[Pengantar Editor:] Daniel Pipes berbicara dalam acara Restoration Weekend David Horowitz Freedom Center 2021 yang diselenggarakan 11 – 14 November 2021 di Breakers Resort, Palm Beach, Florida. Dia membahas sebuah fenomena penting. Tentang membengkaknya jumlah para mantan Muslim.
Jangan lupakan pembicaraan penting ini. Transkripnya yang sudah diedit disajikan berikut ini.
Pipes: Mantan Muslim menjadi topik pembicaraan saya hari ini. Andaikata kalian membicarakan tentang mereka dengan saya beberapa tahun silam, maka saya akan katakan, mantan Muslim itu tidak punya arti penting, selain beberapa orang. Banyak dari mereka meringkuk sembunyi, tidak membiarkan dunia tahu tentang permusuhan mereka terhadap Islam. Tetapi akhir-akhir ini, saya simpulkan bahwa mereka mewakili sebuah fenomena penting. Terutama karena mereka menantang Islam dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membuat umat Muslim tidak punya banyak pertahanan diri yang efektif.
Barack Obama di Kenya. |
Di sini, saya akan memusatkan perhatian pada fenomena mantan Muslim di Barat sehingga mengesampingkan persoalan mantan Muslim di negara-negara mayoritas Muslim. Tidak ada jumlah persisnya. Sebuah perkiraan menyebutkan sekitar 15.000 Muslim kembali berpindah agama atau meninggalkan Islam setiap tahun di Prancis dan 100.000 di Amerika Serikat. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah ini berdampak pada adanya sebuah populasi yang signifikan. Mungkin saja, seperempat dari orang-orang asal Muslim yang kini berdiam di Barat kini adalah mantan Muslim. Secara kasar mereka mengimbangi orang-orang yang masuk Islam, yang cenderung lebih dikenal, tokoh-tokoh seperti Malcolm X, Muhammad Ali, dan Keith Ellison, misalnya. Konon, beberapa mantan Muslim juga sangat terkenal, jika mau lebih bijaksana; halo, Barack Hussein Obama
Di Amerika Serikat, sebuah jajak pendapat menemukan bahwa sekitar 55 persen mantan Muslim menjadi ateis, sekitar 25 persen menjadi Kristen dan 20 persen lainnya tidak diketahui. Para mantan Muslim memberikan dampak dalam tiga cara yang berbeda. Dengan secara terbuka mengumumkan diri meninggalkan Islam, dengan membangun organisasi bersama mantan Muslim lainnya, dan dengan menolak pesan-pesan Islam. Mari kita lihat masing-masing aktivitas tersebut.
Pertama, secara terbuka meninggalkan Islam dengan sendirinya merupakan sebuah pernyataan yang penting. Meskipun umumnya dilarang di negara-negara mayoritas Muslim, hal itu tentu saja tidak melawan hukum di Barat. Tetapi bahkan di Eropa dan Amerika Utara, sekalipun mantan Muslim menghadapi penolakan dari keluarga, dikucilkan secara sosial, dihina, dikutuk, diancam, diserang dengan tindakan balasan yang membahayakan hidup (reprisals), dan terkadang bahkan dengan serangan kekerasan. Jadi, selalu dibutuhkan keberanian dan stamina.
Dengan demikian, upaya untuk kembali meninggalkan Islam cenderung dilakukan orang dengan hati-hati atau sembunyi-sembunyi. Salman Rushdie jelas meninggalkan Islam. Tetapi dia berpura-pura tetap menjadi Muslim. Hal yang sama berlaku untuk bintang pop Zayn Malik, Mantan Presiden Argentina Carlos Menem dan, seperti yang disebutkan, Barack Obama. Lahir dan dibesarkan sebagai Muslim, Obama diam-diam meninggalkan agamanya dan kemudian secara tidak konsisten menyangkalnya, sesuatu yang dengan senang hati didukung oleh media.
