Informasi tentang terbitan: jilid 2 (1978): hal. 85-96.
Selama lebih dari satu milenium, sejak 850 hingga 1900, Turki mendominasi kehidupan militer dan politik berbagai wilayah Muslim penting. Meskipun sedikit, mereka terus berhasil menaklukkan dan menguasai masyarakat lain di daerah ini. Tidak hanya berkuasa di berbagai wilayah yang berdekatan dengan tanah air padang gurun dan sabana Asia Tengah yang mereka miliki, mereka juga berkuasa di negara yang jauh sekalipun. Artinya, mereka tidak hanya menguasai India utara, Iran, dan Anatolia dalam waktu lama, tetapi juga daerah-daerah terpencil seperti India selatan, Yaman dan Mesir. Turki membangun banyak dinasti besar Islam. Seperti Dinasti Seljuk, Mamluk, Mughal, Safawi. Dan yang terpenting, Dinasti Utsmaniyah. Di bawah Kekaisaran Utsmaniyah, Turki menguasai daerah yang jauh seperti Aljazair dan Sudan.
Alasan dominasi militer dan politik Turki atas Muslim lainnya memang terlampau rumit dibahas di sini. Kita, meskipun demikian, dapat menelusuri kebangkitan awal Turki hingga ia mampu berkuasa dalam lingkungan Islam. Dominasinya tidak dimulai pada tahun-tahun pertama Islam. Juga tidak terjadi mendadak pada masa Pemerintahan al-Mu'tasim (218-27/833-42) sebagaimana umumnya dipikirkan orang. Sebaliknya, Turki terus berperan. Mulai dari peran kecil hingga berkembang besar sejak 50/670-an. Halaman-halaman berikut menelusuri perkembangan ini. Sejak awal hingga perkembangannya yang sanagt pesat di bawah kekuasaan al-Mu'tasim.
Sejarah Turki masuk dalam pasukan Muslim awal dibagi bersamaan dengan masa naiknya al-Ma'mun ke puncak kekuasaan pada 198/813. Sebelumnya, peran Turki dalam pemerintahan dan angkatan bersenjata Muslim biasa-biasa saja. Namun, sejak tanggal itu, sejak kenaikan al-Ma'mun, peran mereka sangat luar biasa.
Mengacu pada dua abad pertama Islam, maka istilah Turki sebagaimana digunakan oleh sumber-sumber Arab dan Persia memunculkan kesulitan. Istilah itu dipahami secara berbeda oleh para penulis Muslim. Tergantung masa, kedekatan mereka dengan wilayah Asia Tengah dan pada pengetahuan mereka tentang wilayah itu. Artinya dapat tumpang tindih dengan nama etnis lain (misalnya Soghdian, Khazar, Farghanian). Sarjana modern telah menyimpulkan bahwa istilah tersebut punya arti yang sangat luas pada abad-abad awal. Bisa berarti; "semua orang non-Persia di Timur"; [1] "setiap orang di timur laut Oxus (baca: sungai Amu Daya atau Sungai Jaihan)"; [2] "orang berbahasa Turki "; [3] "para pengembara dari kawasan Stepa Asia Tengah." [4]
Terlepas dari tersamar dan luasnya arti kata "Turki," halaman-halaman berikut ini hanya mendiskusikan tentang orang-orang yang secara khusus diidentifikasi sebagai orang Turki. Itulah para tentara yang berkat nama itu akhirnya berhasil menguasai pemerintahan pusat Abassiyah, segera setelah al-Mu'tasim wafat.
Karya kaum Muslim" (Muslim service) di sini saya artikan sebagai angkatan bersenjata, pengadilan dan pemerintahan kaum Muslim.
Ada sejumlah karya sekunder yang membahas tentang masyarakat Turki sejak masa al-Mu'tasim [5]. Sedikit tulisan dibuat seputar peran mereka sebelumnya di negara-negara Muslim. [6]
Orang Turki Perdana, tahun 54-198/674-813
Tanggal pasti paling awal orang Turki bekerja dalam pemerintahan Muslim adalah pada 60/680. Meski demikian, orang Turki tampaknya sudah turut bertempur bagi kaum Muslim beberapa tahun sebelumnya. Dalam 54/674 'Ubaidillah bin Ziyad, Gubernur Umayyah di Khurasan, menaklukkan kota Bukhara dan sekutunya di Turki. [7] Setahun kemudian, tatkala diangkat menjadi Gubernur Basra, dia membawa serta 2.000 atau 4.000 tawanan kaum Bukharan sebagai budak. [8] Para tawanan ini kemudian membentuk satu unit militer yang dikenal sebagai kaum Bukhariya yang terkenal karena keahlian para pemanahnya. [9]
Tidak jelas apakah kaum Bukhariya itu budak atau orang merdeka. [10] Juga tidak jelas berapa banyak dari mereka itu orang Turki. Fakta bahwa orang Turki bertempur bersama orang Bukhara melawan kaum Muslim menyiratkan bahwa mereka adalah sebagian dari tawanan. Keunggulan mereka dalam memanah menegaskan kemungkinan ini. Soalnya, orang Turki senantiasa terkenal karena keahlian mereka memanah. Dukungan lebih lanjut atas ide ini datang dari penyebutan khusus pertama tentang satu orang Turki yang bekerja dalam pemerintahan Muslim. Karena dia adalah budak 'Ubaidillah bin Ziyad. Jadi, kemungkinan besar dia anggota korps Bukhariya 'Ubaidillah.
Orang Turki pertama ini adalah seorang mawla (budak yang telah dibebaskan). Namanya Rashid. Pada 60/680 dia mengeksekusi mati sekutu al-Husayn b. 'Ali bin Abi Thalib, musuh Bani Umayyah. [11] Enam tahun kemudian muncul kisah khusus pertama tentang satu orang Turki yang berperang bagi kaum Muslim. Dia seorang budak (ghulam) yang berpartisipasi dalam perang suku Khurasan membela kaum Tamim. [12]
Saat Qutaiba bin Muslim menghadapi pemberontakan tentara Arabnya pada 96/715, dia mengancam mereka dengan pasukan non-Arabnya. Penggalan kisah berikut ini berasal dari pidatonya kepada tentara pemberontak:
Siapakah para pemanah itu? Orang-orang yang dengan anak panahnya memanah tanpa tangannya bergetar sehingga bisa melukai mata musuh kemudian menjahitkan alis matanya pada kantong matanya?"
Para pangeran dan bangsawan Persia, para bangsawan Turki serta bangsawan Soghdia, Badeghi, Tokharistan dan Khurasan pun bangkit. Mereka berjumlah lebih dari 10.000 orang. Semuanya pemanah andal yang tidak pernah meleset dari sasaran.
Sambil menunjukkan jari kepada mereka, Qutaiba berkata "... mereka lebih berani dari pada orang Arab." [13]
Meskipun sangat dihormati sebagai tentara, perikop ini menunjukkan bahwa pada 96/715, orang-orang Turki tidak membedakan diri mereka dari kelompok Asia Tengah lainnya.
