Informasi data dilakukan mengikuti catatan kaki.
Memperhatikan cara Netanyahu menangani Gaza selama 13 tahun ini, maka tidak ada kepastian bahwa bakal ada kebijakan yang jelas yang bakal terjadi nantinya.
— Tal Schneider, Times of Israel
"Semuanya berubah" pada 7 Oktober. Tetapi benarkah? Upaya untuk memahami kesalahan yang berdampak terhadap pembantaian yang dilakukan Hamas memberikan dasar untuk mengevaluasi tanggapan jangka panjang Israel hingga hari itu. Berbeda dengan pendapat umum, saya ingin mengajukan bahwa berbagai anggapan di balik kesalahan itu nanti bakal tetap ada dan tidak bakal berubah, kecuali jika Israel menerapkan perilaku yang secara radikal berbeda terhadap warga Palestina.
Jalan Menuju 7 Oktober
Para perencana militer Israel menciptakan sebuah istilah Bahasa Ibrani pada akhir tahun 1960-an. Namanya, Conceptzia. Artinya, "konsep." Pernyataan itu menyatakan bahwa Anwar Sadat dari Mesir tidak akan berperang sampai tahun 1974. Ketika itu militernya sudah memperoleh jet tempur canggih Soviet yang memungkinkannya menghadapi Angkatan Udara (AU) Negara Yahudi. Komisi Agranat (Agranat Commission) Israel, yang menyelidiki bagaimana Mesir dan Suriah mengejutkan Israel dalam Perang Yom Kippur pada bulan Oktober 1973, sebagian besar menyalahkan Conceptzia itu karena tidak mengetahui persiapan yang dilakukan di depan mata mereka.
Conceptzia membuat Moshe Dayan (Kiri) dan Golda Meir salah arah. |
Komisi masa depan yang menganalisis ketidaksiapan Israel pada 7 Oktober 2023 pasti akan menyalahkan hal yang mengejutkan pada konsep kedua yang salah itu. David Makovsky dari Lembaga kajian Washington Institute for Near East Policy karena itu menjelaskan,
Karena beratnya beban memerintah Jalur Gaza, Hamas merasa perlu untuk buktikan melalui kinerja ekonominya. Secara khusus, insentif ekonomi atas Hamas dengan demikian akan melemahkan keyakinan dasar mereka bahwa Israel adalah entitas yang tidak sah yang keberadaan utamanya harus dimusnahkan dan warganya harus dibunuh. Konsepsi (conceptzia) Israel ini didorong oleh banyak faktor. Namun pada intinya, ia didasarkan pada gagasan bahwa Hamas sedang melakukan evolusi organisasi yang membuatnya kini akan menghargai peningkatan standar hidup di Gaza yang paling sedikit sekalipun. Kemajuan ekonomi akan membawa ketenangan, karena ia membuat Hamas kalah (something to lose).
Perhatikan kata-kata "sesuatu yang membuat Hamas kalah" (something to lose). Kalimat ini merangkum sebuah konsep yang baru. Sebuah keyakinan bahwa Hamas dapat dibeli atau diredam melalui keuntungan ekonomi. Sebuah berita utama yang diterbitkan beberapa hari sebelum tanggal 7 Oktober menggambarkan dalamnya kesalahpahaman ini: "IDF dan Shin Bet menyerukan kepada pemerintah untuk melanjutkan kegiatan ekonomi Bersama dengan Gaza. Pejabat keamanan senior meminta eselon politik untuk meningkatkan izin kerja bagi warga Gaza guna menjaga ketenangan di perbatasan." ."[1] Jaga ketenangan. Seperti yang dijelaskan Kolonel (res.) Eran Lerman menjelang 7 Oktober:
Kelompok sayap kanan-tengah yang berkuasa di Israel menjalankan pendekatan "manajemen konflik" atas isu Palestina. Mereka lebih memilih membiarkan prospeknya terbuka sehingga resolusi konflik Israel-Palestina mungkin suatu hari nanti terwujud, beriring jalan dengan terjadinya perubahan kawasan dan munculnya pemimpin-pemimpin baru. Namun sampai saat itu tiba, mereka yakin bahwa yang harus dilakukan Israel adalah meredakan ketegangan dan pada saat yang sama memperbaiki kondisi kehidupan warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza, sambil mempertahankan hak untuk membalas aktivitas teroris dengan secara selektif berbasis intelijen.
Fathi Hammad, salah seorang pemimpin Hamas yang jauh lebih fanatik.
Konsep ini mengubah ancaman Hamas yang mengerikan menjadi kata-kata hampa. Lembaga keamanan pun lalu mengabaikan pengumuman Fathi Hammad pada 2019: "Kami sedang mengasah pisau. ... Jika kami mati, maka itu terjadi ketika kami membunuh kalian [orang Yahudi]. Akan kami penggal kepala kalian, Insya Allah... Harus kami serang setiap orang Yahudi di planet ini – membantai dan membunuh. ... Saya akan mati saat saya meledak marah lalu memenggal. Memenggal apa? Memenggal tenggorokan orang Yahudi dan kaki mereka. Akan kami cabik-cabik mereka sampai berkeping-keping, Insya Allah." Hanya dengan sepenuhnya mengabaikan pernyataan-pernyataan seperti itu, Aryeh Deri, seorang politisi senior Haredi, dapat mengakui setelah peristiwa 7 Oktober terjadi bahwa ia "tidak pernah membayangkan bahwa kita sedang berhadapan dengan para pembunuh yang mampu bertindak sedemikian kejamnya."