Orang-orang murtad lainnya go public. Dan, karena mereka mengetahui Islam secara mendalam dari dalam, keterbukaan itu pun menyebarkan kesadaran ini. Termasuk di dalamnya, orang-orang seperti Ibn Warraq, penulis yang telah menulis sekitar dua belas buku tentang Islam. Termasuk buku Why I Am Not a Muslim (Mengapa Saya Menjadi Muslim); Nonie Darwish, penulis Now They Call Me Infidel (Kini Mereka Menyebut Saya Kafir); Ayaan Hirsi Ali, penulis buku Heretic (Bidaah); dan Sohrab Ahmari, penulis buku berjudul My Journey to the Catholic Faith. (Perjalananku Menuju Iman Katolik). Perpindahan dari Islam secara terbuka yang paling luar biasa terjadi pada 2008, ketika Paus Benediktus sendiri membaptis jurnalis Magdi Allam dalam Misa Malam Paskah di Vatikan yang disiarkan lewat televisi.
Kedua, para mantan Muslim membuat organisasi. Fenomena ini dimulai di Jerman pada 2007 dengan berdirinya Central Council of Ex-Muslims (Dewan Pusat Mantan Muslim). Sejak itu, banyak kelompok serupa bermunculan di negara-negara Barat yang punya imigrasi Muslim yang besar. The Ex-Muslim Organization of North America (Organisasi Mantan Muslim Amerika Utara), misalnya, memberikan dukungan timbal balik, memoles argumen menentang Islam, mengangkat masalah yang mengganggu (seperti soal sunat perempuan dan poligami), dan aktif melobi pemerintah. Sekali lagi, umat Islam belum pernah menghadapi oposisi seperti itu.
Ketiga, mantan Muslim berdebat tentang Islam dengan orang-orang beriman (baca: umat Muslim). Wafa Sultan di Los Angeles terutama berbicara kepada sesamanya para penutur bahasa Arab sambil memperlihatkan kesalahan Islam dan mengajak mereka untuk meninggalkannya. Zineb El-Rhazoui di Prancis berperan sangat menonjol dengan alur yang sama, seperti halnya Hamed Abdel-Samad di Jerman. Brother Rachid di Virginia, seorang Kristen evangelis punya program televisi internasional dalam bahasa Arab, padahal dia putra seorang imam Maroko. Seperti yang ditunjukkan ini, banyak mantan Muslim menemukan bahwa mereka tidak bisa begitu saja menjauh dari Islam sehingga membenarkan tindakan mereka meyakinkan orang lain untuk turut terlibat mengambil peran sentral dalam hidup mereka.
Penjelasan para penulis mantan Muslim yang banyak tahu tentang Islam dan yang sudah memperoleh inspirasi yang tinggal di Barat itu mengirimkan gelombang kejutan ke negara asal mereka. Akibatnya, Islam yang secara historis dilindungi oleh adat dan hukum dari segala jenis kritik, tidak lagi memiliki pertahanan diri terhadap berbagai kritik tersebut. Kutukan dan tindakan keras cenderung menjadi tanggapan yang lebih disukai, daripada bantahan yang bernalar. Ingat kasus kartun Nabi Muhamad, SAW di Denmark dan kekejaman yang diilhaminya. Bahkan ejekan (ironi) sekalipun dilarang. Otoritas yang cemas melarang kritik. Jika langkah itu tidak berhasil, mereka memenjarakan pelakunya. Mereka bahkan mendesain konspirasi kaum Zionis.
Tetapi dengan semangat dan otoritas yang unik, para mantan Muslim mendorong kaum beriman untuk berpikir kritis tentang iman mereka. Upaya-upaya ini berkontribusi pada penurunan substansial dalam religiusitas umat. Sebuah survei besar bernama Barometer Arab misalnya, terangkum dalam Majalah The Economist sebagai berikut: "Banyak [Muslim berbahasa Arab] tampaknya bakal meninggalkan Islam." Pergerakan menuju pandangan sekuler di seluruh dunia Muslim ini menyebabkan sebagian mantan Muslim di Barat bebas menyebarluaskankan pengalaman dan gagasan mereka.