Tepat dua tahun kemudian kaum Muslim punya kesempatan untuk mendapatkan pasukan Turki tetapi tidak memanfaatkannya. Ketika mencapai gencatan senjata dengan penguasa Tabaristan yang kafir, salah satu syarat yang ditetapkan adalah "dia menyerahkan kepada mereka 500 orang Turki yang telah membunuh banyak Muslim dan yang kemudian berlindung padanya." Bukannya memasukkan orang-orang Turki ini ke dalam pasukan Umayyah, kaum Muslimin malah mengeksekusi mereka. [14]
Sekitar 35 tahun berlalu tidak ada lagi kisah tentang orang Turki yang bergabung dalam dinas militer Muslim. Pada 123/741 seorang pemimpin Soghdian dari Khurasan, Muqatil bin 'Ali pergi ke Damaskus untuk memberi tahu Khalifah Hisham tentang kondisi Khurasan. Dalam perjalanan ini, dia memimpin pasukan yang terdiri dari 150 orang Turki. [15] Dua tahun kemudian, saat diangkat menjadi wakil gubernur (sub-gubernur) Amul, Muqatil bin 'Ali dan beberapa pejabat baru lainnya menerima instruksi dari Nasir bin Sayyar, Gubernur Khurasan. Tatkala Nasr diusir dari Merv, mereka seharusnya mengimpor orang Turki kemudian menyeberang ke Transoxiana. [16] Meski bagian ini tidak sepenuhnya jelas, beberapa peran militer Turki dapat dikemukakan.
Umayyah yang suka memberontak membunuh Khalifah al-Walid II dan keluarganya pada 126/744. Kala itu, seorang mawla " yang konon orang Turki" mengeksekusi cucu al-Walid. [17]
Apakah peran orang Turki dalam pengambilalihan Dinasti Abbasiyah? Seorang sejarawan tentang tentara Turki menulis bahwa "dapat diasumsikan dengan pasti bahwa unit pasukan Turki bertempur dalam pasukan Abu Muslim," [18] meskipun sumber-sumber bacaan (termasuk dari Akhbar ad-Dawla al-'Abbasiya yang baru-baru ini ada) tidak mendukung pernyataan ini. [19] Lebih jauh, saya tidak menemukan Bangsa Turki disebut-sebut melayani Khalifah Abbasiyah pertama, Khalifah Abu'l-'Abbas.
Kisah pertama tentang orang Turki yang bekerja dalam Dinasti Abbasiyah hanya mengemuka pada masa pemerintahan khalifah kedua, Khalifah al-Mansur, pada tahun 137/754, tatkala Zuhayr bin at-Turki menjadi Gubernur Hamadhan dan Mosul. [20] Ini menjadikannya orang pertama keturunan Turki yang memegang posisi tinggi dalam pemerintahan Muslim. Pseudo-Deyonosios Telmahriya', seorang sejarahwan Suriah, mengisahkan kepada kita tentang orang Turki yang bergabung dalam pasukan al-Mansur itu. [21] Sumber lain menyatakan bahwa pada saat al-Mansur wafat, dia meninggalkan 40.000 mawlas [22]. Dengan demikian amanlah untuk mengasumsikan bahwa banyak dari para mawlas itu adalah orang Turki.
Persoalan yang barangkali lebih penting dari persoalan angka adalah bahwa selama al-Mansur memerintah, orang Turki menjadi pelayan-pelayannya kepercayaannya. Aspek baru ini disimbolkan oleh Hammad at-Turki. Dia berperan penting dalam pembangunan Kota Baghdad. [23] Dia juga berperang melawan al-Hussein bin 'Ali, seorang pemberontak yang melawan Alid pada tahun 169/785 (sebuah kisah melaporkan bahwa Hammad sendiri berhasil membunuh al-Hussein bin 'Ali). [24] Secara pribadi, dia pun melayani al-Mansur sebagai pimpinan pengawal pribadi, kepala urusan rumah tangga istana dan ajudan (bahkan melakukan tugas-tugas sederhana seperti memasang pelana kuda al-Mansur). [25] Akhirnya, Hammad pun bertanggung jawab mengumpulkan pajak di Sawad (ta'dil as-sawad).[26] Dia juga tempaknya menjadi orang Turki pertama yang sangat penting untuk semua bidang dalam rombongan seorang khalifah. Para penulis Muslim mencatatkan al-Mansur yang sangat banyak memanfaatkan orang Turki dan betapa pentingnya Hammad:
Al-Mansur menjadi kalifah pertama yang menguasai orang Turki. Ia memperoleh Hammad dan al-Mahdi [penggantinya, atas namanya. Lebih banyak pengganti lagi bisa dilihat berikut ini), mendapat Mubarak. Kalifah selanjutnya dan orang lain pun mengikuti praktek mereka. [27]
Jumlah orang Turki semakin banyak. Pada akhirnya, jumlah mereka lebih banyak daripada orang-orang Dinasti Abbasiyah.[28]
Semua bukti mengarah kepada al-Mansur sebagai penguasa Muslim pertama yang membawa cukup banyak orang Turki masuk dalam pasukannya. Rujukan soal hubungan al-Mansur dengan orang Turki miliknya mungkin sedikit diperlihatkan dari pernyataannya seputar seorang budak Turki yang belakangan menjadi Gubernur Mesir, ketika dia mengatakan: "Dia itu orang yang takut kepada saya, bukan kepada Allah." [29]
Orang Turki terus hadir dalam Pemerintahan al-Mahdi (158-69 / 775-85). Ada orang Turki yang lebih takut kepada al-Mansur daripada kepada Tuhan pernah menjabat sebagai gubernur Mesir pada 162-64 / 779-80. Perlu dicatat bahwa bukan hanya dia yang menjadi budak, tetapi juga saudara laki-laki dan ayahnya. Ibunya adalah tante dari Raja Tabaristan. [30] Ada juga satu orang Turki yang memimpin pemberontakan di Fars. Orang ini terkait dengan seorang khadim dalam pasukan khalifah. Namanya Faraj al-Khadim at-Turki (mereka; dia dan sang khadim saling membantu).[31] Dalam jumlah besar orang Turki bertempur demi Muslim mungkin untuk pertama kalinya pada 160/777 ketika mereka melawan pemberontak Khariji 'Abdul Salam al-Yashkari. [32]
Ketika putra al-Mahdi yaitu al-Hadi berkuasa pada 169/785, dia harus menghabiskan sepuluh bulan pertama pemerintahannya melawan pemberontak al-Hussin bin 'Ali di Arab. Mawla atau budak yang sudah dibebaskan, Mubarak at-Turki menjadi salah satu dari beberapa komandan Abbasiyah.[33] al-Hadi berpikir dia tidak menunjukkan kekuatan yang cukup untuk melawan pemberontak sehingga menyita beberapa properti Mubarak. [34] Seperti disebutkan di atas, Hammad at-Turki juga berperang bagi khalifah dalam kampanye ini dan salah satu sumber melaporkan bahwa dia berhasil membunuh al-Hussein bin 'Ali.[35]
Nama orang Turki yang berdinas dalam bidang kemiliteran sesekali terus saja disebut hingga Pemerintahan Harun al-Rashid (170-93/786-809). Faraj al-Khadim at-Turki misalnya, memerintah Tarsus pada tahun pertama Harun al-Rashid memerintah. [36]] Karena orang Turki pernah dikaitkan dengan perang, maka sungguh mengejutkan mendengar tentang mawla Turki yang adalah seorang cendekiawan bidang agama; yang berdiam di Mesir kemudian meninggal dunia di sana pada 181/797.[37] Orang Turki pertama kali disebut-sebut dalam acara-acara seremonial kira-kira pada waktu ini. Ketika duta besar tiba dari India dengan membawa hadiah:
