"Jangan salah: Amerika akan memburu dan menghukum orang-orang yang bertanggung jawab atas aksi penakut ini." Demikian kata Presiden Bush dalam pidatonya kepada bangsa (ini) segera setelah peristiwa penuh bencana, 11 September (2001).
Saya sepakat dengan pemikiran presiden yang getir. Tetapi berbeda pendapat atas dua hal khusus dalam pernyataan ini. Pertama, tidak ada sikap pengecut terkait dengan serangan. Itu tindakan yang luar biasa berani. Walaupun menyimpang. Kedua, "memburu dan menghukum pelakunya itu benar-benar pemahaman yang salah atas persoalan. Pernyataan itu menyiratkan bahwa kita melihat persoalan tabrakan pesawat sebagai tindakan kriminal. Tidak melihatnya sebagai peristiwa itu apa adanya. Aksi-aksi itu adalah perang. Aksi-aksi itu merupakan bagian dari kampanye terorisme yang berawal dan terus-menerus dilakukan dengan pemboman Kedutaan Besar AS di Beirut pada 1983. Sebuah kampanye yang sejak itu tidak pernah mereda. Terjadi nyaris dapat diramalkan teratur beberapa kali setahun. Serangan atas Amerika mencakup peledakan di pesawat penumpang, peledakan di gedung-gebdung perdagangan dan pada berbagai instalasi Pemerintah AS. Dua pekan sebelumnya, jumlah seluruh korban yang tewas adalah sekitar 600 nyawa masyarakat Amerika.
Bagi saya, rekor kekerasan berkepanjangan ini tampaknya sangat mirip dengan perang. Tetapi Washington dalam kebijaksanaannya justru bersikeras sebaliknya. Kebijakan resminya melihat serangan itu sebagai rangkaian insiden kriminal yang berbeda. Menilai terorisme terutama sebagai masalah penegakan hukum itu salah, karena ia berarti;
- Memusatkan perhatian pada penangkapan dan penuntutan terhadap orang-orang yang tidak penting yang benar-benar melancarkan aksi yang kejam menyebabkan para pemberi dana, para perencana, para organisator dan komandan terorisme bisa melanjutkan pekerjaan mereka yang tidak terganggu sehingga siap untuk melancarkan lebih banyak serangan lagi.
- Mengandalkan semata-mata pada langkah defensif seperti dengan pemindai logam (metal detector), pengawas keamanan, perlindungan bawah tanah, penangkapan oleh polisi serta gaya bahasa penuntutan di pengadilan yang mengagumkan dan bukannya pada sarana-sarana yang menyerang seperti tentara, pesawat tempur dan kapal tempur.
- Salah memahami motivasi teroris sebagai kejahatan, ketika mereka biasanya mendasari tindakan mereka pada ideologi-ideologi yang ekstrim
- Mengabaikan kenyataan bahwa berbagai kelompok teroris itu (beserta negara-negara pendukung mereka) telah mendeklarasikan perang atas Amerika Serikat (yang kadangkala dilakukan secara terbuka).
- Mempersyaratkan Pemerintah Amerika untuk mendapatkan berbagai bukti tingkat tinggi yang tidak realistis sebelum mengerahkan pasukan militer. Jika tidak punya bukti yang mampu mendukungnya di pengadilan di AS, sebagaimana biasa kasusnya, maka bakal tidak ada tindakan yang diambil. Dengan demikian, pemikiran legalistis memastikannya sehingga dalam banyak kasus, Pemerintah AS tidak bisa menanggapinya. Akibatnya, para pembunuh masyarakat Amerika sedikit sekali dihukum atau sama sekali tidak dihukum.
Sudah tiba waktunya untuk mengubah paradigma. Untuk melihat terorisme sebagai sebentuk peperangan. Perubahan seperti itu berimplikasi banyak. Ia berarti perang tidak hanya menyasar para prajurit pejalan kaki yang benar-benar melancarkan aksi kekerasan tetapi juga organisasi dan pemerintah yang mendukung mereka. Ia berarti mengandalkan angkatan bersenjata, bukan polisi, untuk melindungi orang Amerika. Ia berarti melakukan pertahanan di luar negeri bukan, di ruang-ruang sidang Amerika. Ia berarti organisasi dan pemerintah yang mensponsori terorisme akan menanggung akibatnya. Bukan hanya prajurit pelaku aksi terror yang melaksanakannya.
