Panelis: Robert Spencer, Daniel Greenfield, Daniel Pipes (naskah ini disarikan dari pembicaraan yang dimulai pada menit ke 19:24) serta Frank Gaffney.
Moderator: Mark Tapson.
Untuk mendapatkan diskui panel lengkap, termasuk Q&A, klik link yang ada di atas.
Multimedia untuk diskusi ini
Video
Baiklah, Robert Spencer yang hebat dengan senang hati menerima tugas membahas tentang Islamisme. Daniel Greenfield yang hebat dengan senang hati membahas tentang Pemerintahan AS. Saya kurang senang mendapat tugas membahas tentang Pemerintah Israel. Saya sejarawan. Saya baru saja menulis buku mengenai hal ini. Dan, sebenarnya saya sudah menyerahkan buku itu kepada penerbit pada akhir September. Judul yang saya berikan adalah Kemenangan Israel, Israel Victory.
Menurut saya, konflik Israel – sebut saja konflik Israel-Palestina, meski tidak disebut demikian pada masa lalu –sudah terjadi sejak 140 tahun yang lalu hingga tahun 1880. Ada tiga masa konflik. Pertama, konflik era tahun 1880 hingga 1948 hingga berdirinya Negara Israel, ketika komunitas Yahudi, Yishuv masih lemah namun sangat cerdas. Begitu cerdasnya komunitas Yahudi sehingga pada tahun 1948 mereka mampu mengalahkan enam pasukan negara Arab dengan sumberdaya yang sangat kecil.
Sejak 1948 hingga 1973, jadi selama 25 tahun, Israel berhubungan dengan negara-negara Arab (Palestina tidak menjadi masalah pada saat itu), Mesir, Yordania, Suriah. Dan hasilnya sangat baik. Israel memperoleh sumberdaya yang bagus dan menggunakannya secara maksimal. Karena itu, Perang Tahun 1967 bisa dibilang merupakan kemenangan militer terbesar dalam sejarah umat manusia.
Sejak 1973 hingga kini, negara-negara Arab mengalami kemunduran. Kecuali beberapa negara yang mengalami kemajuan. Negara-negara Arab belum secara militer terlibat melawan Israel. Sebaliknya, orang Palestina sudah bangkit kembali dan kini Israel menjadi pihak yang punya sumberdaya besar. Punya pesawat tempur F-35, industri teknologi tinggi dan Perusahaan start up berskala nasional. Israel punya semua kekuatan material. Orang Palestina hampir tidak punya apa-apa.
Namun pada era ketiga ini, bangsa Israel berkembang; dari bangsa yang sangat cerdas dan punya kompetensi yang luar biasa menjadi bangsa yang sangat tidak mampu. Pada tahun 1967, ketika Israel mengambil alih Tepi Barat dan Gaza, Kebijakan Perdana Menteri Moshe Dayan pun diberlakukan. Dikatakan, pada dasarnya, selama kalian warga Gaza dan Tepi Barat tidak menyerang kami secara fisik, kami pun baik-baik saja dengan kalian. Kalian bisa mengajar, berpikir, mengkotbahkan apa pun yang kalian sukai. Kami tidak peduli. Hanya saja, jangan serang kami. Dan omong-omong, kami akan bantu kalian menjadi lebih kaya.
Pada tahun 1993, Shimon Peres dan para pihak lainnya yang terlibat dalam Perjanjian Oslo mengembangkan pemikiran tersebut sehingga mengatakan, kami akan berikan semua yang kalian inginkan, negara bagian serta perekonomian yang berfungsi baik. Tinggalkan kami sendiri. Dan pada tahun 2005, Ariel Sharon mengambil langkah lebih jauh dan berkata, kami akan tinggalkan Gaza. Kami mengalami beberapa korban (taking some casualties). Jadi kami akan tinggalkan Gaza. Kami akan biarkan kalian mengelolanya.
Berbagai rangkaian ketidakmampuan pada tahun 1967, 1993 dan 2005 melatarbelakangi keadaan kita saat ini. Israel sungguh-sungguh tidak serius menganggap Gaza. Mereka pikir karena mereka sekarang kuat, mereka tidak perlu terlalu memperhatikan musuh yang jelas-jelas lemah ini. Orang yang sangat saya hormati, Efraim Inbar, seorang ahli strategi di Israel, terus-menerus menyebut Palestina sebagai "pengganggu strategis". Gangguan strategis" (strategic nuisance). Mereka benar-benar tidak menganggapnya serius, kata Peres, "Perhatikan apa yang mereka lakukan. Bukan pada apa yang mereka katakan atau pikirkan." Karena itu, semangat (fervor) Islam dan nasionalis dibangun dan dibangun, dan Israel tidak menaruh perhatian padanya.