Sebaliknya, orang-orang yang menolak konsep ini dikucilkan dan dicemooh. Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir mengeluh bahwa seruannya supaya para pemimpin Hamas dibunuh menyebabkan dia dilarang mengikuti diskusi kabinet. Itai Hoffman, ketua sebuah organisasi keamanan dekat perbatasan Gaza, menuduh pemerintah, "Kami telah peringatkan kalian soal situasi ini. Bagaimana mungkin kalian semua duduk di sini dan diam? ... Kalian tinggalkan kami." Seorang anggota kibbutz menyatakan bahwa komunitasnya hanya punya empat senapan lalu menambahkan, "Bertahun-tahun kami berteriak." Yehiel Zohar, walikota sebuah kota dekat Gaza, mengeluh bahwa pejabat senior keamanan meremehkan peringatannya, baik berupa peta, rute infiltrasi dan rencana pertahanan, tentang ratusan pembunuh yang memasuki kotanya dan membunuh penduduknya: "Lupakan saja. Tidak akan berhasil."
Avichai Brodetz, yang keluarganya disandera Hamas, melampiaskan rasa frustrasinya soal Hamas kepada seorang anggota parlemen Partai Likud.
Tentara bisa saja dengan mudah menghancurkan mereka. Namun seluruh konsep IDF runtuh [salah misalnya]. Hamas memahami hal ini. Dan mereka jauh lebih licik (clever) dibandingkan kami. Mereka melakukan operasi yang luar biasa, memperkosa para wanita kami dan membunuh anak-anak kami karena IDF tidak ada di sana. Hal ini terjadi bukan karena Hamas tetapi karena konsep yang kalian gunakan. Akan sangat mudah untuk menghancurkan Hamas dengan tank dan pesawat – namun semua itu tidak ada si sana.
"Para pengawas IDF yang pernah memperingatkan bahwa mereka prihatin dengan situasi sepanjang perbatasan Gaza pada bulan-bulan sebelum serangan 7 Oktober diminta untuk berhenti mengganggu para komandan mereka bahkan diancam akan diajukan ke pengadilan militer."
Ketika Hamas melakukan latihan militer di depan mata, mengadakan latihan tembak-menembak yang menembus tembok tirun dan menyerang kota tiruan (mock), kemudian mengunggah video pelatihan ini, pihak Israel justru mengabaikannya. Seperti dilaporkan Harian Jerusalem Post, "Para pengawas IDF yang pernah memperingatkan bahwa mereka prihatin dengan situasi sepanjang perbatasan Gaza pada bulan-bulan sebelum serangan 7 Oktober diminta berhenti mengganggu para komandan mereka bahkan diancam akan diajukan ke pengadilan militer." Seorang bintara wanita yang berspesialisasi dalam doktrin militer Hamas pernah menulis tiga dokumen yang memperingatkan soal rencana Hamas. Ia menekankan bahwa latihan yang dilakukan Hamas itu mensimulasikan serangan melintasi perbatasan ke tempat tinggal Israel. Bahkan dia melaporkan bahwa para pejabat senior Hamas pun datang menyaksikan latihan tersebut. Peringatannya disampaikan kepada tingkat yang lebih tinggi. Hanya untuk ditanggapi dengan jawaban, "Kau itu hanya berkhayal." Seorang perwira senior IDF malah mengejek peringatan seperti itu sebagai "khayalan" dan menolak menindaklanjutinya. Tepat sehari sebelum serangan pada 7 Oktober, seorang pengintai melaporkan melihat aktivitas yang mencurigakan. Namun para komandan "mengabaikan" kekhawatirannya, dan mengatakan kepadanya, "Hamas hanyalah sekelompok bajingan, mereka tidak akan melakukan apa pun."
Banyak pengamat politik menganggap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara pribadi bertanggung jawab atas conceptzia, konsep ini. Oleh karena itu, analis pertahanan Israel Yoav Limor menyimpulkan bahwa dia;
berjanji hendak melenyapkan Hamas dan mengklaim bahwa Hamas itu sama dengan ISIS. Namun dia tetap saja efektif membiarkan organisasi itu berkembang melalui berbagai cara. Termasuk dengan uang, truk pasokan, bahan bakar, listrik, tenaga kerja dan banyak lagi. Dia, yang melihat Hamas sebagai setan, seharusnya menghancurkannya. Namun selama pemerintahannya yang panjang, dia melakukan hal yang sebaliknya: Hamas berkembang menjadi monster. Netanyahu secara efektif melegitimasi Hamas. Dan hal itu memungkinkan terbentuknya kesalahpahaman pada kalangan di sekitarnya.