Ini berarti mengabaikan harapan yang tinggi yang tidak realistis untuk memperoleh bukti sehingga ketika ada bukti yang masuk akal menunjuk pada suatu rezim atau organisasi yang merugikan Amerika, maka pasukan militer AS dapat dikerahkan. Artinya, seperti dalam perang konvensional, Washington tidak perlu mengetahui nama dan aksi spesifik tentara musuh sebelum memerangi mereka.
Ia berarti membalas setiap kali aksi terorisme yang terjadi itu merugikan masyarakat Amerika. Tidak perlu secara pasti mengetahui identitas pelaku. Dalam perang, ada kalanya orang pukul dulu lalu bertanya. Ketika serangan terjadi, ia bisa menjadi alasan untuk menargetkan siapa pun yang diketahui menyembunyikan para teroris. Jika pelakunya tidak diketahui pasti, maka hukumlah mereka yang diketahui menyembunyikan teroris. Kejarlah pemerintah dan organisasi yang mendukung terorisme.
Artinya memanfaatkan kekerasan sehingga hukumannya secara proporsional lebih besar daripada serangan. AS punya kekuatan militer yang jauh lebih kuat daripada yang lain di dunia: Mengapa menghabiskan ratusan miliar dolar setahun untuk itu lalu tidak mengerahkannya untuk membela masyarakat Amerika?
Saya memberikan peringatan yang wajar: Pendekatan militer menuntut jauh lebih banyak dari masyarakat Amerika dibandingkan dengan pendekatan hukum. Ia mempersyarakatkan kesiapan untuk menghabiskan uang sekaligus kehilangan nyawa. Kekuatan hanya berperan jika ia menjadi bagian dari suatu kebijakan yang berkelanjutan. Bukan sebuah peristiwa sekali terjadi. Melemparkan beberapa bom (seperti dilakukan melawan Rezim Libya pada 1986 dan penghancuran berbagai tempat di Afghanistan dan Sudan pada 1998) tidak berdampak pada adanya suatu kebijakan yang serius. Penggunaan pendekatan militer yang sepenuhnya mempersyaratkan komitmen jangka panjang yang menuntut lebih banyak lagi dari masyarakat Amerika selama bertahun-tahun.
Tetapi hal ini bermanfaat. Soalnya, pada akhirnya keamanan masyarakat Amerika tidak bergantung pada pertahanan tetapi pada serangan. Pada kemenangan di luar pengadilan tetapi di medan tempur. Pemerintah AS perlu membangun reputasi baru yang menakutkan sehingga siapapun yang merugikan masyarakat Amerieika sadari bahwa pembalasan pasti terjadi dan itu mengerikan. Tidak ada yang bisa menggantikan hancurnya organisasi atau pemerintahan manapun yang yang sama mengerikannya seperti seorang warga negara Amerika.
Bagi mereka yang mengatakan bahwa pendekatan ini bakal melahirkan siklus kekerasan, jawabannya jelas. Siklus itu sudah ada. Bersamaan dengan terus-menerus terbunuhnya masyarakat Amerika dalam aksi terorisme. Lebih jauh lagi, dengan unjuk gigi, masyarakat Amerika jauh lebih memungkinkan untuk mengintimidasi musuh mereka dibandingkan dengan memicu kekerasan lebih lanjut. Aksi balasan mengurangi kekerasan. Tidak meningkatkannya. Ia memberikan kepada masyarakat Amerika keamanan yang kini tidak mereka nikmati.***
Penambahan 1 Oktober 2001: Analisis ini berbasiskan pada sebuah argumentasi yang sudah bangun selama bertahun-tahun. Khususnya, lihat sebuah analisis saya pada tahun 1998 bertajuk, "[Terrorism:] The New Enemy."
Topik Terkait: Kebijakan AS, Perang atas teror
Artikel Terkait:
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list