Seperti saya katakan di awal, tidak pernah ada yang seperti ini dalam 1400 tahun sejarah Islam. Ini fenomena baru. Para mantan Muslim berpendirian keras ini ramai-ramai menantang agama yang mereka anuti sejak lahir, membantu memodernisasinya sekaligus mengurangi cengkeramannya terhadap penganutnya. Peran mereka baru saja dimulai dan ketika barisan mereka meningkat jumlahnya kaum Muslim yang saleh pun terguncang menghadapi tantangan ini. Jalannya akan menarik dan tidak terduga. Saya mendorong Anda untuk mengawasinya.
_______________________
Pertanyaan: Apakah gerakan para mantan Muslim itu berperan membuat perilaku dunia Arab terhadap Israel menjadi hangat?
Pipes: Ya. Hampir selalu, para mantan Muslim itu pro-Israel. Saya belum bertemu satu mantan Muslim pun yang tidak pro-Israel. Penolakan terhadap iman tampaknya juga menyiratkan penolakan terhadap politiknya. Itu tidak berarti bahwa mantan Muslim mendorong Abraham Accords (Kesepakatan Abraham) atau perubahan tingkat negara lainnya. Tetapi mereka secara luas mempengaruhi opini publik yang mendukung perkembangan dunia Muslim luar biasa sehingga menjadi kurang bermusuhan dengan Israel. Tentu saja, banyak penganut Islam radikal (Islamists) dan pihak-pihak lainnya yang masih ingin melenyapkan negara Yahudi –sejenak pun, saya tidak akan lupakan mereka. Tapi secara keseluruhan, permusuhan terhadap Israel turun secara substansial, sesuatu yang tercermin dalam Kesepakatan Abraham. Namun, ketika itu terjadi, kaum kiri global menjadi semakin memusuhi Israel. Jadi, Israel saat ini memiliki hubungan yang lebih baik dengan Arab Saudi daripada dengan Spanyol atau Swedia.
Pertanyaan: Apakah mantan Muslim mengurangi ancaman Islam radikal di Amerika Serikat? Bagaimana dengan terorisme?
Pipes: Ya, mantan Muslim mengurangi ancaman Islam radikal. Tetapi tidak banyak sebagai informan. Tetapi sebagai penerjemah, penyusup untuk polisi, dan umumnya dengan berdebat melawan Islamisme (itu terjadi karena umumnya mereka dikucilkan dari kehidupan umat Muslim terutama setelah perpindahan agama mereka sudah diketahui publik).
Apalagi, Anda mungkin memperhatikan berita tentang jihad yang penuh kekerasan di Amerika Serikat. Dua alasan menjelaskan hal ini. Pertama, kontraterorisme sudah menjadi jauh lebih efektif sehingga serangan gaya 9/11 (baca: 11 September 2001 atas Menara Kembar Gedung Perdagangan Dunia) hampir tidak mungkin dilakukan. Kedua, apa yang saya sebut 6P yaitu polisi, politisi, pers, pendeta, profesor dan jaksa penuntut – semakin mempersulit pencarian informasi tentang jihad. Ketika kaum Islamis atau penganut Islam radikal melancarkan serangan, maka semua itu cenderung digambarkan sebagai episode kekerasan belaka yang tidak punya motif. Memang ada pengecualiannya. Seperti serangan Boston Marathon dan Fort Hood. Tetapi sebagian besar dari apa yang tampaknya sebagai serangan jihad itu tidak dilaporkan, meskipun ini tampaknya terjadi setiap beberapa bulan.
