatat dalam sejarah (yaitu Perang Enam Hari pada 1967),
Akhirnya, setelah perang Oktober 1973, kerugian kumulatif menyebabkan terjadinya perubahan pandangan. Anwar Sadat pun berkunjung ke Yerusalem pada tahun 1977. Kunjungan itu memperlihatkan isyarat penting pertama dari negara-negara Arab yang melihat bahwa konflik militer dengan Israel itu terlalu menyakitkan dan berbahaya. Negara-negara lain pun mengikutinya. Pada saat itulah terjadi perjanjian damai yang gagal dengan Libanon pada 1983, disusul perjanjian dengan Yordania pada 1994 yang masih bertahan hingga kini. Terjadi pula berbagai hubungan diplomatik yang lebih rendah serta pulihnya hubungan baru-baru ini dengan Arab Saudi dan para syeikh Teluk Persia. Pada masa itu, pada tingkat negara, berbagai peperangan terjadi selama 25 tahun. Masa itu kemudian diikuti dengan masa 47 tahun yang berlangsung dengan sikap untuk berhati-hati.
Anwar Sadat memberikan pidato di Parlemen Israel pada 1977. |
Namun, beberapa dekade propaganda anti-Zionis yang jahat berdampak mendalam atas para penduduknya. Jika para pemimpinnya yang cerdas menghitung biaya dan manfaatnya menyimpulkan bahwa berperang melawan Israel itu adalah sebuah ide yang buruk, sebagian besar rakyat mereka masih tetap terjebak dalam histeria yang panjang. Sebagian, hal ini memperlihatkan bahwa karakter pan-Arab yang lama memang masih bertahan dan berjalan bareng dengan aksi kaum radikal Islam yang memberikan bumbu racun baru atas warga Yahudi. Dengan demikian, semangat untuk menganjurkan pemulihan kawasan yang pernah mereka miliki tetap hidup sehingga membahayakan.
Bukti A (Exhibit A) adalah pemilihan presiden baru-baru ini di Tunisia. Sebagai negara Arab, Tunisia sangat menonjol karena paling sedikit bersikap anti-Zionis selama beberapa dekade terakhir. Dan kini, ia menjadi satu-satunya negara dengan sistem demokrasi paling terbuka. Oleh karena itu, sebagai indikatornya, Pemilunya menjadi benar-benar sangat penting.
Kais Saied, yang dijuluki sebagai Robocop. |
Ada kejutan yang nyaris universal. Kais Saied memimpin dua putaran pemilihan. Ia memenangkan 18 persen suara dalam Pemilu September lalu di tengah kepungan 26 kandidat presiden lalu menang lagi dalam putaran kedua pada Oktober dengan 73 persen. Mengejutkan karena Saied, 61, menghabiskan seluruh karirnya sebagai profesor hukum konstitusional dan karena itu pengalaman politik nol. Terkejut karena dia adalah sosok robot yang tidak sedap dipandang, yang mirip patung dengan pandangan yang tidak konsisten, mengerikan dan eksentrik. Bicaranya cepat tetapi ptenang. Bahasa Arab tidak resmi yang dipergunakanya aneh sehingga membuatnya juga aneh. Jadi, apa yang mendorongnya keluar dari kerumunan kandidat sehingga meraih kemenangan besar?
Lamine Ghanmi yang berbasis di Tunisia menemukan bahwa popularitas Saied "didukung oleh sikapnya yang keras terhadap Israel." Dikatakan oleh Ghanmi bahwa Tunisia "dalam keadaan perang" dengan Negara Yahudi dan menyebut normalisasi dengannya merupakan "pengkhianatan besar." Ribuan orang merayakan kemenangannya dalam pemilihan dengan turun ke jalan, mengibarkan Bendera Palestina, dan menyerukan penghancuran Israel.
Orang-orang lain pun sepakat dengan penilaian ini. Editor surat kabar Tunisia Assia Atrous menemukan bahwa Saied "dengan keras menyatakan perasaannya terhadap warga Palestina dan perjuangan nasionalis mereka. Itu yang membuatnya berbeda melawan para saingannya." Akademisi Abdellatif Hanachi pun sependapat: "CIta-cita Palestina menentukan baginya. Cita-cita itu secara mendasar mengubah permainan." Di luar Tunisia, politisi Islam radikal Mesir Osama Fathi Hammouda melihat kemenangan Saied sebagai "pukulan telak bagi normalisasi Arab dengan Israel."
Perubahan ini belum berjalan jauh, meski kesediaan untuk menerima Israel telah mengalir di negara-negara Dewan Kerja Sama Negara-Negara Teluk, Selama elit Arab Sunni melihat Israel sebagai sekutu yang berguna, jika diam-diam, sekutu menentang bahaya nyata yang ditimbulkan oleh Teheran, maka sentimen anti-Zionis ini akan tetap terkendali sehingga tidak bisa berkembang besar. Tetapi ketika kepentingan bersama itu memudar, maka kebencian gaya lama Palestina terhadap Israel bisa kembali bangkit bergelora, dengan konsekuensi yang menyedihkan.
Itulah satu lagi alasan bagi masyarakat Israel. Dengan bantuan Amerika, Israel berusaha hentikan konflik dengan berjuang untuk menang. Dengan membuat rakyat Palestina mengakui kekalahan mereka sendiri. Ketika orang Palestina menyerah, masyarakat Arab lain kemungkinan tidak bisa terus marah tetapi pada akhirnya akan melakukannya juga.
Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) adalah Presiden Middle East Forum (Forum Timur Tengah). © 2020 by Daniel Pipes. All rights reserved.
Topik Terkait: Konflik dan diplomasi Arab-Israel, Sejarah, Proyek Kemenangan Israel, Afrika Utara
Artikel Terkait: