"ISLAM ITU JAHAT." Itulah pesan yang secara serampangan ditinggalkan seorang Agen Dinas Rahasia AS pada sebuah kalender sholat, ketika dia menangkap seorang tersangka mata-mata al-Qaeda di Dearbon, Michigan, AS, 18 Juli 2002 lalu.
Tulisan tangannya yang kasar merangkum sebuah sudut pandang yang semakin banyak terdengar sejak Tragedi 11 September 2001 (9/11) di Amerika Serikat. Itu salah satu pernyataan yang meresahkan. Sekaligus salah.
Ini persoalannya: Salah jika orang menyalahkan Islam (sebuah agama berusia 14 abad) atas kejahatan yang seharusnya dianggap berasal dari Islam militan (sebuah ideologi totaliter yang berusia kurang dari satu abad). Terorisme al-Qaeda, Hamas, Pemerintah Iran dan para penganut Islam radikal lain dihasilkan dari ide-ide orang-orang radikal masa kini seperti Osama bin Laden dan Ayatollah Khomeini. Bukan dari Al-Qur'an.
Ketika membaca pernyataan itu anda mungkin menanggapi dengan mengatakan: Tapi bin Laden dan Khomeini mendapatkan ide mereka dari Al-Qur'an. Dan mereka hanya melanjutkan pola agresi Muslim yang sudah berusia berabad-abad.
Tidak persis demikian. Mari kita tinjau lebih dekat kedua pemikiran itu:
- Islam yang Agresif: Al-Qur'an dan kitab suci Islam yang otoritatif lainnya memang berisi hasutan menentang kalangan non-Muslim. Sejarawan terkemuka Paul Johnson, misalnya, mengutip dua ayat Al-Qur'an: "Yang paling kuat di antara orang-orang yang bermusuhan dengan kaum beriman akan menemukan orang Yahudi dan orang kafir" (Sura 5, ayat 85) dan "Maka perangi dan bunuhlah orang kafir di mana pun kalian menemukan mereka. Kemudian, rampaslah barang-barang mereka, kepung mereka lalu tunggulah mereka sambil bersembunyi." (9:5).
- Muslim yang agresif: Empat belas abad Islam menyaksikan sejarah panjang kaum Muslim terlibat dalam jihad (perang suci) guna menyebarluaskan wilayah di bawah kekuasaan Islam. Sejak penaklukan awal oleh para kalifah hingga apa yang diistilahkan oleh Samuel Huntington sebagai "batasan berdarah" Islam masa kini.
Ya, poin pemikiran ini akurat. Tetapi, pernyataan-pernyataan itu merupakan kisah yang sepihak
- Islam yang ramah: Seperti tulisan suci lainnya, Al-Qur'an dapat digali supaya bisa mendapatkan kutipan yang mendukung argumen yang berlawanan. Dalam hal ini, Karen Armstrong, seorang pembela Islam terlaris, mengutip dua bagian ayat yang bernada lebih lembut dari Al-Qur'an: "Tidak boleh ada paksaan dalam beragama!" (2:256) dan "Hai manusia! Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku sehingga kalian saling mengenal." (49:13).
- Muslim yang ramah: Ada saat-saat moderasi dan toleransi dijalankan oleh kaum Muslim. Seperti yang terjadi di Sisilia dan Spanyol pada masa lalu. Dan dalam satu contoh jitu, Mark R. Cohen mencatat bahwa "Orang Yahudi yang masuk Islam, terutama selama abad-abad pembentukan dan klasik Islam (sampai abad ke-13), mengalami penganiayaan yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan orang Yahudi dari Kekaisaran Kristen."
Dengan kata lain, kitab suci dan sejarah Islam memperlihat berbagai ragam pernyataan
Kini, perlu diakui, sulit untuk mengingat adanya sisi ada positif, pada saat ketika begitu banyak dunia Muslim dilanda oleh keterbelakangan, ketidakpuasan, ekstremisme dan kekerasan. Tetapi situasi masa kini bukanlah sesuatu yang khas dalam sejarah panjang Islam. Bisa saja memang ada masa yang sangat mengerikan dalam seluruh sejarahnya.
Situasi bisa berkembang lebih baik. Tapi tidak mudah. Soalnya, ia mengharuskan umat Muslim untuk mengatasi tantangan besar untuk menyesuaikan agama (faith) mereka dengan realitas kehidupan modern.
Apa artinya itu dalam istilah praktis? Berikut beberapa contohnya:
Lima ratus tahun lalu, orang Yahudi, Kristen dan Muslim sepakat bahwa mempunyai budak itu dapat diterima, tetapi membayar bunga atas uang itu tidak. Setelah perdebatan sengit yang berlarut-larut, orang Yahudi dan Kristen berubah pikiran. Kini, tidak ada lembaga Yahudi atau Kristen yang mendukung perbudakan atau mengkhawatirkan bahwa agama itu sesat terkait dengan pembayaran bunga pinjaman yang masuk akal
Kaum Muslim, sebaliknya, masih berpikir dengan cara lama. Perbudakan masih ada di sejumlah negara mayoritas Muslim (terutama Sudan dan Mauritania, juga Arab Saudi dan Pakistan) dan itu persoalan yang tabu untuk dibicarakan. Sementara itu, industri keuangan Islam senilai $ 150 miliar (sekitar Rp 2, 212, 5 Triliun) sudah dikembangkan sehingga memungkinkan umat Muslim yang saleh menghindari bunga uang.
Tantangan ke depan jelas: Umat Muslim harus meniru sesama penganut agama monoteis mereka dengan memodernisasi agama mereka terkait dengan persoalan perbudakan, bunga uang dan banyak lagi. Tidak ada lagi jihad perang (fighting jihad) untuk memaksakan kekuasaan Muslim. Tidak ada lagi dukungan terhadap terorisme bunuh diri. Tidak ada lagi kewarganegaraan kelas dua bagi non-Muslim. Tidak ada lagi hukuman mati untuk perzinahan atau pembunuhan "demi kehormatan" terhadap perempuan. Tidak ada lagi hukuman mati untuk penistaan agama atau murtad.
Alih-alih mencela soal dugaan "kejahatan" Islam, semua orang didorong- umat Muslim dan non-Muslim - untuk membantu memodernisasi peradaban ini. Itu adalah pesan utama dari Tragedi 11 September 2001. Ini persoalan yang jauh lebih mendalam dan lebih ambisius daripada yang tampaknya disadari oleh pemerintah Barat saat ini.
Pemutakhiran 13 Agustus 2002: Untuk membaca sambungan artikel ini, yang berkaitan dengan reaksi terhadapnya, lihat tulisan bertajuk, "Islam's Future" (Masa Depan Islam).
Topik Terkait: Islam
Artikel Terkait:
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.