Harun al-Rashid mengatur orang Turki dalam dua baris kemudian mempersenjatai mereka dengan senjata yang sangat berat. Saking beratnya, maka hanya pupil mata mereka yang terlihat. Setelah itu, dia meminta duta besar masuk. .[38]
Ada juga satu orang Turki mengisahkan anekdot tentang khalifah dan wazirnya di 187/803. [39] Seperti yang ditunjukkan oleh Töllner, orang ini pasti dekat dengan khalifah atau wazir sehingga bisa membuat laporan ini.[40] Dukungan Turki pertama terhadap gerakan sektarian mengemuka pada 193/809 ketika mereka membantu pemberontak Rafi bin Layth. Dukungan ini hanya seumur jagung. Namun, karena komandan Abbasiyah memisahkan Turki dari Rafi ', mereka lalu melarikan diri sehingga melemahkan kekuatan pasukannya. [41] Akhirnya, Harun al-Rashid memperoleh 1.000 atau 4.000 budak (mungkin orang Turki) dari Khurasan sebagai kharaj (sebagai pembayaran atas pajak umum atau pajak tanah).[42]
Al-Ma'mun dan Al-Mu'tasim, 198-227/813-842
Temuan dinar emas dari masa al-Ma'mun berkuasa. |
Seiring naiknya al-Ma'mun, Dinasti Abbassiyah banyak memanfaatkan orang Turki. Khususnya budak. Karena alasan yang pernah saya utarakan dalam tulisan saya seputar perbudakan militer [43] al-Ma'mun menghadapi kriris sumberdaya manusia militer ketika naik ke puncak kekuasaan. Dan untuk itu, dia menyelesaikannya dengan merekrut sejumlah tentara sebagai budak:
al-'Uyun wa'l-Hada'iq: "Tatkala [al-Ma'mun] mencapai Baghdad [pada 204/819], dia membawa beberapa tentara di pasar."[44]
al-Qazwini: "Konon katanya [Yahya bin Aktham, seorang pejabat tinggi di bawah kekuasaan al-Ma'mun] berusaha mengumpulkan sejumlah pemuda ganteng yang bekerja sebagai budak (mamluks) dari Kalifah [al-Ma'mun]. Kepada mereka dikatakannya: "Jika bukan demi kalian, kami tidak bakal menjadi kaum beriman' [misalnya pembelaan kalian membuat agama kita aman]."[45]
an-Nuwayri: al-Ma'mun "adalah orang pertama yang memasukkan orang Turki dalam dinas kemiliterannya. [Akibatnya] harga mereka meningkat. Sampai pada titik bahwa perlu 100.000 atau 200.000 dirham untuk membeli salah satu dari mereka."[46]
al-Maqrizi: al-Ma'mun "semakin banyak membeli orang Turki sehingga harga mereka meningkat sehingga dia membeli satu budak (mamluk) seharga 200.000 dirham."[47]
Pantas dicatat bahwa beberapa sumber (seperti dua sumber pertama yang dikutip di atas) merujuk kepada pembelian budak secara umum. Sementara dua sumber lain (seperti dua sumber lain) secara khusus merujuk kepada budak Turki. Terlihat bahwa orang Turki membentuk kelompok budak yang terpenting, meskipun tidak mendominasinya.
Sejak pertama, saudara laki-laki Maimun yang lebih mudah, turut terlibat aktif merekrut paksa budak militer. Ia bertindak sebagai wakil al-Ma'mun. Bekalangan ia menjadi kalifah. Namanya, Kalifah al-Mu'tasim.
Ibn Qutayba: "Al-Ma'mun memerintahkan saudaranya Abu Ishaq [al-Mu'tasim] untuk merekrut paksa orang Turki. Dengan demikian, dia bisa mengimpor mereka [sebagai budak]."[48]
Begitu luar biasanya peran al-Mu'tasim sehingga beberapa kisah tidak menuliskan lagi tentang semua penguasa yang mempekerjakan orang Turki sebelum dia berkuasa.
Bal'ami: "Dialah kalifah pertama Dinasi Abasiyah yang memanfaatkan orang Turki dalam dinas kemiliterannya." [49]
al-Maqrizi, as-Suyuti, an-Nahrawali: "Dialah orang pertama yang memasukkan orang Turki dalam Daftar Militer."[50]
Al-Mu'tasim memperoleh reputasi ini dengan melakukan upaya bersama untuk merekrut orang Turki. Samarqand, kota pusat perdagangan budak yang terkenal, [51] menjadi sumber utamanya. [52] Para budak mungkin saja pertama-tama ditangkap oleh para pedagang dan penguasa lokal, kemudian dijual kepada agen Abbasiyah[53] Salah satu agen tersebut, seorang pria bernama Ja'far al-Khushshaki, menceritakan aktivitasnya:
Al-Mu'tasim mengirim saya pada masa pemerintahan al-Ma'mun menuju Samarqand, kepada Nuh b. Asad (penguasa Samanid di sana, 204-27 / 819-42] untuk membeli orang Turki. Setiap tahun saya mempersembahkan kepadanya sejumlah dari mereka.[54]
Al-Mu'tasim mulai menguasai Turki, berkat dorongan al-Ma'mun, tepat setelah berakhirnya perang saudara antara al-Amin dan al-Ma'mun. Pada 199/815 ia membeli Itakh, yang mungkin menjadi budak Turki pertamanya. [55] Al-Ma'mun pun sudah menerima budak dari Samarqand pada 200/816.[56] Pada 204/819 [57] al-Ma'mun "membeli beberapa tentaranya di pasar" Baghdad.[58] Al-Mu'tasim membeli Itakh, Ashnas, Wasif dan Sima ad-Dimashqi. Mereka semua tokoh terkemuka dalam pemerintahannya sendiri, di Baghdad.[59] Dia memperoleh Ashna dan Bugha al-Kabir selama kekhalifahan al-Ma'mun.[60] Namun, terlepas dari pembelian awal ini, sebuah kisah menyatakan bahwa al-Mu'tasim mulai merekrut paksa orang Turki pada 220/835.[61]
Selain melakukan pembelian terorganisir atas orang Turki dari Kota Samarqand, para khalifah menangkap orang-orang steppa/padang sabana Asia Tengah. Pada 211-12 / 826-27 al-Ma'mun menerima 2.000 Ghuzz Turki sebagai tawanan dari Kabul. [62] Para gubernur Tahirid awal di Khurasan mempunyai banyak budak yang mungkin mereka tangkap (karena para khalifah pasti tidak akan bertoleransi kepada budak yang mereka beli). Talha bin Tahir (gubernur 207-13 / 822-28) dapat mendermakan 80 mamluk dalam satu kesempatan;[63] 'Abdullah bin Tahir (gubernur 213-30 / 828-45) mengirim sebagai upeti tahunan lebih dari 44 juta dirham dan 1.012 budak (raqiq) atau 2.000 Ghuzz Turki yang ditangkap di Khurasan.[64] Gubernur di Samarqand Nuh bin Asad, juga mengirim budak sebagai bagian dari upeti tahunannya kepada khalifah. [65]
Akibat berbagai upaya ini, Khalifah al-Ma'mun dan al-Mu'tasim mampu kumpulkan sejumlah besar budak. Al-Ma'mun mempunyai jumlah yang cukup sehingga semaunya bisa mengirimkan 400 mamluk /tentara budak tampan yang bisa "ditunggangi" yang melayani kadi dan pejabat tinggi favorit. [66] Sebuah sumber mengatakan ia punya 70.000 budak. [67] Tatkala al-Ma'mun masih hidup, al-Mu'tasim memiliki tiga atau empat ribu budak. [68] Setelah kematiannya al-Mu'tasim memiliki 4.000, 8.000, 18.000, 38.000, 50.000 atau 70.000 budak.[69] Angka-angka itu mungkin berlebihan. Tetapi bagaimanapun, mereka memperlihatkan ada upaya besar yang dilakukan kedua khalifah itu untuk mengumpulkan budak Turki.
