N.B.: (1) Artikel ini ditulis dua hari menjelang Arafat meninggal dunia, tetapi diterbitkan sehari setelah dia meningggal dunia pada 11 November 2004 di Clamart, Prancis.
(2) "Bedroom farce" adalah sebentuk komedi ringan berbasiskan situasi seksual-romantis yang tidak mungkin terjadi.
(3) Judul yang diterbitkan dalam NYS: "The Farcical Demise of the World's Longest-reigning Terrorist."
Sulit menemukan kata-kata yang sepadan untuk menggambarkan karir mengerikan teroris yang paling lama berkuasa di dunia selama 40 tahun (yang dimulai pada Januari 1965) dari seorang pria yang mengotori sarangnya di Yordania dan Libanon kemudian di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Seorang monster moral yang membodohi dunia agar berpikir bahwa dia melakukan reformasi (ingat Hadiah Nobel Perdamaian?). Namun adegan kematiannya yang lucu mungkin memberikan coda, tambahan yang tepat atas kehidupannya yang tidak layak.
Memanggungkan komedi (mise-en-scène) itu sama tidak masuk akalnya dengan yang terjadi sebelumnya. Hanya saja lebih lucu. Pertama-tama, di sana ada istrinya, Suha, seorang wanita Ortodoks Yunani yang masuk Islam namun terus merayakan hari raya Kristen dan kini berseru "Allahu Akbar" saat menghabiskan $100.000 (sekitar Rp 1,4 miliar) sebulan untuk menjalani kehidupan yang baik di Paris. Lalu ada juga orang-orang dekatnya yang sudah lama menderita, yang berharap bisa mendapatkan hari yang cerah, bebas dari pemimpin mereka yang pemarah, tidak dapat diprediksi dan mendominasi. Yang terakhir, ada politisi Perancis yang malang, yang tersengat oleh kebodohan sendiri dengan mengirim pesawat militer ke Yordania untuk membawa Arafat ke Paris, kemudian memperlakukannya Bagai bangsawan (termasuk kunjungan kehormatan oleh Presiden Jacques Chirac), hanya untuk mendapati diri mereka menjadi bagian dari kelompoknya sekitar ranjang kematiannya yang aneh.
Berikut beberapa hal khusus; seperti yang mereka katakan, sehingga kalian tidak bisa mengada-ada.
Pada tanggal 7 November, Menteri Luar Negeri Perancis Michel Barnier mengatakan kepada Saluran Televisi LCI bahwa Arafat masih hidup. Namun "Akan saya katakan dia berada dalam keadaan yang sangat rumit, sangat serius dan stabil pada saat kita berbicara." Ketika ditanya apakah Arafat sudah meninggal, Barnier menjawab: "Saya tidak akan katakan itu." Menteri luar negeri sebuah negara besar yang konon orang serius, malah dibuat terlihat seperti orang bodoh.
Hari-hari terakhir Arafat, dikelilingi anak buahnya. |
Yang sangat menyolok adalah penyebab kematian Arafat. Sama sekali tidak disebutkan secara jelas. Karena itu, dia memunculkan banyak spekulasi. Tentu saja, sejumlah kalangan Palestina lalu menyusun teori konspirasi tentang Israel yang meracuni Arafat. Kantor Berita PLO, WAFA dengan wajah datar menuntut dilakukan penyelidikan mengenai cara yang persis meracuni Arafat. "Kami berhak untuk mengetahui jenis, sumber racun serta penawarnya dan cara mendapatkannya," tulis Redaktur Politik WAFA. Yang lebih menarik lagi adalah tesis yang masuk akal bahwa sang "presiden" sedang sekarat karena AIDS, terutama mengingat aktivitas sebelum nikahnya yang terkenal. David Frum menguraikan hipotesis ini dalam National Review Online:
Kita tahu dia mengidap penyakit darah yang menurunkan sistem kekebalan tubuhnya. Kita tahu bahwa berat badannya tiba-tiba menurun drastis. Mungkin saja sebanyak 1/3 dari seluruh berat badannya. Kita tahu bahwa dia sebentar-sebentar menderita disfungsi mental. Apa memang seperti itu?