Jurnalis Israel Nadav Shragai setuju dengan pendapat tersebut. Ia menganggap Netanyahu "bertanggung jawab atas kesalahpahaman dan dampaknya. Dia adalah ayah, ibu, dan wali dari berbagai kesalahpahaman itu." Namun agar adil, Shragai menambahkan,
Perlu dicatat bahwa hampir semua pejabat tertinggi politik dan militer Israel, baik kaum baik sayap kanan maupun sayap kiri, serta sebagian besar media, mendukung kebijakan untuk memisahkannya. Baik karena pandangan dunia yang sistematis atau karena menyetujuinya. Hampir semua mendukung Netanyahu ketika dia menahan diri untuk tidak menghancurkan Hamas melalui darat. Hampir semuanya meremehkan ancaman Hamas.
Sejalan dengan itu, Ben Gvir berbicara tentang "kamp konsepsi." Di dalamnya ada Mantan Perdana Menteri Naftali Bennett, Mantan Kepala Staf IDF Benny Gantz dan Gadi Eizenkot. Konsepzia bahkan punya pengikut di antara mereka yang tinggal paling dekat dengan Gaza. Hanan Dann, anggota kibbutz yang dihancurkan pada 7 Oktober, menjelaskan:
Kami senang bahwa pekerja dari Gaza berdatangan ke Israel dengan membawa izin kerja (work permits) untuk mendapatkan pekerjaan dan bertemu dengan orang-orang Israel. Dengan demikian, mereka bisa menyaksikan bahwa kita tidak semuanya "setan-setan itu". Kami semua benar-benar percaya bahwa segala sesuatunya sedang berubah. Bahwa Hamas mungkin telah berkembang dari kelompok teroris menjadi kelompok dewasa yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya, yang mengkhawatirkan kesejahteraan rakyatnya. Dan konsep itu benar-benar meledak di hadapan kami.
Pasca-Oktober. 7 perhitungannya brutal. "Begitu banyak kebijakan dan paradigma," tulis David M. Weinberg dari Misgav Institute, "telah terbukti salah, fantastik, penuh ilusi dan aneh." Gagasan mengenai Gaza yang perintah Hamas supaya tidak terlalu memusuhi Israel dengan kesejahteraan ekonomi, menurut Martin Sherman dari Israel Institute for Strategic Studies, hanyalah "halusinasi mimpi belaka" (hallucinatory pipe dream).
Pasca-tragedi 7 Oktober, Netanyahu berbicara setidaknya empat belas kali tentang kemenangan dan kemenangan.
Menanggapi berbagai kritik tersebut, para politisi tiba-tiba secara radikal mengubah sikap mereka. Netanyahu berbicara setidaknya empat belas kali tentang kemenangan dan kemenangan. "Kemenangan butuh waktu. ... Sekarang kita fokus pada satu tujuan. Yaitu menyatukan kekuatan lalu menyerbu ke depan untuk meraih kemenangan." Kepada tentara, dia berpesan, "Seluruh rakyat Israel mendukung kaliandan kita akan memberikan pukulan keras kepada musuh kita untuk mencapai kemenangan. Menuju kemenangan!" Dan: "Kita akan tampil sebagai pemenang."
Banyak orang lain dalam pemerintahan mengikuti jejaknya. Dengan mengutip pernyataannya sendiri, Menteri Pertahanan Yoav Gallant memberi tahu Presiden Joe Biden bahwa kemenangan Israel itu "sangat penting bagi kami dan Amerika Serikat." Kepada prajuritnya, Gallant menyatakan, "Saya bertanggung jawab untuk membawa kemenangan." Bezalel Smotrich, menteri keuangan, mengumumkan menghentikan "semua pengeluaran anggaran dan mengarahkannya kepada satu hal saja: kemenangan Israel." Dia menyebutkan tujuan perang Israel dengan Hamas adalah "kemenangan telak." Benny Gantz, anggota Kabinet Perang, menganggap ini adalah "waktunya untuk bertahan dan memenangkan perang". Wakil ketua dewan perwakilan rakyat Israel menyerukan agar Israel "membakar Gaza." Seorang pejabat pertahanan yang tidak disebutkan namanya mengumumkan bahwa "Gaza pada akhirnya akan berubah menjadi kota kemah. Tidak akan ada bangunan." Menteri Warisan mendukung penyerangan atas Gaza dengan senjata nuklir.
Banyak warga Israel lain juga menyerukan supaya menang dan Hamas hancur:
- Naftali Bennett, Mantan Perdana Menteri Israel: "Sekarang waktunya untuk hancurkan Hamas."
- Yaakov Amidror, Mantan Penasehat Keamanan Nasional "harus dibunuh dan dihancurkan."
- Meir Ben Shabbat, Mantan Penasehat Keamanan Nasional: "Israel harus hancurkan apapun yang berkaitdan dengan Hamas."
- Chuck Freilich, Mantan Wakil Penasehat Keamanan Nasional (dalam pernyataannya di Ha'aretz): "Israel kini harus membuat Hamas kalah telak."
- Tamir Heyman, Mantan Kepala Intelijin IDF: "Kita harus menang."
- Amos Yadlin, Mantan Kepala Intelijen IDF: "Kami akan hancurkan Hamas."
- Yossi Cohen, Mantan Pimpinan Mossad: "Melenyapkan para pejabat Hamas adalah Keputusan yang perlu dibuat."
Shay Golden, wartawan/pembaca berita Israel keluar dari naskah saat baca berita. |
Tokoh-tokoh masyarakat menyampaikan serangan verbal mereka yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gallant menyebut Hamas sebagai "manusia binatang." Bennett menyebut mereka "Nazi." Wartawan pembaca berita televisi Shay Golden keluar dari naskah untuk melontarkan omelan.
Akan kami hancurkan kalian. Kami terus memberi tahu kalian setiap hari. Kami akan datang. Kami akan datang ke Gaza. Kami akan datang ke Libanon. Kami akan datang ke Iran. Kami akan datang ke mana pun. Kalian harus perhatikan ini. Dapatkah kalian bayangkan berapa banyak dari kalian yang akan kami bunuh untuk setiap 1.300 orang Israel yang kalian bantai? Jumlah korban tewas akan mencapai angka yang belum pernah kalian lihat sepanjang sejarah negara-negara Arab. ... Kalian akan lihat angka-angka yang tidak pernah kalian bayangkan mungkin terjadi.
Lagu hip-hop yang menjanjikan akan menghujani musuh-musuh Israel melonjak naik ke posisi #1. Seorang penyanyi pop menyerukan agar Israel mau "Menghapus Gaza. Jangan biarkan satu orang pun di sana."
Dan para pemilih Israel? Lembaga Kajian Middle East Forum (MEF) yang melakukan jajak pendapat pada 17 Oktober[2] menemukan dukungan luar biasa atas upaya untuk hancurkan Hamas dan operasi darat untuk mencapai hal ini. Ketika ditanya "Apa yang seharusnya menjadi tujuan utama Israel?" dalam perang yang terjadi saat ini, 70 persen masyarakat menjawab "lenyapkan Hamas." Sebaliknya, hanya 15 persen menjawab "mengamankan pembebasan tanpa syarat para tawanan yang ditahan Hamas" dan 13 persen menjawab "melucuti senjata Hamas sepenuhnya." Yang luar biasanya, 54 persen warga Arab Israel (atau, lebih teknisnya pemilih pendukung Joint List, sebuah partai Arab radikal anti-Zionis), menjadikan "melenyapkan Hamas" sebagai tujuan pilihan mereka.
Mengingat adanya pilihan untuk melakukan operasi darat di Gaza untuk memberantas Hamas atau menghindari operasi darat demi memilih cara lain untuk menghadapi Hamas, 68 persen memilih cara pertama. Sebanyak 25 persen memilih cara kedua. Kali ini, 52 persen warga Arab Israel setuju dengan pendapat mayoritas.
Menang perang menjadi persoalan consensus atau demikianlah tampaknya.
Ringkasnya, mood anti-Hamas dan anti-Otoritas Palestina (PA) yang kejam muncul mendominasi politik Israel. Hanya dua partai sayap kiri (Partai Buruh dan Partai Meretz) yang agak menentang. Mayoritas warga Arab Israel bahkan mengakui ada bahaya yang ditimbulkan oleh Hamas dan PA terhadap keselamatan dan kesejahteraan mereka. Menang perang menjadi persoalan consensus atau demikianlah tampaknya.
Segera Kembali Kepada Sikap Lama
Namun apakah perilaku ganas itu menandakan perubahan cara pandang yang mendasar atau sekadar luapan emosi? Bukti yang semakin banyak memperlihatkan hal yang terakhir. Novelis Amerika Jack Engelhard pada akhir November lalu mengungkapkan suasana hati di Israel: "Saya sangat tertekan. ... Nyaris tidak pernah lagi saya dengar pembicaraan soal memenangkan perang." Memang benar, retorika yang kasar seputar memenangkan perang setelah peristiwa 7 Oktober berakhir sama-sama mendadaknya seperti saat dia meledak pecah. Ia berganti dengan perundingan dengan Hamas mengenai persyaratan pembebasan beberapa sandera saja. Lebih parahnya lagi, para pejabat dan masyarakat Israel menunjukkan tanda-tanda segera kembali kepada sikap dan kebijakan yang menyebabkan peristiwa 7 Oktober.
Kebijakan tersebut bertumpu pada dua asumsi utama. Bahwa manfaat ekonomi seperti semakin banyaknya izin kerja di Israel, zona penangkapan ikan yang lebih besar, pendanaan dari luar justru membuat warga Palestina justru akan merasa rugi, sehingga menjinakkan sekaligus mengurangi kecenderungan mereka untuk melakukan agresi. Dan bahwa Israel jauh lebih kuat dan lebih maju dibanding musuhnya, Palestina, sehingga ia mampu memberikan konsesi.
Gejala untuk menggunakan kembali kebijakan lama mencakup:
Lembaga keamanan sudah mengesahkan masuknya 8.000 pekerja Tepi Barat menuju Israel. Sebagian besar dari mereka terlibat dalam pekerjaan pertanian. Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan terhadap Menteri Pertanian Israel yang menjamin para koleganya bahwa para pekerja itu sudah diteliti dengan sungguh-sungguh dan tidak berbahaya. Bahwa ribuan pekerja dari Gaza sudah mematai Israel sehingga mereka sendiri terlibat dalam pembantaian 7 Oktober tampaknya dengan gembira dilupakan.
