Judul yang diterbitkan dalam The Australian: "Two Enemies, Two Paths – and One Deadly Objective."
Peristiwa pasca-pembantaian warga Israel pada 7 Oktober 2023 silam memperjelas kenyataan: Bahwa ketika sebagian besar orang dan pemerintah di seluruh dunia menerima keberadaan Israel dan mendoakan kesejahteraan rakyatnya, ada dua kelompok musuh gigih menginginkan Israel dan penduduk Yahudinya dihancurkan. Kualitas keduanya memang berbeda. Ancaman yang mereka munculkan pun beda. Mereka adalah Rezim Iran dan Palestina. Masing-masing memiliki jaringan yang membuat mereka menakutkan dengan cara yang berbeda.
Konteks. Negara Yahudi pernah menghadapi rentetan enam ancaman khas. Mulai dari ancaman paling kejam hingga yang paling tidak kejam seperti;
- Senjata pemusnah massal: Iran merupakan ancaman utama senjata pemusnah massal. Memang Irak dan Suriah sama-sama pernah lebih dulu berupaya membuat bom nuklir. Sementara itu, Arab Saudi, Mesir dan Turki juga pernah menunjukkan minatnya untuk membuat bom nuklir.
- Serangan militer konvensional: Dalam berbagai kesempatan angkatan darat, laut, dan udara menyerang Israel. Terutama yang berasal dari Mesir, Yordania, dan Suriah. Tetapi juga dari Arab Saudi, Irak, dan Lebanon.
- Perang berintensitas rendah. Yang juga dikenal sebagai terorisme: Berbagai serangan datang dari berbagai pihak. Termasuk dari kaum Kiri yang ekstrem (misalnya, Tentara Merah Jepang), kaum ekstrim Kanan (neo-Nazi), kaum Arab nasionalis (Fron Pembebasan Arab), kaum nasionalis Palestina (Front Populer untuk Pembebasan Palestina), dan kaum Islam radikal (seperti Hamas, Hizbullah, Houthi).
- Serangan demografis: Angka kelahiran yang lebih tinggi menjadi daya tarik bagi Palestina untuk menguasai Israel. Terutama jika Israel dapat dibujuk untuk membuka pintunya bagi "hak warga Palestina untuk kembali ke Israel" (right to return).
- Boikot dan blokade ekonomi: Boikot keuangan dan perdagangan serta berbagai upaya lain untuk melemahkan ekonomi selalu menghantui Israel.
- Delegitimasi ideologis: Untuk melemahkan daya tariknya, musuh-musuh Israel dari Palestina dan kaum kiri mengaitkan Zionisme dengan imperialisme, komunisme, Nazisme, apartheid, rasisme, supremasi kaum kulit putih, eksklusivisme Yahudi, dan berbagai gagasan menjijikkan lainnya.
Daftar ancaman tersebut memunculkan dua pengamatan. Pertama, tidak ada negara lain masa kini yang menghadapi serangkaian ancaman seperti itu. Bahkan, mungkin dalam sejarah tidak ada negara yang pernah menghadapinya. Dalam arti, Bangsa Israel mewarisi beban Bangsa Yahudi. Kedua, Israel sudah efektif mengalahkan ancaman nomor 2 hingga 5. Dengan demikian, hanya tersisa ancaman no. 1 dan No. 6 sebagai tantangan utama. Yaitu, Iran dan Palestina.
Permusuhan dari Teheran. Sejak awal berdirinya, Republik Islam Iran menetapkan diri sebagai musuh Amerika Serikat dan Israel. Keduanya, ia sebut Setan Besar (Greater Satan) dan Setan Kecil (Lesser Satan). Selama kurun waktu 45 tahun, rezim itu mencurahkan banyak sumberdayanya berjuang keras mengejar tujuan ini. Rezim pun secara khusus membangun "cincin api" sekitar Israel dengan tujuan mengepung negara Yahudi tersebut. Cincin api itu ada di Irak, Suriah, Lebanon, Tepi Barat, Gaza dan bahkan Yaman. Dengan begitu banyak musuh bersenjata lengkap maka kekuatan gabungan mereka mampu mengalahkannya. Meskipun upayanya memperoleh sejumlah dukungan politik, fokus utama Iran senantiasa melalui cara-cara kekerasan. Agresinya menjebak Israel dalam lingkaran aliansi anti-Teheran regional.