Mantan Kepala Intelijen Rumania Ion Pacepa berkisah dalam memoir-nya yang sangat indah menarik. Yaitu bahwa rezim Ceausescu merekam pesta pora sex (orgies) Arafat dengan para pengawalnya. Jika benar, Arafat benar-benar menyembunyikan banyak hal dari rakyatnya dan pendukungnya yang anti-homoseksual di dunia Islam.
Sebelum menerbangkan Arafat ke Paris, Menteri Luar Negeri Prancis Michel Barnier berjanji "mendukung" dia. Apakah itu sebabnya Arafat memilih dirawat di Prancis daripada di negara-negara Arab sahabatnya manapun yang dianggap mendukung gerakannya – karena dia bisa mempercayai Prancis untuk melindungi rahasia intimnya?
Sementara itu, warga Israel, tatkala ingin berbicara terbuka, menyatakan bahwa Arafat "mati klinis".
Lalu ada paragraf unik dari Steven Erlanger dalam New York Times:
Kondisi Arafat digambarkan tidak berubah oleh jurubicara rumah sakit militer Prancis di Paris di mana Arafat dikatakan berada dalam keadaan koma yang tidak dapat diubah, koma yang dapat diubah, atau tidak koma sama sekali. Rumor hari Sabtu [6 November] adalah Arafat sudah bisa duduk sambil melambaikan tangan kepada dokternya. Rumor terbaru pada hari Minggu adalah bahwa dia menderita gagal hati sudah dibantah oleh [Nabil] Shaath sehingga diupayakan untuk tetap hidup dengan mesin sementara para pembantu dan istrinya mempertengkarkan soal tempat pemakaman dan rekening banknya.
Disinggung soal "mempertengkarkan soal tempat pemakaman dan rekening bank Arafat"? Ada kecurigaan luas bahwa Suha dan sekutu-sekutunya berpura-pura Arafat masih hidup sehingga mereka punya waktu untuk berkonflik (tussle with) dengan pihak berwenang Israel mengenai pemakamannya di Yerusalem dan juga menjarah rekening bank Arafat, yang konon jumlahnya mencapai miliaran dolar. Seorang "bankir senior Palestina" dikutip memperingatkan bahwa Arafat sendiri yang mengetahui nomor rekening rahasianya dan ini bisa jadi menemaninya sampai ke liang kubur. "Jika angka-angka tersebut hilang bersamanya, maka para bankir Swiss dan bankir lain di seluruh dunia akan ikut bergembira."
Suha Arafat (kiri) dengan sahabatnya Hillary Clinton. |
Mungkin Suha sudah mencelupkan tangannya yang lembut ke dalam pot madu. Sebuah laporan di Washington Times menemukan bahwa sesaat sebelum Arafat diterbangkan ke Prancis, Suha "menerima $60 juta (setara Rp 840 miliar) di rekening banknya di Paris." Jumlah tersebut belum termasuk dugaan $11,4 juta (setara Rp 160 miliar) yang disimpan di rekeningnya antara Juli 2002 dan September 2003 (yang sedang diselidiki oleh pihak berwenang Perancis). Artikel Washington Times yang sama menyatakan bahwa "Setidaknya 60 persen anggaran Otoritas Palestina berasal dari kontribusi bantuan internasional, dimana Uni Eropa menjadi donor terbesarnya." Kalimat itu bisa diterjemahkan: kebanyakan dari kita, orang Barat, punya hak istimewa untuk membayar biaya ekspedisi belanja Suha yang legendaris.