Foto setengah badan Yusuf Ibrahim yang resmi dibuat polisi. |
Salah satu contoh dari tahun 2013. Kala itu, seorang Muslim Mesir di New Jersey membunuh dua umat Gereja Koptik kemudian memotong-motong jenazah mereka. Pelakunya, Yusuf Ibrahim, berhasil ditangkap, dihukum dan membusuk di penjara. Tetapi tidak pernah, bahkan selama proses pengadilan, tidak ada petunjuk tentang motifnya yang muncul. Apakah ketiga pemuda itu memperebutkan seorang gadis, karena uang, harta rampasan atau agama? Apakah Ibrahim penjahat biasa atau jihadis? Sudah selama delapan tahun saya mengikuti kasus ini dan tidak tahu apa-apa. Secara keseluruhan, saya melihat semakin sedikit kekerasan jihadi dibanding sebelumnya, tetapi jauh lebih banyak kasusnya dibandingkan yang terlihat.
Pertanyaan: Mengapa penulis yang dikenal sebagai Ibn Warraq tidak menggunakan nama lahirnya?
Pipes: Ibn Warraq berarti "putra pembuat kertas." Itu nama penganut Islam abad pertengahan yang skeptis. Sebagai Muslim India yang tinggal di Eropa, ia menerbitkan buku Why I Am Not a Muslim pada 1995. Akibatnya, segera setelah kasus Salman Rushdie, fatwa Khomeini mendorongnya untuk menggunakan nama samaran. Itu peristiwa seperempat abad lalu. Sekarang Ibn Warraq cukup santai terkait dengan soal identitasnya. Saya tidak akan menyebutkan nama aslinya, tetapi tidak sulit untuk menemukannya.
Dia menjadi sarjana Islam yang sangat penting. Dia, antara lain menghidupkan kembali kajian dari sebelum kebenaran politik (political correctness) mengambil alih sekitar tahun 1980. Kemudian, ia juga memunculkan kembali kesarjanaan dari tahun 1912 atau 1865 yang sebaliknya terlupakan, yang beberapa di antaranya dalam bahasa Jerman yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Ini kumpulan informasi yang luar biasa tentang Islam, Al-Qur'an, Nabi Muhamad, SAW dan sebagainya.
Pertanyaan: Saya tinggal di New Jersey, yang punya salah satu populasi Muslim terbesar di Amerika Serikat. Saya mengenal umat Muslim sepanjang hidup saya. Saya guru. Pernah saya punya murid yang mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak percaya apapun tentang Islam, tetapi mereka tidak bisa mengatakannya di depan umum karena jika dilakukan, anggota keluarga mereka akan membunuh mereka. Ada banyak Muslim yang tidak ingin menjadi Muslim. Karena itu, saya dengan rendah hati meminta Anda, untuk tidak mengkritik Muslim. Mereka itu orang-orang yang seperti kita. Masalahnya ada pada sistem kepercayaan, sistem kepercayaan Islam.
Pipes: Saya terima pendapatmu dan saya tidak mengkritik umat Muslim atau Islam. Saya mengkritik Islam radikal. Saya setuju dengan pendapatmu tentang tidak mengkritik umat Muslim secara keseluruhan, karena mereka sangat berbeda antarmereka sendiri. Demikian juga, saya menghindari diri untuk mengkritik Islam, agama berusia 1.400 tahun yang tersebar di seluruh dunia dan punya banyak bentuk yang berbeda. Beberapa bentuk Islam lebih bermusuhan dibanding yang lain. Jika Anda mengkritik Islam secara keseluruhan, apa sebenarnya yang Anda kritik? Selain itu, saya ingin bekerja dengan kaum Muslim non-radikal melawan Muslim radikal sehingga mengkritik agama mereka membuat hal ini jauh lebih sulit untuk dilakukan. Saya mengkritik Islamisme, sebentuk utopia abad pertengahan yang bersifat ideologis dan radikal dari agama itu.
