George W. Bush memberikan penghormatan kepada petinju Muhamad Ali beserta 13 orang lainnya dengan Medali Kebebasan Kepresidenan. Namanya, "penghargaan tertinggi negara kepada warga sipil." Pada tanggal 9 November 2005 di Gedung Putih. Presiden memuja-muji Ali atas prestasi olahraganya dan menyebutnya sebagai "Yang Terbesar Sepanjang Masa."
Baiklah, tetapi dia kemudian melanjutkannya dengan memuji kharakter Ali: "Misteri yang sebenarnya, saya kira, adalah bagaimana dia tetap begitu tampan. Mungkin ada hubungannya dengan jiwanya yang cantik. Dia pejuang tangguh. Sekaligus pria penuh damai. ... Miliaran orang dari seluruh penjuru dunia mengenal Muhamad Ali sebagai pria pemberani, penyayang yang menawan. Masyarakat Amerika bangga menyebut Muhamad Ali sebagai salah satu dari kita."
Dalam pernyataan memusingkan yang bernada menjilat ini, Bush tidak, "menyebutkan penolakan Ali yang sangat terbuka terhadap Perang Vietnam, yang menyebabkan petarung demi hadiah itu kehilangan ijin tinjunya selama tiga tahun ketika dia menolak bertugas di Angkatan Darat. Tetapi Harian Washington Post secara pedas mencatatnya." Lebih parahnya lagi, penolakannya untuk terlibat perang bukan karena dia "pencinta damai" melainkan karena kesetiaannya kepada organisasi anti-Amerika, anti-kulit putih yang dikenal sebagai Nation of Islam (NoI), yang dipimpin oleh Elia Muhamad yang jahat.
Empat puluh tahun lalu, Ali menjelaskan mengapa dia menghindari wajib militer: "Perang itu bertentangan dengan ajaran Kitab Suci Al-Qur'an. Saya tidak berupaya menghindari wajib militer. Kita seharusnya tidak terlibat dalam perang kecuali yang dinyatakan oleh Allah atau Utusannya [yaitu, Elia Muhamad]. Kita tidak terlibat dalam perang Kristen atau perang orang kafir mana pun." Orang yang menghindari diri menjalani wajib militer, kebetulan, sangat tidak cocok untuk menerima Medali Kemerdekaan, yang diciptakan pada tahun 1945 yang hendak memberikan penghargaan atas "pelayanan seseorang yang luar biasa " dalam Perang Dunia II.
Presiden juga tidak menyinggung sisi agama Ali. Tetapi Mark Kram menyinggungnya dalam bukunya yang terbit pada 2001 bertajuk, Ghosts of Manila: The Fateful Blood Feud between Muhammad Ali and Joe Frazier: "Ali melanggar setiap prinsip hukum Muslim yang sejati. Mulai dari tidur bersama pelacur hingga bolos sholat di Kuil. Dia seorang religius palsu yang menyerahkan nilai pribadinya kepada kaum Muslim Kulit Hitam supaya memanfaatkannya sekaligus menghindari wajib militer. Dan karena itu, ia benar-benar memalsukannya.
Seiring dengan bertambahnya usia, Ali menjadi lebih orang yang saleh. Tetapi menuju arah yang tidak menguntungkan. Dia menyatakan diri menentang "seluruh struktur kekuasaan" di Amerika, yang dinyatakannya dijalankan oleh kaum Zionis yang "benar-benar menentang agama Islam". Ia menjadi Muslim yang begitu radikal sehingga Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islamic Relations---CAIR) yang kenamaan, sebuah kelompok penganut Islam radikal paling kuat di Amerika Utara juga menganugerahinya penghargaan pada bulan Juni 2004. Sebagaimana dikatakan oleh siaraan persnya: "Ilyasah Shabazz, putri Malcolm X, menyerahkan penghargaan Malcolm X pertama untuk Muhamad Ali."
li pun sangat tidak cocok untuk menerima penghargaan ini. Malcolm X pernah menjadi panutannya sampai tahun 1964. Tetapi ketika Elia Muhamad mengeluarkan Malcolm X dari Nation of Islam, Ali mengabaikan permohonan tulus Malcolm X. Justru sebaliknya, dia dengan kejam melawannya. Dia melempar Malcolm X jauh-jauh. Dalam kata-kata jurnalis Sunni Khalid, Mohamad Ali membuang Malcom X "seperti potongan daging babi.")
Pujian Bush atas jiwa Ali yang penuh belas kasih, penuh pesona dan indah benar-benar salah tempat (begitu pula sumbangan besar dari General Electric dan Ford kepada "Ali Center" yang disanjung-sanjung yang dibuka beberapa hari kemudian di Louisville, Kentucky). Warisan Ali yang tak ternoda adalah kepribadiannya yang eksploitatif, karier yang kotor, politik yang kejam dan agama yang ekstrem.
Bush sendiri memperoleh pandangan sekilas yang tak terduga tentang Ali yang sebenarnya selama pertemuan singkat mereka di Gedung Putih. Saya membiarkan Harian Washington Post menjelaskan kejadian tersebut:
Bush, yang nyaris tampil lucu, mengalungkan medali berat itu erat-erat pada leher Muhamad Ali sembari membisikkan sesuatu ke telinga sang juara tinju kelas berat itu. Kemudian, seolah mengatakan "lakukanlah", presiden pun mengajukan tantangan pura-pura kepada adipatinya.
Ali, 63, yang menderita penyakit Parkinson, bergerak lambat, menatap mata presiden. Dan, sembari menyentuhkan jarinya ke kepala, ia melakukan gerakan berputar yang "aneh " selama beberapa detik. Ruangan yang berisi sekitar 200 orang, termasuk para menteri kabinet terbahak-bahak. Ali yang kemudian diantar kembali ke kursinya, kembali berputar sambil duduk.
Dan presiden tampak terkejut, tertawa gugup. Apakah Ali membuat pernyataan politik?
Penyerahan Medali Kebebasan Kepresidenan kepada Muhamad Ali lalu secara ngawur memuja-muji seseorang, sangat menentang prinsip-prinsip Bush sendiri, prinsip partainya sekaligus prinsip negara. Ia merepresentasikan, saya katakan. sebagai titik terendah dalam kepresidenannya.
--------------------------------------------------------------------------------
Pemutakhiran 1 Desember 2005: Saya membahas pokok bahasan ini lebih jauh dalam tulisan bertajuk "Muhammad Ali's 'Beautiful Soul'."
Pemutakhiran 21 Februari 2015: Saya sekilas membaca kesamaan kasus itu pada Malcolm X pada tulisan "Remembering Malcolm X Fifty Years Later."
Topik Terkait: Muslim Afrika-Amerika, Muslim di Amerika Serikat, Politik AS
Artikel Terkait:
- Linda Sarsour, The Left's Latest Star
- Barack Obama through Muslim Eyes
- "America's Chickens are Coming Home to Roost"
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.