Para pekerja Gaza tengah menunggu di penyeberangan perbatasan Erez supaya bisa bekerja di Israel, 13 Maret 2022
Di Tepi Barat sendiri, panglima perang Israel yang bertugas di sana mengeluarkan perintah yang tidak masuk akal yang membatasi akses Arab yang tampaknya keras namun tak banyak berubah. Sebagaimana dijelaskan oleh Dewan Regional Binyamin, "Tidak ada izin masuk ke kota-kota Israel bagi para pekerja Arab. Mereka hanya akan diizinkan memasuki kawasan industri pada malam hari." Apakah perampok dan pembunuh melakukan kejahatannya hanya pada siang hari?
Otoritas Palestina (Palestinian Authority---PA) yang secara nominal memerintah sebagian Tepi Barat tidak sekedar menawarkan dukungan penuh terhadap pembantaian Hamas. Gerakan Fatah pimpinan Presiden PA Mahmoud Abbas juga membanggakan peran mereka di dalamnya. PA juga mewajibkan masjid-masjid dalam wilayah yurisdiksinya untuk menginstruksikan jamaah bahwa memusnahkan orang Yahudi itu merupakan kewajiban Islam. Meski demikian, Kabinet Israel terus mengirim uang pajak kepada Otoritas Palestina. Gallant pun mendukung keputusan ini. Dia karena itu mengatakan bahwa "Sudah tepat untuk mentransfer, dan segera mentransfer, dana tersebut kepada Otoritas Palestina agar dapat digunakan oleh pasukannya yang membantu mencegah terorisme." (sehingga tema manfaat ekonomi sepertinya tidak pernah mati.)
Ben-Gvir berupaya melonggarkan aturan soal keterlibatan polisi. Dengan mengizinkan polisi untuk menembak kaki penyerang dalam keadaan darurat. Tetapi Gantz berhasil mengalihkan suara, sehingga mempertahankan peraturan yang lebih ketat.
Lima hari setelah tanggal 7 Oktober, Israel lalu menutup Kementerian Diplomasi Publiknya, yang menjadi simbol sempurna dari upaya informasi Israel yang secara historis tidak menguntungkan.
Yossi Cohen, Mantan Kepala Mossad memilih "menahan diri untuk tidak mengkritik Qatar."
Sebaliknya, Menteri Komunikasi Israel menyebut Al Jazeera, saluran televisi Qatar, sebagai "corong propaganda" yang menghasut melawan Israel sehingga berusaha menutup kantornya di Israel. Pemerintah Israel malah menolak rekomendasinya. Alasannya, Israel tidak ingin mengecewakan Pemerintah Qatar, yang telah membantu pembebasan beberapa sandera, sehingga mengabaikan perannya dalam serangan 7 Oktober. Yossi Cohen, Mantan Kepala Mossad, melangkah lebih jauh. Dia memilih "menahan diri untuk tidak mengkritik Qatar."
Sebelum pembantaian terjadi; Israel memasok Gaza dengan 49 juta liter air. Atau 9 persen dari konsumsi harian wilayah tersebut melalui tiga saluran pipa. Pasca-pembantaian, pasokan air, Israel putuskan. Namun ini hanya berlangsung selama dua puluh hari. Sesudah itu Israel menyalurkan kembali 28,5 juta liter air melalui dua saluran pipa. Mengapa tidak semuanya lewat tiga pipa? Karena Hamas merusak pipa ketiga pada 7 Oktober sehingga memerlukan perbaikan. Tidak perlu takut: Kolonel IDF Elad Goren mengumumkan bahwa kantornya telah "mengumpulkan tim ahli yang menilai situasi kemanusiaan di Gaza setiap hari." Avigdor Liberman, Ketua Partai Yisrael Beiteinu, menyebut ini sebagai "kebodohan yang sederhana". Selain itu, pasokan bahan bakar juga berlanjut.
Pembicaraan tentang kemenangan tidak menghentikan sikap negatif untuk segera muncul ke permukaan. "Saya tidak melihat kemenangan apa pun dari kekacauan ini," komentar pencipta Fauda, Avi Issacharoff. Orly Noy dari B'Tselem karena itu berteriak kepada rekan-rekan sebangsanya dari Israel, "Saya tidak tertarik dengan kemenangan yang kalian tawarkan kepada saya. ... Saya siap mengakui kalah."
Kepala sekolah menengah negeri di Tel Aviv menghabiskan waktu 45 menit untuk berbicara dengan tiga siswa yang datang ke sekolah dengan membawa bendera Israel. Dalam percakapan itu, salah satu siswa melaporkan kepala sekolah memperlihatkan bahwa siswa lain keberatan dengan sikap patriotisme tersebut. Dia lalu menambahkan bahwa "jika sejumlah besar siswa datang ke sekolah dengan membawa bendera Israel, maka dia (baca: sang kepala sekolah) akan segera bereskan anak itu." Situasi menjadi begitu ekstrim sehingga surat kabar sayap kiri Ha'aretz sekalipun memuat berita dengan judul, "Stop Applauding Hamas for Its 'Humanity.'"( "Berhentilah Menghargai Hamas karena 'Kemanusiaan'-nya).