Asumsi kunci yang disinggung adalah ungkapan: ada sesuatu yang bakal hilang. Kebijakan Israel didasarkan pada harapan bahwa Pemerintahan Gaza yang dijalankan Hamas dan Tepi Barat oleh Otoritas Palestina, akan berhati-hati karena bakal ada yang hilang dari mereka. Yang bakal hilang itu entah zona penangkapan ikan atau pekerjaan di Israel atau keuntungan lainnya. Dan oleh karena itu mereka akan menjadi jinak. Orang Israel meyakinkan diri mereka sendiri dengan hal ini.
Perdebatan terjadi antara saya dengan mereka selama bertahun-tahun. Pihak Lembaga keamanan tidak melihat hal ini. Mereka punya apa yang mereka sebut Konsep. Dan Konsep itu berarti memperkaya rakyat Palestina, menenangkan mereka, sehingga mereka akhirnya sadar.
Sekarang pertanyaannya, apa selanjutnya? Jelas, Hamas perlu dihancurkan. Ini bakal sulit. Jelas, setelah itu –saya mungkin berbeda pendapat dengan panel mengenai hal ini karena tidak ada yang menginginkan Israel menduduki Gaza. Tentu saja ini tidak berarti meminta Otoritas Palestina, yang hampir sama buruknya dengan Hamas dan jauh lebih lemah dari Hamas, mengambil alih Gaza. Hal ini tidak berarti meminta kontingen internasional masuk mengambil alih. Meminta negara-negara Arab pun tidak akan berhasil. Mesir saja tidak ingin mengambil alih.
Saya percaya sebenarnya ada hal positif yang bisa muncul dari tragedi ini. Beberapa hal positif ini adalah: sejak Desember 2008, hampir tepat 15 tahun yang lalu, masyarakat Gaza sudah dimanfaatkan dengan cara yang unik. Kita semua akrab dengan gagasan tentang umpan meriam, tentara yang tidak siap dikirimkan ke medan perang, misalnya, ke Ukraina. Para tahanan (recruits) dijebloskan begitu saja ke penjara. Dan berapa banyak yang meninggal? Tidak jadi soal.
Secara historis, hal itu cukup umum. Apa yang dilakukan Hamas itu sesuatu yang unik. Sejauh yang saya tahu adalah hendak memanfaatkan penduduknya bukan untuk menang di medan perang, melainkan untuk menderita kekurangan, menderita akibat pemboman, menderita luka-luka, menderita kelaparan, menderita kematian. Setiap kali hal itu terjadi, reputasi Hamas meningkat. Orang-orang di seluruh dunia turun ke jalan dan di kampus-kampus. Hamas mendapat uang dari para pendukungnya. Dan ini disetujui oleh penguasa (overlords) Iran di Teheran.
Penduduk Gaza selama 15 tahun menjadi sasaran perusakan dan kematian demi tujuan Hamas. Hamas tidak tertarik pada populasinya kecuali memanfaatkan populasi itu untuk mencapai tujuan menghancurkan Israel. Saya yakin, populasi tersebut sudah berubah dalam kurun waktu 15 tahun. Tidak demikian halnya terjadi dengan penduduk Tepi Barat. Penduduk Tepi Barat masih cukup radikal. Namun umumnya, setelah memperhitungkan segala-galanya, mundur. Hanya ingin jalani kehidupannya.
Oleh karena itu, Israel mempunyai peluang nyata sekarang, andaikata mereka mengambil alih Gaza dan mengendalikan Gaza untuk bekerja sama dengan warga Gaza membentuk pasukan polisi, membentuk pemerintahan dan menjalankan negara dengan cara yang baik, meski bukan dengan cara yang luar biasa. Saya tidak membahas soal demokrasi. Saya tidak membahas soal persahabatan dengan Israel. Namun hanya mencari cara yang layak dalam artian bahwa Mesir dan Yordania, yang keduanya diperintah oleh diktator yang tidak kompeten, adalah tempat yang menyenangkan (decent). Mereka tidak menembakkan rudal ke Israel, membunuh pembunuh, namun hidup berdampingan dengan tenang bersama Israel.
Warga Israel mempunyai kesempatan untuk membangun kader warga Gaza yang bisa diajak bekerja sama untuk menciptakan sesuatu yang baik. Kemudian, mungkin mereka bisa melakukan hal yang sama di Tepi Barat. Jadi saya pikir sesuatu yang baik bisa dihasilkan dari tragedi ini.
Namun Israel sangat tidak kompeten. Itulah yang kita lihat dalam 20 hari terakhir. Mereka terus saja tidak kompeten. Tidak punya rencana mereka bangun untuk mengambil alih Gaza. Itu sebabnya butuh waktu lama. Jadi kita berharap mereka terkejut dengan soal kompetensi mereka. Tapi saya tidak mengandalkannya.
Topik Terkait: Konflik & diplomasi Arab-Israel, Kebijakan AS
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.