Tidaklah mengherankan jika mereka ingin mengubah rencana dengan "membuang" jenazah Arafat di Yerusalem, setelah memperhitungkan kondisi lahan pemakaman keluarga Arafat di Khan Yunis, Gaza. Kantor Berita Agence France-Presse dengan penuh semangat dan jelas menggambarkan tempat yang porak-poranda ini (teks aslinya dalam Bahasa Prancis bahkan lebih berwarna lagi):
Lahan makam keluarga Arafat tidak terawat. Tertimbun sampah setinggi mata kaki. Udaranya penuh lalat yang beterbangan dari pasar yang berbau di sebelahnya. Dengan demikian, ia menjadi tempat pemakaman ikon bangsa Palestina yang tidak bisa lebih buruk lagi. ...
Luas makamnya kurang dari 100 meter persegi. Sudah ada dua lusinan makam ada di tempat kebanggaannya. Sedikit pelayat yang bisa memadati lokasi tersebut. Mereka bisa tersandung di tanah kasar ketika memberikan penghormatan terakhir. Tersembunyi di balik dinding semen yang dapat diakses ada pintu besi putih yang berlepotan lumpur. Tidak ada yang lebih mengesankan atau lebih memalukan bagi seseorang yang kini tidak mungkin lagi mencapai impiannya atas Negara Palestina dengan ibu kotanya di Yerusalem.
Bin liner, sebuah merek kaus anak-anak berikut keffiyeh merah tradisional (semacam penutup kepala yang disukai Arafat) tertanam dalam debu. Berbagai bungkus jajanan kering kosong, karton susu, botol plastik dan pecahan kaca berserakan di atas rumput yang terbakar. Bunga bugenvil merah dan putih yang tumbuh sangat lebar tidak bisa mempermanis bau busuk buah dan daging busuk, bercampur kotoran keledai setengah mati yang diikat di pasar terdekat.
Jemuran bergelantungan dari sebuah sebuah flat tua bertingkat tinggi dan kumuh di atas makam saudara perempuan Arafat, Yussra al-Qidwa yang dimakamkan Agustus tahun lalu, bersama ayah mereka.
Terkait prospek Arafat untuk senantiasa menghiasi Kota Suci, Menteri Kehakiman Israel Tommy Lapid mengatakan pada 5 November, yang mungkin merupakan kalimat terbaik dari keseluruhan peristiwa kotor ini, bahwa Arafat "tidak akan dimakamkan di Yerusalem karena Yerusalem adalah kota tempat raja-raja Yahudi dimakamkan, bukan seorang teroris Arab."
Ketika empat anak buah Arafat, termasuk Ahmed Qurei, yang berpura-pura menjadi "perdana menteri", tidak lagi tahan dengan sikap Suha yang berubah-ubah, mereka mengumumkan melakukan perjalanan ke Paris. Supaya bisa mendengar langsung dari para dokter mengenai kondisi kesehatan orang hebat itu. Suha menanggapi mereka dengan kejam. Ia menelepon televisi Al Jazeera pada 8 November dan menuduh kuartet tersebut terlibat dalam "konspirasi" melawan Arafat. "Biarlah diketahui oleh orang-orang Palestina yang jujur bahwa satu geng calon pewaris akan datang ke Paris," teriaknya dalam segmen Al-Jazeera yang ditayangkan berulang-ulang. Dengan menggunakan nama perang Arafat, dia memperingatkan: "Kalian harus pahami ruang lingkup konspirasi ini. Saya beritahu kalian, mereka mencoba mengubur hidup-hidup Abu Ammar." Dia juga menambahkan, "Dia baik-baik saja dan dia akan pulang."
Menghadapi pernyataan hal ini, para antek Arafat menjawab. Mereka mengatakan Suha "jahat" dan "perempuan gila," lalu tetapi saja pergi. Tanggapan yang sudah lama tersimpan dalam benak Suha adalah "Setiap bunga yang indah akhirnya dikelilingi oleh ilalang."