Sebuah organisasi, Regavim memperingatkan bahwa Otoritas Palestina sudah membangun hampir 20.000 bangunan di dekat Jalur Hijau yang berbatasan dengan Tepi Barat yang berada di bawah kuasa penuh Israel (Area C). Organisasi itu menyebutkan fenomena ini "menakutkan dan mengancam... suatu bahaya yang nyata; sebuah bom waktu." Ketika diberi informasi ini, pihak lembaga keamanan sekarang pun meresponsnya sama seperti responnya sebelumnya terhadap ancaman serupa dari Gaza. Mereka lebih memilih untuk mengabaikan topik ini. Atau menganggap bangunan tersebut sebagai bangunan organik yang dibuat oleh individu.
Jika jajak pendapat pada pertengahan bulan Oktober menunjukkan 70 persen warga Israel ingin "menghilangkan Hamas," maka dalam jajak pendapat pertengahan bulan November yang dilakukan oleh The Jewish People Policy Institute,[3] maka hanya 38 persen yang mendefinisikan Israel menang perang sebagai "Gaza tidak lagi berada di bawah kekuasaan Hamas." Dengan demikian, secara kasar terjadi 50 persen penurunan. Ketika ditanya tentang tujuan perang yang paling penting, jajak pendapat yang khusus menyasar orang Yahudi Israel November lalu oleh peneliti Universitas Ibrani Yerusalem menemukan bahwa 34 persen mengatakan melumpuhkan Hamas (dan 46 persen mengatakan tujuan terpenting perang adalah agar para sandera dikembalikan). Ketika ditanya soal membuat "konsesi yang menyakitkan" untuk menjamin pembebasan para sandera, 61 persen menyatakan siap. Angka itu meningkat nyaris tiga kali lipat dari 21 persen yang siap melakukannya enam minggu sebelumnya. Sebuah jajak pendapat yang diadakan Saluran Televisi Israel Channel 14 melaporkan 52-32 persen sepakat dengan perjanjian soal sandera. Angka–angkanya menjadi 38%, 34%, 32%. Jadi, sangat konsisten.
Politisi dan lembaga keamanan mengalihkan persoalan sebelumnya dari kenyataan yang strategis (misalnya, Perjanjian Oslo, penarikan diri keluar dari Gaza). Namun bukan untuk kali ini. Di sini, masyarakat mengesampingkan kehancuran Hamas demi menyelamatkan sandera. Salah satu korban yang selamat, Nadav Peretz, mengatakan, "Kami menginginkan dua hal. Melihat Hamas dihancurkan dan membebaskan para sandera. Dan saat ini, pilihan kedua lebih penting daripada pilihan pertama." Jajak pendapat yang dilakukan oleh Maariv pertengahan November lalu menemukan bahwa Partai Persatuan Nasional yang dipimpin oleh Mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Gantz, sehingga sekaligus merupakan personifikasi dari lembaga keamanan, melonjak. Dari 12 kursi pada Pemilu sebelumnya, partainya meraih 43 kursi pada Pemilu berikutnya. Menurut Nimrod Nir, seorang psikolog yang memimpin penelitian survei Universitas Ibrani, "Jajak pendapat kami menunjukkan bahwa rakyat Israel konsisten berada di depan para pengambil keputusan dalam hal ini. Ketika mereka mengetahui siapa yang sedang dipegang Hamas dan dalam kondisi apa, tekanan untuk mengambil tindakan sesuatu pun tumbuh."
Pembicaraan mengenai upaya untuk menghancurkan Hamas nyaris menguap.
Para politisi mulai mencari cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Mantan Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat Michael Oren menyarankan supaya tujuan perang diubah. "Dari upaya untuk memusnahkan Hamas menjadi mengamankan Hamas untuk menyerahkan diri tanpa syarat." Dengan demikian, memungkinkan Hamas untuk terus hidup. Lebih khusus lagi, ia menganjurkan agar Hamas menawarkan "jalan bebas hambatan dari Gaza... sebagai imbalan atas pembebasan sandera." Pembicaraan mengenai penghancuran Hamas nyaris menghilang.
Perundingan tentang Sandera
Ketika berbicara tentang sandera, maka kemungkinan terbesar untuk kembali kepada kebijakan lama menjadi persoalan. Presiden Israel Isaac Herzog menyebut Hamas sebagai "benar-benar jahat." Sementara itu, calon presiden Partai Republik (AS), Tim Scott, ketika memberikan nasihat kepada masyarakat Israel merujuk Hamas dengan mengatakan: "Kalian tidak bisa melakukan negosiasi dengan kejahatan. Kalian harus menghancurkannya." Namun hanya 1½ bulan setelah pembantaian tersebut dan beberapa minggu setelah banyaknya seruan untuk menghancurkan Hamas, Pemerintah Israel bersepakat dengan kelompok jihad tersebut. Dengan demikian, melemahkan posisi moral mereka dan kembali pada kebijakan negosiasi yang menyebabkan peristiwa 7 Oktober pada posisi pertama.
