Minggu ini akan dilaporkan hal yg lebih aneh lagi, yaitu bahwa milyaran dolar dan sumbangan Barat yg mencapai rekor tertinggi, justru meningkatkan:
1) kemiskinan rakyat Palestina.
2) kemelaratan Palestina adalah sebuah perkembangan positif dlm jangka panjang.
Terlebih dahulu, ini fakta2 ekonomi Palestina, berdasarkan survey Ziv Hellman, "Terminal Situation," terbitan Jerusalem Report tgl 21Dec :
- Pendapatan per kapita/per tahun Palestina = menciut sekitar 40 % sejak mencapai rekor sebesar US$2,000 di thn 1992 (sebelum proses Oslo), yi kini sebesar kurang dari $1,200.
- thn 1967, pendapatan per kapita Israel = 10 X lebih besar dari Palestina, sekarang = 23 X lebih besar.
- Kemiskinan akut di Gaza meningkat dr 22% penduduk thn 1998 sampai hampir 35% di thn 2006; kalau bukan karena bantuan sandang pangan dari Barat, angka itu akan mencapai 67.
- Penanaman Modal Asing langsung bisa dikatakan 0 besar dgn modal (capital) lebih sering ditanam diluar negeri atau diinvestasi dlm real estate atau perdagangan jangka pendek.
- Ekonomi Otoritas Palestina (PA), kata Hellman, "sebagian besar didasarkan pada monopoli2 dlm berbagai industri yg diberikan pejabat2 PA kpd konco2 mereka."
- Gaji pejabat2 PA begitu tinggi sampai ongkos gaji saja melebihi semua semua keuntungan pendapatan (revenue).
- Sebuah sistim pengadilan yg tidak berfungsi berarti bahwa gang2 bersenjata menjadi penengah dlm segala cekcok dagang/perselisihan ekonomi.
SO tidak heran, kata Hellman, bahwa ekonomi Palestina = "amburadul."
Ini memang tidak mengherankan, karena bantuan asing (kpd negara Muslim) percuma saja. Bantuan ini justru mengakibatkan korupsi dan mendistorsi ekonomi; semakin besar jumlahnya, semakin parah kehancuran yg diakibatkannya.
Contoh: selama masa Yasir Arafat, 1/3 budget PA digunakan bagi "pengeluaran kantor Presiden," tanpa penjelasan, audit ataupun akounting. World Bank marah, namun pemerintah Israel & EU memilih utk lebih baik menjaga kedamaian dan oleh karena itu tutup mata atas praktek korup PA.
Konferensi Paris 17 Dec 2007 bagi "negara Palestina" menjanjikan dana US$7.4 milyar bagi periode 2008 - 2010 !!
Dana $7,4 milyar itu dijamin akan semakin meruncing konflik Arab-Israel. Kenapa ? Ini alasannya :
Mahmoud Abbas, pemimpin PA mengatakan pada konferensi Annapolis bln November lalu : "hilangnya harapan dan frustrasi akut ... melahirkan ekstrimisme." Menurut dia, dgn menghilangkan kemiskinan, rakyat Palestina akan menyingsingkan lengan baju dan menjadikan negara mereka sebuah model bagi demokrasi dan kemakmuran ekonomi. Benarkah ?
Logika Abbas justru terbalik : hilangnya frustrasi JUSTRU melahirkan ekstrimisme. Harapan orang Palestina adalah : kelemahan Israel, shg meningkatkan optimise bahwa negara Yahudi itu bisa di-eliminasi. Sebaliknya, begitu orang2 Palestina tidak lagi melihat jalan utk menghancurkan Israel, mereka akan lebih memanfaatkan waktu bagi tugas2 sehari2 yg agak kurang tegang, spt mencari nafkah dan mendidik anak2 mereka. Ingat bahwa ekonomi Palestina meningkat th 1992, pada saat lenyapnya harapan utk menghancurkan Israel.
Optimisme bagi kehancuran Israel, dan bukan kemiskinan merupakan faktor utama kelakuan orang Palestina. Jadi apapun yg membuat orang Palestina semakin kehilangan PD adalah hal yg bagus ! Sebuah ekonomi yg gagal akan membuat frustrasi Palestina, shg melemahkan kemampuan militer dan terorisme mereka, shg prospek kedamaian menjadi lebih dekat.
Oleh karena itu, bantuan Barat yg tidak henti2nya JUSTRU mengakibatkan kemiskinan dgn dua cara : [secara tidak langsung] mendukung terorisme dan mendistorsi ekonomi setempat, yg akhirnya akan membawa kehancuran ekonomi.