"Cincin Api" tujuh bagian Iran mengepung Israel pada tiga sisi negara itu. |
Cemoohan terhadap Palestina. Ancaman Palestina lebih halus. Karena Israel kuat dan ia lemah, Palestina pun kesal. Sudah semenjak 1977, Perdana Menteri Israel kala itu Menachem Begin menyatakan "Saya tidak perlu pengakuan Palestina supaya bisa mendapatkan hak untuk hidup." Politisi dan diplomat Israel Abba Eban belakangan menyuarakan pandangan Begin itu pada tahun 1981: Dikatakannya, "Tidak ada orang yang menolong Israel jika dia menyatakan 'Israel berhak untuk hidup.'" Benjamin Netanyahu lalu pada 2007 menambahkan, "Keberadaan kami tidak bergantung pada kemauan Palestina untuk berdamai dengan kami."
"Proses perdamaian" yang mendominasi politik negara itu selama beberapa dekade surut. Pada 2013, hanya 10 persen warga Yahudi Israel menganggap berbagai negosiasi itu merupakan prioritas utama. Soalnya, proses perdamaian nyaris tidak berperan dalam lima pemilihan umum Israel tahun 2020-2022. Bagi sebagian besar orang Israel, memperdebatkan poin-poin penting diplomasi Palestina, komentar seorang mantan ajudan Perdana Menteri Israel, sama tidak relevannya dengan "memperdebatkan warna kemeja yang akan Anda pakai saat mendarat di Mars." Menyimpulkan suasana umum itu, ahli strategi Israel Efraim Inbar pun mengatakan Palestina sebagai "gangguan strategis."
Namun, cemooh terhadap masalah Palestina pun masuk akal jika kita hanya melihat persoalan aksi kekerasan mereka. Soalnya, Palestina tidak terlampau mengancam dibanding Hizbullah. Juga jauh lebih tidak mengancam jika dibandingkan dengan Iran. Meski demikian, mereka menghadirkan bahaya yang berbeda. Mereka menyebarkan narasi anti-Zionis yang sangat merugikan ke seluruh dunia.
Fokus pada Palestina. Oposisi sayap kiri terhadap Israel memusatkan kemarahannya secara sempit pada kebijakan Israel terhadap sekitar 3,5 juta warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat, di Gaza dan di Yerusalem timur. Ini isu kaum sayap kiri yang nyaris eksklusif terhadap Israel. Nyaris mereka tidak memperhatikan atau peduli dengan topik-topik dalam negeri Israel. Juga tidak terlalu peduli dengan masalah-masalah luar negeri. Seperti kemungkinan Israel melancarkan serangan atas infrastruktur nuklir Iran atau Israel sendiri memiliki senjata nuklir.
Melalui pemasaran yang hebat, persepsi tentang viktimisasi populasi yang kecil tak berdaya telah melambungkannya menjadi isu global utama hak asasi manusia. Ia menyerap lebih banyak perhatian dibanding konflik yang jauh lebih besar di Burkina Faso, Kamerun, Republik Demokratik Kongo, Sudan, Ethiopia, atau Myanmar.
Dukungan kaum kiri menjelaskan mengapa Otoritas Palestina (Palestinian Authority---PA) dan Hamas terlibat dalam kekerasan terhadap Israel. Bahkan ketika keduanya tahu bahwa mereka bakal kalah dalam setiap pertarungan militer. Mereka tahu bahwa pertempuran meningkatkan status mereka di kubu kaum Kiri. Soalnya, akademisi menggembar-gemborkan tujuan mereka, aparat mengirimkan mereka uang dan politisi mengelu-elukan ekstremisme mereka. Palestina mungkin senantiasa memulai aksi kekerasan tapi justru Israel dikecam karena menanggapinya. Dengan demikian, serangan Palestina bermanfaat ganda. Ia membunuh orang Israel sekaligus memicu kemarahan kaum Kiri.
Berbagai Contoh. Orang-orang anti-Zionis kiri mencakup para pendidik, wartawan, seniman, birokrat, pendeta, pastor dan rabi. Berbagai organisasi swadaya masyarakat mulai dari Amnesty International hingga Dewan Gereja Dunia pun ikut serta di dalamnya. Platform Black Lives Matter menuduh Israel menjalankan "apartheid" dan "genosida." Politisi sayap kiri garis keras nyaris di mana-mana mewakili pandangan paling anti-Zionis di negara mereka.
