Dari Website JNS: "Saya nyaris tidak berharap artikel saya membuat orang naik darah. Soalnya, ia membahas persoalan taktis, yang jauh dari dasar, prinsip filosofis atau ideologi."
Untuk diskusi lebih lanjut atas artikel yang terbit pada Harian New York baca wawancara bertajuk, "I Believe in Compromise, Says Hawkish Pundit Under Fire for Opposing Annexation."
Seperti Aristoteles sejak dulu akui, kebajikan itu adalah titik tengah antara ujung-ujung. Dan saya temukan diri saja sendiri berada pada titik tengah itu akhir-akhir ini.
Saya menerbitkan sebuah artikel sederhana yang mengajukan enam alasan mengapa Negara Yahudi tidak boleh memperluas kedaulatannya hingga kawasan yang didiami mayoritas warga Palestina. (Yang mengherankan, Harian New York Times memberikan judul versi daring 7 Mei 2020 dengan tajuk "Annexing the West Bank Would Hurt Israel." Judul itu agak sedikit berbeda pada versi cetak 8 Mei 2020 yang berjudul, "Annexation Would Hurt Israel.")
Nyaris saya tidak berharap bahwa artikel itu membuat orang naik darah. Soalnya, dia membahas persoalan taktis yang jauh dari dasar, prinsip filosofis atau ideologi. Pada prinsipnya, saya tidak mengecam pencaplokan wilayah tetapi hanya berargumentasi bahwa kini, melihat suasana masa kini, pertarungan tampaknya tidak menguntungkan dibandingkan dengan status-quo. Saya mengevaluasi topik itu sebagai seorang teman arus utama Israel yang melihatnya dari titik yang menguntungkan Israel. Saya tidak menginstruksikan apa yang dilakukan warga Israel tetapi justru menegur sesama warga Amerika.
Mungkin saya benar, mungkin juga saya salah. Tetapi mari kita tetap tenang. Perlihatkan kepada saya bagaimana pencaplokan wilayah sekarang ini kenyataannya merupakan sebuah pemikiran yang bagus kemudian kita minum bir bersama sehingga persahabatan tetap utuh. Memang, beberapa teman sejawat saya di Middle East Forum (Efraim Inbar, Gregg Roman, Matt Mainen, Nave Dromi) menganjurkan pencaplokan wilayah. Bagi saya, baik-baik saja. Beberapa kalangan menanggapi, seperti dari Jonathan Tobin, dan Yishai Fleisher yang secara terhormat berbeda pendapat. Saya berterimakasih atas sikap tenang mereka yang konstruktif itu.
Tetapi sebagian besar, analisis saya mendorong terjadinya serangan liar. Berawal dengan Twitter segerombolan Kaum Kiri yang marah (seperti penasehat kebijakan luar negeri Bernie Sanders), kaum Islam radikal (seperti lembaga CAIR) dan para pembenci Israel (seperti lembaga Jewish Voice for Peace, IfNotNow). Para ekstremis itu merangkak keluar dari lubang mereka untuk menggonggongi rembulan dengan berbagai penolakan panjang membosankan yang tidak padu.
Dan saya bahagia bertahan di titik tengah ala Aristoteles, mengabaikan suara-suara gonggongan mereka.
Beberapa pengkritik mencatat bahwa prediksi yang mengerikan soal pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem (langkah yang saya dukung sepenuh hati) itu terbukti salah dan karena itu prediksi saya tentang pencaplokan kawasan juga harus salah. Terhadap kritik itu saya jawab: 1. Pemindahan Kedutaan Besar AS Itu adalah tindakan Amerika. 2. Langkah itu mendapat dukungan luas dari Israel, beda dengan pencaploan wilayah. 3. Pemindahan Kedutaan Besar tidak menciptakan warga negara Israel yang potensial. Singkatnya, tidak ada yang bisa diperbandingkan.