Orang Turki masih belum berperan dominan secara militer pasca-kekuasaan al-Ma'mun. Mereka berperang baginya selama perang saudara melawan saudaranya sendiri al-Amin, di bawah komando Tahir b. al-Hussein. [70]
Peran militer Turki belum dominan pada masa pemerintahan al-Ma'mun. Mereka berperang baginya dalam perang saudara melawan saudaranya al-Amin, di bawah komando Tahir bin al-Husein.[70] Al-Amin meratapi kekalahannya. Ia mengklaim bahwa jika Tahir bergabung dengan pihaknya, maka Turki dan Daylamis memang bisa saja bersekongkol melawannya tetapi mereka akan gagal. [71] Pernyataan ini menegaskan kehadiran orang Turki sekaligus pujian terhadap kemampuan militer mereka. Rashid at-Turki memimpin pasukan ke Mesir Hulu pada 216/831. [72] Al-Jahiz menceritakan melihat seratus pasukan kavaleri Turki berbaris di kedua sisi jalan untuk al-Ma'mun saat sedang berperang. Dia sangat terkesan dengan kenyataan bahwa hampir semua dari mereka tetap bertahan di tengah panas terik dengan tetap menunggang kuda.[73]
Di samping tentara, kita juga dengar tentang dua orang Turki yang melayani Dinasti Abbasiyah sebagai jurumasak selama kekalifahan al-Ma'mun. Satu orang bekerja untuk ayah seorang wazir/pangeran dan yang lainnya bekerja untuk al-Mu'tasim. [74] Tatkala wafat, al-Ma'mun dimakamkan dalam rumah yang sebelumnya dimiliki salah seorang sida-sida Turkinya. [75]
Dekatnya hubungan al-Mu'tasim dengan orang Turki berawal pada masa al-Ma'mun berkuasa. Sejak 202/818, tatkala memerangi pemberontakan Khariji, dia mempekerjakan seorang pengawal dari kalangan budak Turki. Salah satu dari mereka berhasil menyelamatkan nyawanya. [76] Karena itu, ketika dia pergi ke Mesir pada 213/828, ada 4.000 orang Turki mendampinginya. Mereka belakangan dibiarkan tinggal bersama dia di sana hingga dua tahun kemudian. [77]
Ketika berkuasa pada 218/833, al-Mu'tasim mendelegasikan banyak kekuasaannya kepada sejumlah orang Asia Tengah. Sejarah kekuasaannya menggemakan nama-nama tokoh seperti Ashnas, Itakh, Bugha al-Kabir, Wasif dan al-Afshin.[78]
Adalah Ashnas[79] yang membela al-Mu'tasim dalam insiden yang disebutkan di atas. Ashnas, berhasil menyelamatkan sang kalifah masa datang dari tikaman pisau penyerangnya. [80] Dia juga melakukan dua ekspedisi bagi kepentingan al-Ma'mun. Pada 215/830 dia memimpin pasukan Abbassiyah melawan tentara Kekaisaran Bizantium. Dua tahun kemudian dia memimpin mereka menuju Mesir.[81] Tatkala al-Mu'tasim berkuasa, dia mengangkat Ashnas sebagai Gubernur Mesir. [82]. Ashnas berhasil mempertahankan gelar itu selama beberapa tahun tanpa benar-benar berdiam atau memerintah Mesir. Memang, para penulis sejarah nyaris sepenuhnya mengabaikannya ketika mengisahkan kembali sejarah Mesir selama dia berkuasa. Tampaknya al-Mu'tasim ingin menghormati Ashnas dengan memberikan jabatan gubernur tanpa melepaskan kekuasaannya atas pengadilan. Pada 223/838, Ashnas memimpin berbagai unit pasukan menuju medan tempur Amorium di Anatolia dan pada saat pulangnya. [83] Sekali lagi penghormatan diberikan kepada Ashnas ketika al-Mu'tasim mengijinkannya menduduki tahta pada 225/840.[84] Setahun kemudian, Ashnas naik haji ke Mekkah. Al-Mu'tasim lagi-lagi menganugerahkannya kehormatan yang lebih besar dengan memberinya kuasa untuk menguasai setiap kawasan yang dia lewati antara Samarra dan Mekkah. [85] Dengan demikian, dia kadang dikenali sebagai Gubernur Suriah, Gubernur al-Jazira dan Gubernur Mesir [86] meskipun sekali lagi, dia tidak pernah memerintah propinsi-propinsi itu. Dia meninggal dunia pada 230/845.[87]
Itakh.[88] Aslinya, dia jurumasak. Pada 199/815, dia mendatangi al-Mu'tasim. Pada 222/837, dia bergabung dalam perang panjang (220-223/835-838) melawan pemberontak Iran, Babak. [90] Setahun kemudian dia memimpin sayap kanan pasukan menuju Amorium, memimpin pasukan Turki dan Farghania di medan pertempuran di sana. [91] Pada 225/840 dia menjadi Gubernur Yaman. Tetapi pada tahun yang sama kita memperoleh laporan bahwa dia menjaga pintu masuk istana al-Mu'tasim[92]. Dengan demikian jabatan ini mungkin saja merupakan pengangkatan penghormatan. Dua tahun kemudian, dia berperan melawan pemberontak di dekat Kota Mosul.[93] Segera pasca-kematian al-Mu'tasim dia memperoleh posisi penting Gubernur Khurasan;[94] Namun, al-Mutawakkil memerintahkan dia supaya dieksekusi mati pada 234/849.[95]
Bugha al-Kabir[96] pertama kali disebut-sebut pada 210/825. Kala itu, dia mencaplok tanah milik orang lain.[97] Dia menyebabkan pasukan Abbasiah lega ketika berperang melawan Babak pada 220/835 dan setahun kemudian dia memimpin pasukannya sendiri [98]. Dalam perjalanan menuju medan perang Amorium sekaligus saat pulang dari sana, dia memimpin pasukan sayap, yang melindungi pasukan utama. Dia melayani al-Mu'tasim sebagai kepala urusan rumah tangga istana (hajib) [100]. Pasca-kekuasaan al-Mu'tasim, Bugha al-Khabir mengisi beberapa jabatan penting hingga meninggal dunia pada 248/862[101]. Sebuah kisah sejarah mengatakan dia senang perang dan meninggal pada usia lebih dari 90 tahun (berdasarkan perhitungan tahun Kamariah) [102]. Jika kisah itu benar, maka Bugha al-Khabir itu sudah dewasa ketika direkrut paksa oleh al-Mu'tasium.