Isi perjanjian itu hanya memperburuk keadaan. Soalnya, Israel yang putus asa malah membuat sebagian besar konsesi. Sebagai imbalan atas pembebasan kurang dari seperempat sanderanya. Semuanya perempuan dan anak-anak. Israel setuju untuk: membebaskan 150 tahanan keamanan perempuan dan anak di bawah umur (yaitu, tahanan yang ditangkap karena pelanggaran yang terkait dengan keamanan nasional); mengizinkan ditingkatkannya pasokan air, makanan, obat-obatan dan bahan bakar ke Gaza. Juga, selama empat hari tidak mengirim pesawat tempur ke Gaza selatan, melakukan pengawasan udara dengan drone selama enam jam setiap hari, dan tidak menyerang Hamas.
Pertimbangkan beberapa implikasi dari istilah-istilah ini:
1. Hanya sebagian kecil dari jumlah sandera menyiratkan bahwa proses tawar-menawar akan berlanjut tanpa batas waktu, dengan banyak masa jeda. Ini sesuai dengan kebutuhan Hamas yang sedang berupaya mengganggu langkah militer Israel. Seperti yang dijelaskan oleh Kolonel (res.) Shai Shabtai, tindakan Hamas yang "terus menahan para sandera itu punya satu tujuan: menggunakan negosiasi yang berkepanjangan untuk melemahkan kekuatan politik dan militernya."
2. Dengan mengganggu pengawasan Israel, pejuang Hamas berpeluang untuk melarikan diri dari terowongan mereka yang terkepung atau membawa perbekalan ke dalam terowongan.
3. Menukarkan tahanan keamanan Palestina dengan para korban pembantaian 7 Oktober 2023 menegaskan argumentasi Hamas bahwa penjahat Hamas dan warga Israel yang tidak berdosa yang diculik dengan kekerasan itu sama derajat moralnya.
Ketika ditinjau kembali, terlihat bahwa tim kepemimpinan yang sama yang menyebabkan terjadinya Tragedi 7 Oktober juga melanjutkannya dengan menandatangani perjanjian soal sandera sama sekali tidak mengejutkan. Soalnya, tanggung jawab atas perjanjian tentang sandera membuatnya rentan terhadap permintaan keluarga sandera dan negara asing. Dengan demikian, Netanyahu dan pihak lain, misalnya, komandan Unit 8200 yang mengumpulkan sekitar 80 persen intelijen Israel[4], yang menolak menerima tanggung jawab hanya akan memperburuk masalah. Karena bagi Brodetz, kerabat keluarga sandera yang dikutip di atas ketika berbicara kepada seorang anggota parlemen dari Partai Likud, "konsepsi" masih tetap berlaku: "Kalian hidup dalam fantasi lalu menyalahkan Hamas padahal kalian sendirilah yang harus disalahkan. Masalahnya itu kalian. Masukkan hal itu ke dalam pikiran kalian, maka mungkin kalian akan mampu menyelesaikan masalahnya."
Persoalan semakin memburuk. Pada tanggal 22 November, Netanyahu benar-benar di luar kebiasaannya justru mengumumkan secara terbuka bahwa ia telah menginstruksikan Mossad untuk membunuh para pemimpin Hamas "di mana pun mereka berada." Implikasinya termasuk membunuh para pemimpin Hamas yang Tengah berada di Qatar. Ketika ditekan apakah perjanjian gencatan senjata dengan Hamas memberikan kekebalan kepada para pemimpinnya, ia menjawab secara negatif: "tidak ada komitmen dalam perjanjian itu untuk tidak bertindak melawan para pemimpin Hamas, siapa pun mereka." Lebih lanjut dia menambahkan bahwa "klausul seperti itu tidak ada." Namun, dua hari kemudian, Georges Malbrunot dari Surat Kabar Le Figaro (Prancis) melaporkan bahwa "narasumber yang umumnya berpengetahuan luas" memberitahu dia bahwa Netanyahu sudah meyakinkan pihak Qatar pada awal negosiasi sandera bahwa "Mossad tidak akan pergi ke emirat untuk membunuh para pemimpin politik Hamas." The Jerusalem Post kemudian "secara tidak langsung menegaskan bahwa Israel memang telah membuat komitmen kepada Qatar atas masalah ini."
Tidak semua warga Israel menempatkan persoalan pribadinya di atas kepentingan nasional.
Perlu dicatat bahwa tidak semua warga Israel menempatkan persoalan pribadinya di atas kepentingan nasional. Eliahu Liebman, ayah dari sandera Elyakim Liebman, menyimpulkan dilema tersebut dalam protesnya yang berani terhadap usulan kesepakatan: "Kami ingin semua sandera kami dibebaskan. Satu-satunya cara untuk melakukannya adalah dengan menyerang musuh dengan seluruh kekuatan kita. Tanpa interupsi dan tanpa menyerah pada tuntutan mereka, seolah-olah merekalah pemenangnya." Tikvah, sebuah organisasi keluarga yang terkait dengan sandera pun sependapat: "Cara paling benar dan efektif untuk mengambil kembali para sandera adalah dengan memberikan tekanan tanpa kompromi terhadap Hamas. Sampai sandera menjadi beban bagi Hamas dan bukan aset." Namun ratapan justru menenggelamkan suara-suara seperti itu.
