Book website.
Dengan gaya merengek tidak tahu malu yang berkepanjangan, Ali-Khan menceritakan otobiografinya dengan menggunakan dua belas kota AS yang pernah dia diami sejak lahir di Florida pada November 1974. Dengan berbagai cara, ia menggunakan kota-kota itu sebagai sarana untuk menentang Amerika Serikat. Mengandalkan metode retorika terkenal yang mempertentangkan cita-cita dengan kenyataan sosial, penganut sayap kiri ekstrem yang kadang mengenakan jilbab ini, adalah anak dari orangtua imigran Pakistan, yang menemukan suasana bobrok yang berbeda di masing-masing kota.
Ambil contoh Philadelphia, misalnya. Kota tempat penulis resensi ini menetap. Bab buku Ali-Khan berawal dengan kisah seputar Tragedi 11 September 2001 di New York (9/11), yang terjadi hampir bersamaan dengan kepindahannya ke kota. Alih-alih ikut dengan sesama warga negaranya yang marah terhadap para jihadis yang membunuh tiga ribu orang Amerika, dia malah menyerang dengan sikap yang sangat berbeda. Ia menolak Al-Qaeda sebagai "kelompok teroris internasional yang mengaku berbicara atas nama Muslim." Dia juga meratapi bahwa "negara saya" langsung mengarahkan "kemarahan mereka kepada kaum Muslim." (Maafkan buruknya tatabahasa yang mewarnai buku ini.)
Ketika pemerintah AS menanggapi serangan itu dengan melancarkan perang terhadap Taliban, Ali-Khan "membayangkan apa arti serangan Amerika bagi warga sipil Afghanistan ... dan merasa terpukul oleh balas dendam negara saya yang salah arah dan haus darah." (Perhatikan pengulangan kata ejekan dari "negara saya.") Hasilnya adalah, "bangsa kami menyia-nyiakan populasi sipil Muslim yang besar di Afghanistan dan Irak." Bahkan yang lebih buruk lagi, dia melaporkan, negaranya "membuka kamp penyiksaan di Guantanamo."
Ada yang khas dari pandangan Ali-Khan. Kekhasan itu terungkap ketika dia melaporkan bahwa Tragedi 11 September 2001 (9/11) serta upayanya menjauhkan diri dari seorang teman masa kecilnya "membuat saya merasa seolah-olah tidak memiliki kulit. Seolah saya korban luka bakar yang berhasil selamat." Ia menjadi orang yang mengasihani diri sendiri sehingga sangat bertentangan dengan sikapnya yang tidak berbelas kasihan terhadap para korban Tragedi 9/11 yang sebenarnya, yang banyak menderita. Tidak hanya luka bakar imajiner tetapi kematian yang sebenarnya. Ketika akhirnya meninggalkan topik menarik tentang dirinya sendiri, dia hampir selalu beralih kepada hal yang dianggap sebagai dosa dari "orang Amerika Kulit Putih" (White America) dalam subjudul kisahnya. "Lembaga, jalan-jalan dan lingkungan" Philadelphia ia gambarkan sebagai "rekaman dari upaya kota itu selama dua abad untuk mempertahankan pemisahan sosial yang melindungi Kaum Kulit Putih (White) yang makmur, sambil mengikis atau mencegah kaum Kulit Hitam untuk hidup makmur." Seolah-olah tidak ada yang pernah berubah di Kota Philadelphia.
Berbagai kalangan yang mencari kata-kata kasar terhadap Amerika akan senang dengan buku A Good Country. Siapapun harus menghindarinya.
Topik Terkait: Kaum Muslim di Amerika Serikat
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.