Webpage buku.
Ketika tiba di Kairo pada 1970, peninjau buku ini terjun dalam kehidupan kota. Termasuk mengunjungi ruangan-ruangan musik lapuk bernuansa agak muram menyedihkan di kawasan Ezbekiya. Lima puluh tahun kemudian, ketika membaca bagaimana tempat-tempat itu dibangun persis lima tahun sebelumnya dan belakangan ini berkembang subur, kenangan pun kembali menyeruak sekaligus menempatkan semuanya itu dalam perspektifnya yang sebenarnya.
Penulis buku ini, Cormack, meraih gelar Ph.D. dalam bidang Teater Mesir (siapa yang tahu ada program bergelar seperti itu?) dari University of Edinburgh (Inggris). Secara menyeluruh ia meneliti topik yang diduga tak lagi dipakai dalam pendekatan arsip.
Tentang para wanita yang memenuhi kelab malam, ruang dansa dan kabaret di pusat kawasan Ezbekiya yang pantas dipertanyakan secara moral (demi-monde). Mereka sangat beragam. Berasal dari berbagai latar belakang dengan ambisi artistik dan tekad yang besar.
Ambil contoh seniman Rosa al-Yousef. Dia tiba di kawasan itu pada 1912. Dari negara yang kini disebut Libanon. Usianya baru 14 tahun kala itu Tanpa uang sepeser pun. Dan, sendirian. Berkat "perjuangan, misteri, kerja keras, tekad dan lebih dari sekadar upaya untuk membuat mitologi," ia menjadi aktris sukses dan belakangan menjadi penerbit. Majalah mingguan yang didirikannya yang diberi nama sesuai namanya (Ruz al-Yusuf) masih terbit sembilan puluh lima tahun kemudian. Selain itu, putranya (Ihsan Abdel Koudous) dan cucunya (Yussef El Guindi) adalah penulis penting. Demikianlah warisannya tetap hidup.
Ceritanya pun penuh kejutan. "Termasuk, pada berbagai titik yang berbeda, ada seorang desainer Seni dan Kerajinan Inggris yang senantiasa gembira, beberapa aktris yang tampil dengan pakaian lawan jenis, seorang penari perut yang terlibat dalam politik sayap kiri bawah tanah dan upaya yang gagal untuk membuat versi film dari kehidupan Nabi Muhammad, disutradarai oleh orang yang kemudian membuat Casablanca." Singkatnya, "Era 1920-an dan 1930-an adalah waktu yang menyenangkan untuk hidup di Mesir."
Demikianlah era 1950-an. Berawal dengan 26 Januari 1952. Sebagian besar kawasan Ezbekiya dibakar. Berlanjut dengan kudeta 23 Juli 1952 yang berhasil menggulingkan monarki sekaligus mengantarkan Gamal Abdel Nasser naik ke puncak kekuasaan. Cormack lantas menyebut dinamika ini sebagai "penghinaan semu puritan yang bijaksana dari industri hiburan modern" yang membuatnya bertekuk lutut, hanya menyisakan puing-puing industri hiburan usang yang menyedihkan yang disaksikan oleh peresensi buku ini pada awal 1970-an. "Kairo kini menjadi kota yang dihuni oleh tokoh-tokoh baru: para penasihat Soviet, para tokoh gerakan pembebasan Afrika berikut para aktivis dari seluruh penjuru dunia ketiga."
Topik Terkait: Mesir, Seks dan relasi gender
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.