Kesimpulan
Akhir Oktober lalu, saya mengamati persoalan itu dalam sebuah artikel yang "suasana hati Israel yang meradang saat ini kemungkinan besar akan memudar seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan kembalinya pola-pola lama dan kembalinya keadaan seperti biasa." Saya salah dalam satu hal. Ia tidak butuh waktu lama. Sebaliknya, ia terjadi hampir seketika. Dalam kurun waktu dua minggu. Dan itu, bertentangan dengan kesan awal bahwa "segalanya berubah", pada saat artikel ini ditulis pada akhir November, nyaris tidak ada yang berubah.
Perubahan hanya akan terjadi ketika Israel memutuskan mentalitas tradisional Zionis dan mengupayakan Israel Menang.
Kembali kepada kebijakan lama (reversion) ini juga sesuai dengan pola yang jauh lebih besar. Sejak 1882 hingga saat ini, kedua pihak yang bertikai dalam konflik ini sudah mengumpulkan catatan luar biasa mengenai kesinambungan yang steril. Orang Palestina mempertahankan mentalitas untuk menolak ( dengan mengatakan tidak, tidak, dan tidak akan pernah atas segala sesuatu yang berbau Yahudi dan Israel). Sementara itu, kaum Zionis berpegang teguh pada upaya damai (terima kami dan kami akan membuat kalian kaya). Kedua pihak berputar-putar. Hampir tidak berkembang atau membuat langkah maju. Perubahan hanya terjadi ketika Israel memutuskan mentalitas tradisional Zionis dan memperjuangkan Kemenangan Israel.
Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) adalah Presiden Middle East Forum (Forum Timur Tengah) dan pengarah buku yang baru saja diterbitkan tertajuk Islamism vs. The West: 35 Years of Geopolitical Struggle (Wicked Son). © 2023 oleh Daniel Pipes. All rights reserved.
[1] IDF merujuk kepada Israel Defense Forces (IDF); Shin Bet (atau Shabak) adalah Dinas Keamanan Internal Israel.
[2] Shlomo Filber dan Zuriel Sharon dari Direct Polls Ltd mengadakan jajak pendapat dengan 1,086 orang Israel dewasa. Sampling error statistiknya 4 persen.
[3] Diadakah oleh Madad.com dengan 666 responden, pada 15-18 November 2023.
[4] Menurut sebuah laporan, sang komandan mengabaikan tugas intelijennya karena memilih membantu orang yang kurang beruntung dengan menangani persoalan perubahan iklim dan berbagai persoalan sosial.
Penambahan 1 Desember 2023: (1) The Alma Research & Education Center menerbitkan laporan yang mengatakan bahwa "Unit Radwan milik Faksi Hizbullah mampu melakukan serangan atas Galilea (Israel) kapan pun pada waktu yang ditentukan.
Komentar: (1) Tatkala ditambahkan dengan serangan Hamas pada 7 Oktober dan laporan Regavim yang dikutip di atas maka itu berarti bahwa tiga perbatasan Israel itu dulu dan sekarang dalam bahaya akan. (2) Ironisnya, perbatasan-perbatasan Israel dengan negara-negara totaliter (police states) Mesir, Yordania dan Suriah justru relatif aman.
(2) Sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh New York Times yang menambahkan informasi pada awal paragraf tulisannya bertajuk "When Hamas drilled in plain sight" (Tatkala Hamas melakukan latihan militer di depan mata). Tulisan awal parafgrafnya:
Para pejabat Israel sudah mendapatkan rencana pertempuran Hamas untuk melancarkan serangan teroris 7 Oktober lebih dari setahun sebelum serangan itu terjadi, seperti diperlihatkan oleh dokumen, email dan wawancara. Namun para pejabat militer dan intelijen Israel mengabaikannya. Mereka menganggapnya sebagai rencana yang aspiratif dan menganggap rencana itu terlalu sulit untuk dilaksanakan oleh Hamas.
akhiran 4 Desember 2023: Pimpinan Shin Bet Ronen Bar pernah bersumpah akan membunuh para pemimpin Hamas. "Di Gaza, di Tepi Barat, di Libanon, di Turki, di Qatar. Semuanya. Perlu beberapa tahun. Tetapi kami akan berada di sana untuk melakukannya. Kabinet menetapkan tujuan bagi kami. Untuk mengeluarkan Hamas. Dan kami bertekad untuk melakukan. Inilah Kota Munich kami (baca: Kota Munich dirujuk karena di sanalah pada tahun 1972, pada saat Olimpiade Munchen berlangsung, warga Palestina yang mengklaim diri sebagai anggota organisasi Black September membantai 11 atlet Israel, JL.)
Seorang intelijen Turki yang tidak disebut namanya menanggapi sumpah itu, katanya: "Peringatan yang perlu itu dibuat bagi para lawan bicara berdasarkan berita tentang pernyataan para pejabat Israel. Dan pernyataan itu disampaikan kepada Israel bahwa [aksi seperti itu] bakal berdampak serius." Kantor Berita Turki Anadolu juga mengutip sumber tanpa nama yang memperingatkan Israel atas "keterlibatannya dalam berbagai aktivitas yang melawan hukum" di Turki.
Topik Terkait: Konflik & diplomasi Arab-Israel
Artikel Terkait:
- Updates on the Jordan-Is-Palestine Thesis
- Israel Is Defeating Palestinian Terrorism
- Is Ehud Barak a right-winger?
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.