Wasif[103] berperan dalam pertempuran di Amorium. Dia melayani al-Mu'tasim sebagai kepala rumah tangga istana. [104] Bagaimanapun, seperti Bugha al-Kabir, posisi-posisinya yang penting justru diraihnya pasca-kematian al-Mu'tasim. Wasif meninggal dunia pada 253/867.[105]
Al-Afshin [106] adalah jenderal pasukan al-Mu'tasim paling terkemuka. Ia memimpin serangan militer demi kepentingan al-Ma'mun.[107] Pada masa al-Mu'tasim berkuasa, dia memimpin pertempuran melawan Babak dan dalam penaklukan Amorium.[108]. Tidak kami bahas karirnya yang penting dan kejatuhannya yang menakjubkan. Karena bagaimanapun, meski dua sumber menyebutnya sebagai orang Turki,[109] dia berasal dari Farghana, wilayah budaya Iran. Dan biasanya, masyarakatnya tidak dianggap sebagai orang Turki. [110]
Beberapa orang Turki lain yang kurang terkenal punya posisi penting. Seperti Sima ad-Dimashqi, Sima ash-Sharabi dan Muhammad bin Hammad bin Danfash misalnya, yang melayani al-Mu'tasim sebagai kepala urusan rumah tangga istana. [111] Termasuk juga Bashir at-Turki yang memimpin pasukan Farghania dalam penyergapan terhadap Babak pada 222/837. [112]
Ada orang Turki yang tidak diketahui namanya mengisi berbagai peran militer. Beberapa menjadi pengawal, baik untuk khalifah atau untuk orang lain; [113]. Mereka juga menjaga Ibrahim bin al-Mahdi pada 210/825 dan bertempur di Amorium. [114] Peran mereka sangat besar dalam persekongkolan putra al-Ma'mun al-'Abbas melawan al-Mu'tasim. [115] Misalnya, Ashnas hendak dibunuh oleh sesama orang Turki, teman minumnya. [116] Ketika konspirasi gagal, lagi-lagi orang Turki yang mengeksekusi salah satu pemimpinnya pada 223/838.[117] Al-Afshin pernah mengirim seorang mawla, budakTurki untuk membunuh salah satu anak buah Babak di 222/837. [118]
Orang Turki memberikan layanan pribadi bagi al-Mu'tasim. Dikisahkan, pada suatu kesempatan, dia meminta Itakh membawakannya kurma [119] dan seorang kasim budak Turki menepuk mati lalat yang hinggap di kepalanya. [120] Orang Turki juga melayani orang lain dengan cara non-militer. [121]
Dukungan yang mungkin paling tampak diberikan pada orang Turki adalah ketika al-Mu'tasim memelihara salah satu dari mereka yaitu al-Fath b. Khaqan dan putranya Ja'far, yang belakangan menjadi Kalifah al-Mutawakkil.[122] Hubungan dekat antara keduanya berlangsung selama beberapa dekade dan Al-Fath berperan penting dalam pemerintahan al-Mutawakkil. [123]
Penyelidikan ini seharus menetapkan dua pemikiran; (1) Orang Turki melayani para penguasa Muslim, pemerintah dan angkatan bersenjata mereka sebelum al-Mu'tasim berkuasa sementara (2) mereka semakin penting selama dia berkuasa. Terkait dengan perebutan kekuasaan yang mereka lakukan terhadap Dinasti Abbasiyah segera pasca-kematian al-Mu'tasim, pantas dicatat bahwa orang-orang Turki itu sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa mereka tidak patuh atau berambisi merebut kekuasaan pada masa hidup al-Mu'tasim. Namun, memang kepada mereka, dia memberikan begitu banyak kekuasaan. Akibatnya, dalam kurun waktu beberapa tahun pasca-kemariannya, mereka efektif menguasai kekalifahan Abbasiyah.[124]
Pemutakhiran 1 Januari 1980: Untuk mendapatkan kajian pendamping atas kajian ini, lihat tulisan saya, "Black Soldiers in Early Muslim Armies" (Tentara Berkulit Hitam dalam Pasukan Awal Muslim), International Journal of African Historical Studies 13(1980): hal. 87-04.
[1] H.A.R. Gibb, The Arab Conquests in Central Asia (London, 1923), hal. 10.
[2] P.K. Hitti, History of the Arabs (edisi revisi ke-9 :New York, 1967), hal. 210.
[3] R.N. Frye and A.M. Sayılı, "Turks in the Middle East before the Saljuqs," Journal of the American Oriental Society, 63 (1943), hal. 196.
[4] O S.A. Ismail, "Mu'tasim and the Turks," Bulletin of the School of Oriental and African Studies, 29(1966), hal. 13. V. Minorsky, Sharaf al-Zaman Tahir Marvazil on China, the Turks and India (London, 1942), hal. 92 mencatat bahwa "Bangsa Turki" termasuk dalam Bangsa "Finno-Ugarian dan Slavonic Eropa Timur."
[5] Khususnya:
(1) P. G. Forand, "The development of military slavery under the Abbasid caliphs of the ninth century A. D. (third century A. H.), with special reference to the reigns of Mu'tasim and Mu'tadid." (Ph. D., Princeton University, 1962).
(2) S. Hamdi, "Die Entstehung und Entwicklung des turkishen Einflusses im 'Abba· sidenreich bis Mutawakkil." (Ph.D., University of Tubingen, 1954).
(3) Ismail.
(4) H. Töllner, Die türkischen Garden am Kalifenhof uon Samarra (Bonn, 1971).
Terlepas dari judulnya, karya D. Ayalon bertajuk "Military reforms of the Caliph al-Mu'tasim—their background and consequences", (Jerusalem, 1963. Mimeographed) nyaris tidak menyebutkan tentang orang Turki.