Sekarang, beberapa dari Anda mungkin tidak setuju dengan pembedaan ini. Alasannya, Islamisme adalah satu-satunya bentuk Islam yang benar. Baik, itu hak istimewa Anda. Tetapi jika ingin efektif bekerja dalam politik Amerika, Anda harus membedakan ini. Orang Amerika tidak akan mendukung perang agama dan Pemerintah AS tidak bisa melawan agama. Pemerintah AS hanya bisa melawan ideologi. Anda tidak akan jauh-jauh dengan menjadi anti-Islam. Jadi saya sarankan Anda menjadi anti-radikalisasi bentuk agama ini di depan umum, jika tidak di hati Anda.
Pertanyaan: Bukankah Al-Qur'an menganjurkan orang untuk berpura-pura menjadi sahabat orang kafir sampai pada titik ketika kalian bisa memusnahkan mereka?
Pipes: Iya memang benar. Tapi saya ingatkan agar tidak mengutip sedikit terjemahan kemudian mengatakan, "Aha, ini Al-Qur'an." Al-Qur'an itu dokumen yang sangat rumit dan kontradiktif. Ia bisa dipahami dengan cara yang berbeda oleh pembaca yang berbeda pada waktu yang berbeda. Saya pernah belajar Al-Qur'an dalam bahasa Arab dengan seorang syekh di Mesir. Selama beberapa bulan, kami hanya membahas beberapa halaman. Selain teksnya yang rumit, ada berbagai macam interpretasi. Itu buku besar. Anda bisa menerima bagian tertentu, menolaknya, atau bahkan memutar-balikkannya.
"Tidak ada paksaan dalam beragama," لا إكراه في الدين, yang disoroti dalam Al-Qur'an. |
Saya mengabadikan sebuah artikel untuk menafsirkan frasa singkat "Tidak ada paksaan dalam agama." Saya menemukan sembilan interpretasi alternatif – yang sangat berbeda – tentang frasa itu selama berabad-abad dan di berbagai benua. Jadi ya, Al-Qur'an itu dokumen agresif yang unik. Tetapi berhati-hatilah untuk menguranginya menjadi perintah yang sederhana.
Menafsirkannya dengan cara baru merupakan bagian dari reformasi Islam, karena setiap agama berubah dari waktu ke waktu. Umat Yahudi dan Kristen melakukan ini, yang secara dramatis memang demikian. Bagaimana misalnya, orang bisa menjadi orang Kristen saleh sekaligus mendukung homoseksualitas? Alkitab sangat jelas tentang topik ini. Tetapi entah bagaimana, beberapa denominasi melakukannya. Bagaimana mungkin perbudakan disahkan 150 tahun yang lalu dan kini menjadi sebuah kutukan secara universal? Hal yang sama terjadi dengan Al-Qur'an. Muslim di ISIS atau Taliban mengadopsi versi paling kejam, yang lain mengadopsi versi Islam yang moderat.
Pertanyaan: Bagaimana kita membedakan yang disebut dengan Muslim radikal dari Muslim yang biasa?
Pipes: Muslim punya banyak sudut pandang yang berbeda. Jelas, mereka bukan satu blok dengan semua orang yang berpikiran sama. Beberapa Muslim itu penganut Islam radikal (Islamists), radikal, utopis. Mereka berusaha menerapkan Syariah dan membangun kekhalifahan, mendukung ISIS, Taliban, Al-Shabaab, Al-Qaeda, dan sebagainya. Mereka itu musuh.
Tapi tidak semua Muslim masuk dalam kategori itu. Semakin banyak orang tegas menentang semua hal di atas. Saya tidak membahas mengapa Muslim kembali berpindah agama (de-converting) tetapi mungkin saja alasannya yang terpenting itu terkait dengan ketakutan mereka terhadap Islamisme. Banyak lagi yang tetap menjadi Muslim. Ini adalah orang-orang yang dapat dan harus diajak bekerja sama dengan kita.
Adapun terkait soal bagaimana membedakan penganut Islam radikal dari Muslim non-radikal: itu tidak mudah. Saya sudah membuat sekitar seratus pertanyaan untuk petugas imigrasi tetapi dalam kehidupan biasa ini, masalah intuisi dan pengalaman.