Gambar George Floyd mengenakan kafiyeh (semacam topi) di depan Bendera Palestina, yang dilukiskan pada pembatas jalan yang dipasang Israel di Tepi Barat. |
Perusahaan-perusahaan yang "menyadari" adanya persoalan ketidakadilan rasial (woke corporations) pun turut terlibat dalam perjuangan ini. Airbnb, pasar daring untuk penginapan jangka pendek, melarang warga Israel yang tinggal di Tepi Barat menyewakan rumah mereka di platform. Sementara itu, ia mengizinkan warga Palestina melakukannya. Keputusan itu baru dicabutnya setelah dia menghadapi tuntutan hukum diskriminasi.
Ada juga politisi terlibat di dalamnya. Bernie Sanders dan Jeremy Cobyn, misalnya. Memang benar, Bernie Sanders tidak menjadi Presiden AS atau Jeremy Corbyn tidak menjadi Perdana Menteri Inggris, Tetapi, persoalannya, para anti-Zionis yang fanatik itu memilili pengaruh kuat dalam badan legislatif kedua negara. Dalam satu aksi misalnya, mereka menentang resolusi DPR AS yang memberi selamat kepada Israel atas hari jadinya yang ke-75. Berbagai kekuatan anti-Zionis sedang meningkat secara global, seperti diperlihatkan oleh Gabriel Boric (lihat tulisannya, "Israel itu negara pelaku genosida dan pembunuhan"). Juga ada Luiz Inácio Lula da Silva. Keduanya masing-masing terpilih sebagai Presiden Chili dan Brasilia pada 2022. Sementara itu, tokoh anti-Zionis Humza Yousaf terpilih sebagai menteri pertama Skotlandia Maret tahun lalu. Tren terkini menunjukkan bahwa Istana Élysée (Prancis), Downing Street 10 (Inggris) dan Gedung Putih pada akhirnya bakal segera mereka rebut.
Permusuhan kaum kiri terhadap Israel bisa berupa kata-kata keras yang ekstrim. Seperti terungkap dalam beberapa contoh sebelum 7 Oktober. Slogan-slogan itu diteriakkan selama demonstrasi di Grand Central Station New York, salah satu tempat paling menonjol di kota itu. Termasuk di dalamnya, teriakan kejam keras seperti: "Bebaskan mereka semua, Zionisme harus jatuh! Para pemukim (baca: Warga Palestina), para pemukim, pulanglah ke Israel! Palestina itu milik kita sendiri! Kami tidak menginginkan dua negara. Kami inginkan semuanya! Lima, enam, tujuh, delapan, hancurkan Negara Zionis yang bermukim di sana!" Musisi Inggris Roger Waters malah membandingkan Israel dengan kaum Nazi Jerman. Rafiki Morris dari Partai Revolusioner Seluruh Rakyat Afrika dalam sebuah rapat umum di Washington, D.C. bahkan mengatakan bahwa "Satu-satunya kaum Zionis yang baik adalah Zionis yang mati."
Demonstran anti-Israel berpawai di depan Gedung Opera House di Sidney, 9 Oktober 2023. |
Tindakan beberapa orang yang berhaluan kiri tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Rachel Corrie misalnya melakukan pengorbanan terbesar pada tahun 2003. Ia dengan sengaja tidur di jalur buldoser lapis baja yang dioperasikan oleh Pasukan Pertahanan Israel. Aksi itu menyebabkan tubuhnya hancur terlindas buldozer, tewas menjadi "martir" Palestina.
Kesimpulan. Iran dan Palestina menjadi bahaya eksistensial yang sebaliknya bagi Israel. Bahaya terjadi kekerasan, bukan narasi. Narasi, bukan kekerasan. Dari sudut pandang Negara Yahudi, sikap Palestina untuk menerima Israel sama pentingnya dengan mengakhiri ancaman Iran. Interaksi keduanya menjadi sinergisme bersama. Masing-masing saling memperkuat. Bersama-sama, mereka menghalangi Israel menjadi negara normal. Sampai ia mampu mengatasi ancaman-ancaman keduanya, Israel termasuk dalam sejumlah kecil negara (Bahrain adalah negara lain) yang keberadaannya masih dipertanyakan.***
Daniel Pipes (DanielPipes.org, @DanielPipes) adalah Presiden Middle East Forum (Forum Timur Tengah) dan pengarang dari buku yang baru saja diterbitkan, Israel Victory: How Zionists Win Acceptance and Palestinians Get Liberated (Wicked Son). Dari buku ini, Sebagian isi artikel ini diambil. © 2024 by Daniel Pipes. All rights reserved.