Belum pernah saya baca bagian pertama buku H.D.Yildiz bertajuk, "Abbasiler devrinde Türk kumandanları," Istanbul Tarih Enstitüsü Dergisi, 1(1973). Part II itu in idem., 2(1974), hal. 51·58 yang membahas tentang Itakh, pemimpin Turki yang mengawali karirnya pada masa al-Mu'tasim. Saya juga tidak tahu banyak tentang disertasi doktornya yang tidak diterbitkan, kecuali judulnya, "Mu'tasim devrinde Abbasī Ìmparatorluğu."
[6] Beberapa karya yang membahas tentang Bangsa Turki pada masa awal pemerintahan Muslim mencakup:
(1) Ş. Günaltay, "Abbas oğuları imparatorluğunun kuruluş ve yükselişinde Türklerin rolü," Belleten, 6(1942), hal. 177-205.
(2) J. Karabacek, "Erstes urkundliches Aufreten von Türken," Mitteilungen aus der Sammlung der Papyrus Erzherzog Rainer, 1(1887), hal. 93-108.
(3) Z. al-Kitabchi, "at-Turk fi mu'allifat al-Jahiz wa makanathum fi't-tarikh al-Islami ila awasit al-qarn ath-thalith al-hijri." (Ph. D., University of Karachi [tanggal penerbitannya tidak diperoleh]).
(4) E. Mainz, "Die Türken in der klassichen arabischen Literatur," Der Islam, 21 (1973), hal. 279-285.
[7] al-Baladhuri, Futuh al-Buldan, editor M. J. de Goeje (Leiden 1866), p. 411; at-Tabari, Tarikh ar-Rusul wa'l-Muluk, editor M. J. de Goeje et al. (Leiden, 1879-1901), 2. 169.
[8] al-Baladhuri, hal. 410; Ibn al-Faqih al-Hamadhani, Kitab al-Buldan, editor M. J. Goeje (Leiden, 1885), hal. 191; Narshakhi, Tarikh-I Buldan, diterjemahkan oleh R. N. Frye, The History of Bukhara (Cambridge, Mass., 1954), hal. 37; Yaqut, Mu'jam al-Buldan, editor F. Wustenfeld (Leipzig, 1866-72), 1. 522.
[9] at-Tabari, 2. 170.
[10] al-Baladhuri, hal 376.
[11] at-Tarabi, 2. 268.
[12] at-Tabari, 2. 698.
[13] Bal'ami, Tarjama-yi Tarikh-i Tabari, diterjemahkan oleh. H. Zotenberg, Chronique de Tabari (Nogent-le-Rotrou, 1867-74), 4. 209. Sebegitu jauh, dapat saya katakan, penggalan kisah ini tidak ditemukan dalam at-Tabari. Lihat al-Baladhuri 424.
[14] Ibn A'tham, Kitab al-Futuh, ed. M. 'Abd al-Mu'id Khan et al. (Hyderabad, 1388/1968-), 7. 293.
[15] at-Tabari, 2. 1719.
[16] at-Tabari 2. 1767.
[17] at-Tabari , 1805.
[18] Tollner 14.
[19] Artikel Günaltay tentang pokok bahasan ini muncul sangat sedikit.
[20] at-Tabari, 3. 118.
[21] Makhtebanut, tr. J. B. Chabot, Chronique de Denys de Tell-Mahre (Paris 1895), 4. 72.
[22] al-Rashid b. az-Zubayr, adh-Dhakha'ir wa't-Tuhaf, ed. M. Hamidullah (Kuwait, 1959), hal. 213.
[23] at-Tabari, 3. 118.
[24] Abu 'l-Faraj al-Isfahani, Maqatil at-Talibiyin, ed. S. A. Saqr (Cairo 1368/1949), hal. 451.
[25] at-Tabari, 3. 280, 309, 392; al-Ma'udi, Muruj adh-Dhahab, editor M. M. 'Abd al-Hamid (edisi ke-5: Cairo, 1393/1973).
[26] al-Jahshiyari, Kitab al-Wuzara' wa'l-Kuttab, ed. M. Saqa (Cairo, 1357/1938), hal. 134.
[27] ath-Tha'alibi, Lata'if al-Ma'arif, editor I. al-Abyari dan H. K. as-Sayrafi (Cairo, 1960), hal. 20.
[28] Ibn Badrun, Sharh Qasidat Ibn 'Abdun, ed. M.S. Al-Kurdi (Cairo 1340), hal. 285.
[29] al-Kindi, Kitab al-Wulah wa Kitab al-Qudah, editor R. Guest (Leiden, 1912), hal. 122-23.
[30] Ibid.
[31] al-Jahshiyari, dalam halaman 151; at-Tabari, 3. Hal. 604 menyebutnya at-Turki.
[32] Khalifa b. Khayyat, Kitab at-Tarikh, editor S. Zakkar (Damascus 1967-68), hal. 701.
[33] at-Tabari, 3. Hal. 562.
[34] Ibid. 3. Hal. 563. Properti itu mungkin saja tanah pemberian (qati'a) yang dimiliki Mubarak di Baghdad yang disebutkan dalam karya al-Ya'qubi, bertajuk Kitab al-Buldan, editor M. J. de Goeje (Leiden, 1892), hal. 253. Mubarak pastinya sudah sangat kaya. Soalnya, dia bisa memberi pinjaman jutaan dirham (at-Tabari, 3. hal. 981, al-Jahshiyari, hal. 100).
Untuk membaca kisah tentang kemarahan al-Haid, lihat Abu'l Faraj al-Isfahani, hal. 452. Laporan Yaqut pada 3.852 bahwa Mubarak membunuh al-Hussein bin Ali tampaknya telah membuat Mubarak bingung dengan Hammad.
[35] Abu'l Faraj al-Isfahani, hal. 451.
[36] at-Tabari, 3. hal 604.
[37] Ibn Taghri Birdi, an-Nujum az-Zahira, editor A. Z. al-'Adawi et al. (Cairo 1348-92/1929-72), 2. 103. Seorang budak sahaya yang dibebaskan dari Farghana menjadi ahli hadith dan penyair (Ibnu Qutaiba, Kitab al-Ma'arif, editor F. Wustenfeld [Gottingen, 1850] hal. 270).
[38] Ibn 'Abd Rabbih, al-'Iqd al-Farid, ed. A. Amin et al. (Cairo 1940-53), jilid 2, hal. 203.
[39] at-Tabari, 3. hal. 683.
[40] Töllner, hal. 18.
[41] at-Tabari 3. Hal. 775.
[42] Ibn Hamdun, at-Tadhkira, 2. hal. 234, dikutip oleh Hamdi, hal. 9, footnote 3.
[43] "From Mawla to Mamluk: the Origins of Islamic Military Slavery" (Ph. D., Harvard University, 1978), hal. 184-88.
[44] al-'Uyun w'al-Hada'iq, M. J. de Goeje (Leiden, 1869-1871) dalam Fragmenta Historicorum Arabicorum, hal. 379.