Sebagai pendiri Israel Victory Project, (Proyek Kemenangan Israel), saya tidak menganjurkan siapa pun untuk memaksa warga Palestina supaya benar-benar tetap menerima Israel sebagai negara Yahudi. Artikel NYT menyatakan poin itu berulang kali - dan kepada audiensi surat kabar yang hampir tidak pernah mendengar argumen seperti itu:
Saya bukanlah orang yang cerewet dengan persoalan "pendudukan Israel" atas Tepi Barat. Dalam pandangan saya, masyarakat Palestina sudah lama lalu menikmati pemerintahan sendiri jika mereka berhenti membantai masyarakat Israel. Sebaliknya, saya mendorong langkah-langkah Israel yang memberikan sinyal kepada rakyat Palestina bahwa konflik sudah usai, dan mereka kalah.
Pencaplokan wilayah mungkin menyebabkan semakin banyak warga Palestina memenuhi syarat untuk menjadi warga negara Israel. Itu kesalahan yang serius. Soalnya, warga Arabnya menjadi apa yang saya yakini sebagai musuh utama status Israel sebagai Negara Yahudi.
Israel harus tegas menyatakan diri melawan Palestina. Tetapi langkah itu harus searah dengan kampanye yang lebih besar untuk memaksa warga Palestina supaya mau melepaskan tujuan mereka melenyapkan Negara Yahudi. Pencaplokan kawasan Tepi Barat merupakan sikap mengikuti kesenangan diri yang justru akan memberikan hasil yang sebaliknya. Ia justru mendukung perjuangan anti-Zionis sehingga menghambar penyelesaian konflik.
IsraelVictory.org |
Saya yakin pada Israel Menang (Israel Victory) yang cerdas yang menentang sangat keras serta melihat persoalan pencaplokan kawasan Tepi Barat kali ini sebagai hal yang bodoh, yang sedang bergerak menjadi ekstrim. Seperti sudah saya tuliskan dalam artikel, hal itu "mungkin saja akan merusak hubungan Israel dengan Pemerintahan Trump, kaum Demokrat, masyarakat Eropa dan para pemimpin Arab, serta mengacaukan kawasan, meradikalisasi kaum Kiri Israel serta merusak tujuan kaum Zionis atas adanya sebuah negara Yahudi."
Saya menghimbau orang yang berpikir secara dingin, dengan tujuan yang jelas dan taktik yang cerdas.
Dalam kasus ini, berarti hati-hati mempertimbangkan langkah-langkah apa yang akan paling bisa mempercepat pencapai tujuan untuk menghancurkan keinginan warga Palestina untuk melenyapkan Israel sambil pada saat yang bersamaan melakukan tindakan yang paling sedikit merusak prinsip keharmonisan internal Israel dan eksternal. Salah satu kemungkinan adalah, seperti yang saya katakan sebelumnya, "Menyita senjata-senjata resmi [Otoritas Palestina] yang dibuat untuk melawan Israel, larang senjata-senjata yang baru. Dan jika ini terjadi berulang kali, bongkarlah infrastruktur keamanan PA. Jika kekerasan berlanjut, kurangi, kemudian matikan air dan listrik yang disediakan Israel. "
Sekali lagi, mari kita berdebat dengan tenang dan tetap fokus. Hanya dengan cara itu, Kemenangan Israel (Israel Victory) dapat dicapai. Bukan melalui gangguan hukum atau antusiasme taktis,
Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) adalah Presiden Middle East Forum (Forum Timur Tengah). © 2020 by Daniel Pipes. All rights reserved.
Penambahan 10 Mei 2020: Searah dengan penolakan saya terhadap upaya Israel mencaplok wilayah Tepi Barat, saya juga menolak melihat warga Israel yang berdiam di Tepi Barat dipandang sebagai batu sandungan utama menuju upaya penyelesaian konflik. Berikut ini bagaimana saya menolak pemikiran itu pada tahun 2004: "Daripada memusatkan perhatian pada persoalan politik sepeleh ini, [para ahli strategis serta para calon diplomat] seharusnya berpikir untuk menemukan cara-cara untuk membujuk warga Arab Palestina supaya bersedia menerima eksistensi dari sebuah Negara Yahudi yang berdaulat bernama Israel.
Topik Terkait: Perdebatan Arab-Israel di A.S., hal yang terkait dengan otobiografi Daniel Pipes, Media
Artikel Terkait:
- Bibliography – My Writings on Israel Victory
- May an American Comment on Israel?
- The Media and the Middle East
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be reposted, forwarded, or translated so long as it is presented as an integral whole with complete information about its author, date, place of publication, as well as the original URL.