Pertanyaan: Anda katakan kita perlu bekerja dengan Muslim, terutama dalam politik. Bukankah semua Muslim memiliki tujuan tertentu?
Pipes: Hampir tidak semua. Yang pasti, mereka semua Muslim dan mereka semua punya Alquran yang sama. Beberapa mendambakan sebuah tatanan Islami, yang lain tidak. Tapi, seperti yang saya katakan sebelumnya, penafsiran Al-Qur'an itu berbeda dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok. Dengan demikian, memaklumkan semua Muslim sebagai musuh itu sama dengan memasukkan 80 persen hingga 85 persen Muslim yang bukan penganut Islam radikal dalam 10 persen hingga 15 persen yang memang musuh.
Menggabungkan kaum anti-Islam Islam radikal dengan penganut Islam radikal atau mengabaikan Muslim sama saja berarti menyerah tidak hanya pada sebuah sekutu tetapi juga pada aktor utama dalam perang saudara yang terjadi antarumat Islam. Pertempuran utama adalah antarMuslim. Kita yang bukan muslim hanyalah tambahan (auxiliaries). Ada satu miliar lebih Muslim, dan kita ingin membantu pihak-pihak yang memerangi penganut Islam radikal dalam pertempuran yang terjadi hampir di mana-mana tempat umat Muslim berdiam.
Saya berharap dapat bekerja sama dengan Muslim yang anti-Islamis untuk membantu mereka mengekspresikan ide-ide mereka dengan memberi mereka platform, menghargai mereka dan memberi mereka dana sehingga mereka dapat secara efektif memperjuangkan perlawanan kita melawan kaum radikal. Saya karena itu, mendorong Anda untuk membantu mereka juga.
Pertanyaan: Apakah Islam radikal terus menguat?
Pipes: Secara umum, tidak, meskipun ada pengecualian seperti Pakistan. Sebagian besar Muslim melihat seperti apa hidup di bawah Pemerintahan Islam di Iran, di Sudan, di Turki, di Libya dan di mana pun Anda melihat tatanan Islam. Dan mereka katakan, "Tidak, terima kasih." Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak Muslim yang menentang Islamisme. Islamisme mencapai puncaknya sekitar satu dekade lalu. Dimulai pada 1920-an, Islamisme mencapai puncaknya sekitar 2012 dan kini sebagian besar menurun. Sebagian juga, penurunan terjadi akibat pertikaian antarkaum Islamis.
Pertanyaan: Amerika Serikat telah mengorbankan darah dan harta demi kepentingan umat Muslim di Afghanistan melawan Uni Soviet, demi kepentingan Kuwait melawan Irak dan dalam banyak kasus lainnya. Apakah umat Muslim pernah menghargai masyarakat Amerika untuk ini?
Pipes: Jarang; memang ada sedikit penghargaan di kalangan Muslim atas apa yang telah dilakukan masyarakat Amerika. Lihatlah Kuwait: tiga puluh tahun yang lalu, kita berjuang dalam perang besar membela Kuwait sekaligus menciptakan kembali Kuwait yang sudah mati. Tapi bicaralah dengan orang Kuwait sekarang. Ingatan sejarah itu nyaris hilang. Mereka juga anti-Amerika seperti Muslim lainnya. Jadi dapat saya jawab, "Baiklah, adalah sebuah kehormatan untuk melayani Anda." Demikian juga di Irak, di mana kita menyelamatkan penduduk negeri itu dari aksi Saddam Hussein yang mau memusnahkan mereka, tetapi dalam beberapa minggu setelah penggulingannya, masyarakatnya tidak mengakui kontribusi Amerika dan malah menggambarkannya sebagai tindakan mereka sendiri. Sedikitnya seperti Charles de Gaulle yang, tak lama setelah Hari H (D-Day--- yang merujuk pada Pertempuran Normandia, saat tentara Sekutu berencana membebaskan Eropa dari kekuasaan Nazi Jerman selama Perang Dunia II) mengklaim Prancis berhasil membebaskan negerinya. Jadi tidak, kita tidak mendapat banyak pujian dan juga tidak seharusnya kita mengharapkannya.