Ada persoalan yang semakin menarik lagi. Soal rumor yang beredar seputar rumah sakit militer tempat Arafat dirawat. Rumor bahwa Arafat dua kali menolak berbicara dengan Mahmud Abbas, orang nomor dua di PLO, melalui telepon dan malah diam-diam mengangkat Farouq Kaddumi sebagai penggantinya. Anda mungkin bertanya, siapakah Farouq Kaddumi? Erlanger menjelaskan bahwa dia adalah pendiri Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization ---PLO) yang;
menolak Perjanjian Oslo. Juga menolak kembali bersama Arafat ke Tepi Barat dan Gaza. Dia masih berdiam di Tunis. Di sana dia mempertahankan gelar Menteri Luar Negeri P.L.O. meskipun faktanya Shaath menyandang gelar Menteri Luar Negeri (minister for external affairs) Otoritas Palestina
Paham maksudnya? Lelucon pun usai. Arafat meninggal dunia dengan cara yang sama menyedihkannya dengan kehidupannya.***
--------------------------------------------------------------------------------
Pemutakhiran 26 Juli 2009: Nyaris lima tahun sudah berlalu. Tetapi episode-episode baru terus bertambah pada komedi kamar tertidur terakhir Arafat. Ali Waked dari Yedi'ot Aharonot merangkum kisah-kisah paling aneh terbaru:
Tuduhan bahwa Presiden Palestina Mahmud Abbas dan berbagai pihak lain merupakan bagian komplotan yang hendak meracuni Pimpinan Otoritas Palestina (PA) yang sudah meninggal dunia Yaser Arafat mengguncang PA. Menurut berbagai laporan Minggu lalu, janda almarhum Pemimpin Palestina Suha Arafat menangis setelah dipaksa untuk menyangkal mengetahui skema yang dituduhkan.
Badai media mulai meledak dua minggu lalu ketika tokoh nomor dua PLO, Farouk Kaddoumi dalam sebuah konferensi pers di Yordania mengaku bahwa Abbas bersama kepala keamanan PA Mohammad Dahlan bebekerja sama dalam sebuah komplotan yang diatur Israel untuk meracuni Arafat. Kaddoumi menegaskan bahwa Arafat pernah memperlihatkan dokumentasinya kepadanya yang membuktikan bahwa Abbas dan para pemimpin Hamas bertemu dengan para pejabat tinggi Amerika dan Israel mengenai masalah ini.
Fatah pun segera melancarkan serangan terhadap Kaddoumi dan pernyataannya, bahkan menuding Jordan dan jaringan berita al-Jazeera karena meliput peristiwa tersebut. Janda Arafat, Suha, mengatakan kepada surat kabar Turki pekan lalu bahwa mendiang suaminya menunjukkan kepadanya notulen pertemuan Israel-Amerika-Palestina yang juga dibicarakan Kaddoumi. Menurut dia, mantan pemimpin itu juga mengatakan bahwa dia mengkhawatirkan nyawanya mengingat perilaku Dahlan dan Abbas yang diduga aneh.
Surat kabar Arab Saudi Okaz lalu mengutip sumber-sumber Palestina yang mengklaim bahwa kantor Abbas, yang bertindak atas perintah langsung dari presiden, mengancam hendak mencabut gaji bulanan Suha Arafat jika dia menolak menyangkal pernyataan yang dia buat kepada surat kabar Turki. Menurut berita itu, Suha, yang kini tinggal di Malta dekat saudara laki-lakinya yang menjabat sebagai Duta Besar Palestina di negara itu, menangis ketika mengetahui ancaman itu. Tekanan dari Ramallah memaksanya untuk membacakan surat (script) kepada media yang dikirimkan kepadanya oleh kantor Abbas yang memintanya menyangkal bahwa dia mengetahui rencana pembunuhan dan menyerang Kaddoumi atas pernyataannya terhadap PA.
Topik Terkait: Konflik & Diplomasi Arab-Israel, Warga Palestina
Artikel Terkait:
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.