[45] al-Qazwini, Athar al-Bilad wa khbar al-'Ibad (Beirut, 1389/1969), hal. 318.
[46] Dikutip pada hal. 255 dalam sebuah catatan kaki editor pada buku karya al-Ya'qubi bertajuk, Kitab al-Buldan.
[47] al-Maqrizi, an-Niza' wa't-Takhasum, editor G. Vos (Leiden, 1888), hal. 63.
[48] Ibnu Qutaiba, Kitab al-Ma'arif, editor T. 'Ukasha (Cairo 1969), hal. 391. Kutipan ini lenyap dari edisi yang dieditori oleh Wustenfeld.
[49] Bal'ami, 4. hal. 524.
[50] al-Maqrizi, Kitab as-Suluk, editor M. Ziyada (Cairo, 1935-1973), 1. 16; as-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', editor M. M. 'Abd al-Hamid (edisi ketiga: Cairo, 1383/1964), 24; an-Nahrawali, al-A'lam bi-A'lam Bayt Allah al-Haram, editor F. Wustenfeld (Gottingen, 1272/1857), hal. 123.
Indikasi lain dari ini muncul dari Yaqut 4. 454; Mubarak, orang kesukaan al-Mahdi secara keliru menyebutkan mawla itu berasal dari masa kepemimpinan al-Mu'tasim atau al-Ma'mun.
[51] al-Muqaddasi, Ahsan at-Taqasim fi Ma'rifat al-Aqalim, editor M. J. Goeje (Leiden, 1877), hal. 278.
[52] al-Ya'qubi , hal. 255; Ibn Hawqal, Kitab Surat al-Ard, editor J. H. Kramers (Leiden 1939), hal. 468; Ibn Khaldun, Kitab al'Ibar (Bulaq, 1284), 3. 257; Ibn Taghri Birdi, an-Nujum az-Zahira (Cairo 1929-72), 2. 233; an-Nahrawali, hal. 123.
[53] al-Balawi, Sirat Ahmad b. Tulun, editor M. K. 'Ali (Damascus 1358/1939), hal. 34 menyebutkan Tulun sebagai seorang tawanan (sabi).
[54] al-Ya'qubi, hal. 255-56.
[55] at-Tarabi, 3. 1383.
[56] al-Balawi, hal. 34; Ibn Jawzi, al-Muntazam (Hyperbad, 1357-59), 5. 71; Ibn Khallikan, Wafiyat al-A'yan, editor I. 'Abbas (Beirut, 1968-72), I. 173.
[57] "When he reached Baghdad," misalnya pada tahun 204/819.
[58] al-'Uyun wa'l-Hada'iq, hal. 379.
[59] al-Ya'qubi, hal. 256.
[60] Bal'ami, 4. 534.
[61] Ibn Taghri Birdi, 2. 233.
[62] Ibn Khurdadhbih, al-Masalik wa'l-Mamalik, editor M. J. de Goeje (Leiden, 1889), hal. 37.
[63] Tayfur, Kitab Baghdad, editor H. Keller (Leipzig, 1908), hal. 172.
[64] al-Muqaddasi, hal. 340 dan Ibnu Khurdadhbih, hal. 39.
[65] al-Balawi, hal. 33; Ibn al-Jawzi, 5. 71; Ibn Khallikan, 1. 173; Ibn Taghri Birdi, 3. 1.
[66] al-Qazwini, hal. 318.
[67] Ibn Dihya al-Kalbi, an-Nibras fi Tarikh Khulafa al-'Abbas, editor 'A. al-'Azzawi (Baghdad, 1365/1946), hal. 65.
[68] al-Ya'qubi, hal. 255-56; al-Kindi, hal. 188-89; Ibn Taghri Birdi, 2. 208-09.
[69] al-Mas'udi, 4. 53; Ibn Taghri Birdi, 2. 233; Ibn Kathir, al-Bidaya wa'n-Nihaya (Cairo, 1348-58), 10. 296; Bar Hebraeus, Makhtebanut Zabhne, editor and diterjemahkan oleh E. W. Budge, The Chronography of Gregorus Abu'l-Faraj (London 1932), 1. 140; al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad (Cairo, 1931), 3. 346; ar-Rashid b. az-Zubayr, hal. 214; al-Qazwini, hal. 385; Yaqut, 3. 16.
[70] at-Tabari, 3. 799, 891.
[71] al-Mas'udi, 3. 419.
[72] al-Kindi, hal. 192.
[73] al-Jahiz, Manaqib al-Atrak in Majmu'at ar-Rasa'il, editor M. as-Sasi al-Maghribi (Cairo, 1324), hal. 37.
[74] Tayfur, hal. 217, 268; at-Tabari, 3. 1234, 1383.
[75] at-Tabari, 3. 1140; al-Mas'udi, at-Tanbih wa'l-Ashraf, editor M. J. Goeje (Leiden 1894), hal. 190 menyebutnya orang Turki.
[76] at-Tabari, 3. 1107; Miskawayh, Tajarub al-Umam, editor M. J. Goeje (Leiden, 1869-71) dalam Fragmenta Historicorum Arabicorum, I. 438; Abu Zakariya Yazid al-Azdi, Tarikh al-Mawsil, editor A. Habiba (Cairo, 1967), hal. 352.
[77] al-Kindi, hal. 188-89; Ibn Taghri Birdi, 2. 208-209.
[78] al-Mu'tasim sendiri menganggap orang-orang ini (menyebutkan nama mereka semua selain Bugha al-Khabir) sebagai agen-agennya yang paling penting (at-Tabari, 3. 1327).
[79] Ashnas disebut sebagai orang Turki. at-Tabari, 3. 1017, 1306, 1338; al-Mas'udi, Muruj adh-Dhahab, 4. 55, 60; al-Ya'qubi, Kitab al-Buldan, hal. 259; al-Ya'qubi, at-Tarikh (Beirut, 1960), 2. 475, 479, 481; Bal'ami, 4. 524; Ibn Taghri Birdi, 2. 243, 245, 255-56, 274; Miskawayh, 438; Ibn Khallikan, 3. 89; Abu Zakariya Yazid al-Azdi, hal. 352; Ibn al-'Adim, Zubat al-Halab min Tarikh al-Halab, editor S. ad-Dahhan (Damascus, 1951-1968), 1. 69.
Ghulam: semua referensi dalam catatan 76.
Mamluk: al-Ya'qubi, Kitab al-Buldan, hal. 256.
Mawla: Yaqut, 3. 16.
Mawla amir al-mu'minin (terkait dengan istilah ini, lihat buku "From Mawla to Mamluk," hal. 128-33): P. Balog, Umayyad, 'Abbasid and Tulunid Glass Weights and Vessel Stamps (New York, 1976), hal. 240-243 (ada lima contoh).
[80] Lihat rujukan pada catatan kaki 76.
[81] at-Tabari, 3. 1103 and al-Kindi, hal. 192.