Question: Berapa banyaknya gebrakan Donald Trump untuk membawa perdamaian di Timur Tengah itu mengubah opini?
Pipes: Dari empat negara mayoritas Muslim yang berpartisipasi dalam Abraham Accords (Kesepakatan Abraham), warga Uni Emirat Arab karena jumlahnya yang terbanyak, paling antusias. Kesepakatan itu benar-benar membuatnya jadi beda, semakin membebaskan segalanya. UEA tengah menuju ke arah ini. Coba pikirkan soal Tahun Toleransi pada 2019, Kuil Hindu Dubai, dan Kompleks Antar Agama di Abu Dhabi dengan masjid, gereja, dan sinagoganya. Tetapi bagaimanapun, dorongan AS membantu menggerakkan segalanya lebih jauh.
Tidak banyak yang saya ketahui tentang Bahrain tetapi tampaknya juga cukup bagus. Sudan telah mengalami kudeta yang mengalihkan perhatiannya dari topik Israel. Di Maroko, kesepakatan terjadi pada tingkat negara dan kesepakatan tersebut tidak berdampak banyak.
Pertanyaan: Banyak bank besar Barat, seperti Citibank, Wells Fargo dan J.P. Morgan, punya divisi yang tunduk kepada Syariah. Setiap tahun seorang penasehat Islam datang lalu membagi keuntungan menjadi delapan bagian, salah satunya untuk jihad. Bisakah Anda mengomentari ini?
Pipes: Industri perbankan syariah mempromosikan perbankan tanpa bunga. Sebenarnya, ini ide modern yang kembali ke India pada tahun 1930-an, ketika seorang pemikir besar Islam bernama Abu al-A'la al-Mawdudi merancang "ekonomi Islam".
Al-Qur'an melarang riba atau bunga atas uang. Secara historis, umat Islam mengatasi hambatan keuangan ini melalui segala macam trik atau hiyal. Jika saya ingin membeli mobil dengan mencicil misalnya, kau bisa menjual mobil itu kepada saya dengan menggelembungkan harganya dan saya membayarnya dengan mengangsur. Dikenal sebagai kontrak murabaha. Kontrak itu berakhir bersamaan dengan saya membayar kepadamu bunga yang cukup sesuai dengan Syariah. Itu tidak dalam semangat Al-Qur'an, tetapi mengikuti surat-surat Al-Qur'an.
Pada tahun 1930-an, Maududi mengembangkan gagasan bank modern yang bekerja tanpa bunga. Gagasan ini lepas landas pada tahun 1990-an. Berbagai perkiraan menyebutkan adanya lebih dari $3 triliun aset keuangan dalam berbagai rekening tanpa bunga. Dan seperti yang secara tepat kau tunjukkan, bank Barat telah membahasnya secara serius sehingga persoalan itu lebih penting bagi perbankan syariah daripada, katakanlah, Bank Islam Abu Dhabi yang jauh lebih kecil.
Kantor Pusat Bank Islam Abu Dhabi. © Daniel Pipes |
Tentu saja, mereka mengenakan bunga. Tetapi disamarkan melalui biaya perbankan dan tambahan lainnya. Hanya saja tidak secara formal disebut bunga. Jadi semuanya itu pada dasarnya adalah penipuan. Jumlahnya memang tidak banyak, tetapi jika itu membuat orang merasa baik, mengapa tidak? Jika mereka lebih suka membayar biaya perbankan atau menerima pendapatan yang tidak disebut bunga, baiklah.
Lalu ada masalah yang Anda singgung, tentang dukungan terhadap jihad. Dalam beberapa kasus, bukan di Citibank, Wells Fargo, atau J.P. Morgan pastinya, rekening tanpa bunga digunakan untuk mencuci uang. Belum pernah saya dengar tentang zakat otomatis untuk jihad yang Anda tanyakan secara khusus. Sejauh yang saya tahu, sumbangan selalu bersifat sukarela.