[82] Al-Kindi, hal. 194; Ibn Taghri Birdi, 2. 229; Abu Zakariya Yazid al-Azdi, hal. 416.
[83] Menuju Amorium: (Vanguard) at-Tabari, 3. 1236; al-Ya'qubi, at-Takrikh, 2. 475; (kavaleri) at-Tabari, 3. 1241: (infantri) al-'Uyun wa'l-Hada'iq, hal. 393; (sayap kiri) at-Tabari, 3. 1244. Dari Amorium: (sayap kanan) at-Tabari, 3. 1260; (pengawal samping) at-Tabari, 3. 1261-62.
[84] at-Tabari, 3. 1302; al-'Uyun wa'l-Hada-iq, hal. 404.
[85] at-Tabari, 3. 1318.
[86] Ibn al-'Adim, 1. 69.
[87] at-Tabari, 3. 1338.
[88] Itakh disebut-sebut sebagai orang Turki: at-Tabari, 3. 1306, 1327; al-Mas'udi, Muruj adh-Dhahab, 4. 60; al-Ya'qubi, at-Tarikh, 2. 479, 481, 485; Bal'ami, 4. 524; Ibn Taghri Birdi, 2. 243, 255, 245, 274.
Khazar: at-Tabari, 3. 1383; Ibn Taghri Birdi, 2. 276.
Ghulam: at-Tabari, 3. 1383.
Mamluk: al-Ya'qubi, Kitab al-Buldan, hal. 256; Ibn Taghri Birdi, 2. 276.
Mawla amir al-mu'minin: Balog, hal. 246, 248. Tentang karirinya, lihat Yudez.
[89] at-Tabari, 3. 1234, 1383; Abu Zakariya Yazid al-Azdi, hal. 424.
[90] at-Tabari, 3. 1195.
[91] at-Tabari, 3. 1236, 1250.
[92] at-Tabari, 3. 1303, 1307, 1327.
[93] at-Tabari 3. 1322.
[94] al-Ya'qubi, at-Tarikh, 2. 479.
[95] at-Tabari, 3. 1383-87; Ibn Taghri Birdi. 2. 276.
[96] Bugha al-Kabir disebut sebagai orang Turki: at-Tabari, 3. 1313; al-Ya'qubi, at-Tarikh, 2. 478; Ibn Taghri Birdi, 2. 218, 327.
[97] at-Tabari, 3. 1085.
[98] at-Tabari, 3. 1174, 1186-93.
[99] Abu Zakariya Yazid al-Azidi, hal. 427; at-Tarabi, 3. 1261.
[100] al-Mas'usi, at-Tanbih, hal. 356; Eutychius, Tarikh al-Majmu'a, editor L. Cheicho, et al. (Beirut, 1906-09), 2. 61 (tetapi bukan pada halaman 284).
[101] at-Tabari, 3. 1506; Ibn Taghri Birdi, 2. 327.
[102] Ibn Taghri Birdi, 2. 327.
[103] Wasif disebut-sebut sebagai orang Turki: at-Tabari, 3. 1351, 1479, 1531, 1559, 1687; Ibnu Habib, Kitab al-Muhabbar, editor E. Lichtenstadter (Hyderabad, 1361/1942), hal. 260; al-Ya'qubi, at-Tarikh, 2. 478 Ibn Taghri Birdi, 2. 327, 338, 340; Eutychius, 2. 61-62.
Mamluk: al-Ya'qubi, Kitab al-Buldan, hal. 256; Ibn Taghri Birdi, 2. 340.
Mawla: al-'Uyun wa'l-Hada'iq, hal. 409-10; Ibn 'Abd Rabbih, 5. 121; at-Tabari, 3. 1481.
Malwa amir al-mu'minin: at-Tabari, 3. 1484-85; al-Baladhuri, hal. 235.
[104] A role at Amorium: at-Tabari, 3. 1237.
As hajib: al-Ya'qubi, at-Tarikh, 2. 478; al-'Uyun wa'l-Hadah'iq, hal. 409-10; Ibn Habib, hal. 260; Ibn 'Abd Rabbih, 5. 121; Eutychius, 2. 61.
[105] al-Y'qubi, at-Tarikh, 2. 502; Ibn Taghri Birdi, 2. 338, 240.
[106] Al-Afshin disebut sebagai orang Turki: Masalik al-Mamalik, editor M. J. de Goeje (Leiden, 1870), hal. 292; J. Saint Martin, Memoires historiques et geographiques sur l'Armenie (Paris, 1818-19), 1. 344 yang mengandalkan diri pada para sejarahwan Armenia.
Mawla: ad-Dinawari, al-Akhbar at-Tiwal, editor A. M. 'Amir and G. ash-Shayyal (Cairo, 1960), hal. 403.
Mawla amir al-mu'muinin: al-Qalqashandi, Subh al-A'sha (Cairo, 1913-22), 6. 404.
[107] at-Tabari, 3. 1105, 1106.
[108] at-Tabari, 3. 1170-1234, 1236-56.
[109] Lihat catatan 106 di atas.
[110] Al-Afshin's trial, at-Tabari, 3. 1303-18, disebarluaskan seiring dengan fakta tentang kebudayaan Iran yang dimilikinya; tidak secara khusus 3. 1312 dan 1315.
[111] al-Ya'qubi, at-Tarikh, 2. 478; Ibn 'Abd Rabbih, 5. 121. Nama Muhammad bin Hammad bin Danfash tampaknya hendak mengindikasikan bahwa ayahnya memang sudah menjadi Muslim.
[112] at-Tabari, 3. 1215-16.
[113] at-Tabari, 3. 1076, 1289.
[114] at-Tabari, 3. 1076, 1250; al-'Uyun wa'l-Hada'iq, hal. 394.
[115] at-Tarabi, 3. 1267; Miskawayh, hal. 501-12.
[116] at-Tabari, 3. 1257, 1266.
[117] at-Tarbi, 3. 1265.
[118] at-Tarabi, 3. 1194.
[119] at-Tarabi, 3. 1325.
[120] al-Mas'udi, Muruj adh-Dhahab, 4. 50.
[121] Abu'l-Faraj al-Istahani, al-Aghani, (Bulaq, 1284-85), 7. 155.
[122] Ibn Taghri Birdi, 2. 325.
[123] O. Pinto, "Al-Fath b. Haqan, favorite di al-Mutawakkil," Revista degli studi orientali, 13 (1931-32), hal. 133-49.
[124] Erratum: Setelah menyerahkana artikel ini kepada pers, pengarang tersadar akan kesalahan terjemahan. Tolong abaikan saja kutipan dari al-'Uyun wa'l-Hada'iq di atas pada catatan 44 dan 58.
Topik Terkait: Sejarah, Turki dan orang-orang Turki
Artikel Terkait:
- Is the Hatay/Alexandretta Problem Solved?
- You Need Beethoven to Modernize
- Black Soldiers in Early Muslim Armies
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be reposted, forwarded, or translated so long as it is presented as an integral whole with complete information about its author, date, place of publication, as well as the original URL.