Secara lebih luas, keuangan tanpa bunga bukanlah pertempuran yang ingin saya lakukan karena ia tidak mempengaruhi masyarakat atau budaya. Demikian pula, perdebatan lokal tentang petugas pemadam kebakaran berjanggut yang terkadang meledak pecah. Atau soal Swiss mengadakan referendum tentang pembangunan menara masjid pada tahun 2009 (pembangunannya ditolak dengan selisih 2 banding 1). Burkini, pakaian renang penutup tubuh yang dikenakan beberapa wanita Muslim saleh untuk masuk ke air, menjadi masalah di Prancis pada 2016, ketika beberapa pihak yang berwenang melarangnya. Tetapi semua masalah ini menurut saya tidak penting dan tidak perlu dipedulikan. Ada begitu banyak perjuangan yang lebih penting untuk diperjuangkan.
Pertanyaan: Saya terganggu dengan para jihadis yang bertugas di Kongres AS yang mengambil sumpah mereka di atas Al-Qur'an, sebuah buku yang sama sekali tidak sesuai dengan Konstitusi dan dengan peradaban Barat.
Pipes: Bersumpah di atas Al-Qur'an itu mirip dengan persoalan bank tanpa bunga, janggut pada petugas pemadam kebakaran, menara masjid dan burkini. Itu tidaklah relevan dengan tantangan yang dimunculkan oleh kaum Islamis dan oleh karena itu bukan perjuangan yang saya rencanakan untuk diperjuangkan. Namun, kaum Islamis di Kongres dan rekan-rekan seperjalanan mereka, adalah masalah yang serius dan terus berkembang.
Pertanyaan: Apa pendapat Anda tentang adanya masjid yang dibangun di tanah milik umum, seperti di Akademi Angkatan Laut?
Pipes: Aturan praktis saya sederhana: Umat Muslim punya hak dan tanggung jawab yang sama dengan komunitas agama lain. Mereka tidak punya hak khusus, meskipun kaum Islamis berulang kali berjuang untuk mendapatkan hak istimewa. Perlu diakui, tidak selalu jelas apa yang diterjemahkan dalam praktik "hak dan tanggung jawab yang sama." Tetapi ia menawarkan sebuah pedoman yang baik bagi pengelola negara dan hakim. Menerapkan aturan itu pada kapel-kapel di lingkungan fasilitas pemerintah berarti, sama dengan uang swasta Protestan, Katolik, dan Yahudi sebagian besar dibayar untuk kapel-kapel di lembaga-lembaga seperti Akademi Angkatan Laut, sehingga umat Muslim, Hindu dan Buddha dapat mengikuti contoh mereka.
Ruang Tenang Philadelphia. © Daniel Pipes |
Tetapi kaum Muslim tidak boleh mendapatkan perlakuan khusus, seperti yang terjadi, misalnya, di Boston sekitar 20 tahun yang lalu. Ketika pemerintah kota itu menjual sebidang tanah kepada lembaga Muslim seharga 10 persen dari nilai pasarnya. Tidak bisa, cara itu tidak bisa diterima. Contoh lain: Bandara Philadelphia. Bandara itu, punya Ruang Tenang (Quiet Room). Ada papan petunjuk di luarnya dalam lima bahasa. Dalam empat dari pengumuman itu, mengumumkan "Ruang Tenang." Di bagian kelima, bahasa Arab, tertulis "Ruang Sholat". Jika tidak bisa membaca bahasa Arab, Anda tidak akan menyadari perbedaan ini. Tetapi jika Anda tahu bahasa Arab, Anda berkata, "Ah, ruangan ini khusus untuk sholat." Tidak, tidak. Saat ini saya sedang melawan Kota Philadelphia terkait soal ini.
Topik Terkait: Perpindahan agama menjadi dan dari Islam
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.