Edward Said. |
Edward W. Said dari Universitas Columbia terobsesi dengan saya selama hampir dua dekade. Harus diakui, saya menuliskan resensi buku yang bernada sangat negatif atas bukunya Orientalism pada Januari 1979, segera setelah diterbitkan ("Proyek bukunya yang penuh pepak dengan cacat-cela, jelek, sekaligus menipu merupakan aib yang pantas diabaikan"). Tetapi dia tidak mampu melepaskan obsesinya. Berikut sembilan rujukan paling menarik bagi saya yang saya ketahui:
- Balas dendam dimulai pada tahun 1985. Ketika dia mengabadikan hampir seribu kata untuk menyerang buku saya, In the Path of God: Islam and Political Power (New York: Basic, 1983) dalam sebuah judul tulisan yang panjang lebar bertajuk "Orientalism Reconsidered." Berikut beberapa caci maki pilihan sang profesor terpelajar itu terhadap saya:
• Keahlian Pipes ("tidak digunakan sepenuhnya untuk melayani ilmu pengetahuan tetapi melayani negara agresif yang suka campur tangan, AS, yang kepentingannya dibantu dirumuskan oleh Pipes."
• "membuat generalisasi yang memalukan secara intelektual"
• "Buku Pipes, saya pikir memberikan kesaksian atas kemampuan buku Orientalism yang khas untuk bertahan dari isolasi perkembangan intelektual di mana pun dalam budaya. Sekaligus ia memperlihatkan kebanggaan yang menggelikan supaya buku itu didengarkan orang karena ia memberi penegasan sekaligus afirmasi tanpa terlampau memperhatikan logika atau argumen."
• "walau ia menghormati Orientalisme kaum imperialis, Pipes tidak memahami soal pembelajaran yang sebenarnya maupun sikap pura-puranya yang tanpa pamrih."
• "[Buku] ini, setahu saya, bukanlah buku sains, atau ilmu pengetahuan, atau tentang pemahaman. Ini soal pernyataan tentang kekuasaan yang berbarengan dengan klaim atas otoritas yang relatif absolut. Ia dibangun dari oleh rasisme, dan dibuat supaya dapat diterima oleh khalayak pembaca yang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk mendengarkan kebenaran yang didukung oleh kekuatan otot-ototnya (muscular truth).
• "Pipes secara tegas dan eksplisit menyejajarkan diri dengan para Orientalis kolonial seperti Snouck Hurgronje dan para pemberontak pro-kolonial yang tidak tahu malu seperti V.S. Naipaul. Dengan demikian, dari sudut pandang Departemen Luar Negeri dan Dewan Keamanan Nasional (National Security Council---NSC) dia bisa meneliti sekaligus menilai Islam sesuka hatinya."
Pemandangan dilihat dari Kantor Anggota Dewan Departemen Luar Negeri AS, 1983.
Komentar: (a) Saya tidak pernah bekerja di Dewan Keamanan Nasional (sebagaimana ditegaskan oleh Said di atas). Dia tidak bisa membedakan saya dengan ayah saya, Richard Pipes, yang memang bekerja di Dewan Keamanan Nasional (National Security Council---NSC) pada 1981-82. Saya memang, pantas akui, bekerja di lingkungan Departemen Luar Negeri yang suka mengawasi orang pada tahun 1982-83. Pemandangan dari jendela ruangan saya di lantai enam atas Bank Sentral (Federal Reserve) dan Patung Lincoln pun bagus sekali.
(b) Said berargumentasi dalam bukunya Orientalism bahwa para pakar Eropa yang ahli dalam soal Timur Tengah secara de facto melayani pemerintah mereka sehingga kajian-kajian mereka dinodai oleh imperialisme. Betapa menggelikannya, sekarang ini ketika membaca tesis besar ini diterapkan dalam bentuknya yang kecil terhadap saya: Karena saya bekerja di Departemen Luar Negeri pada awal 1983 ketika buku saya In the Path of God terbit, maka saya harus menawarkan sudut pandang Pemerintah AS di dalamnya. Atau, dalam kata-katanya yang penuh warna, saya "sepenuhnya melayani ... sebuah negara yang agresif dan suka campur tangan."
Namun bagaimanapun, ada dua masalah kecil dengan tesis ini: Saya anggota Dewan Hubungan Luar Negeri (Council on Foreign Relations) Departemen Luar Negeri selama satu tahun. Bukan pegawai negeri. Keanggotaan itu merupakan bagian dari program bagi para akademisi supaya bisa merasakan dunia pemerintahan. Dan itu satu-satunya tugas saya di pemerintahan di samping mengajar di institusi militer dan menjalankan beberapa tugas kecil (seperti menjadi anggota delegasi Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa dan anggota Dewan Direktur Fulbright dan Institut Perdamaian AS). Karier saya di dunia akademi serta lembaga pemikir menunjukkan banyak hal. Bahwa saya mengatakan dan menulis apa yang saya pikirkan, tidak ada hubungannya dengan kebijakan resmi AS.
Kedua, saat bekerja di Departemen Luar Negeri, pandangan saya sangat bertentangan dengan pandangan atasan. Karena itu, dalam beberapa kesempatan (terutama yang terkait dengan kebijakan vis-à-vis Libanon) analisis saya diterima masyarakat umum justru setelah gagal mendapatkan dukungan dalam lingkungan gedung Departemen Luar Negeri AS.
Bahwa Said dengan senang hati mengidentifikasi saya dengan Pemerintah AS menunjukkan kepatuhannya yang buta terhadap sebuah teori dan penelitiannya yang terkenal buruk.
2. Dalam resensi buku yang bernada sangat negatif (yang terbit dalam Nation, 19 Oktober 1985) atas buku saya, From Time Immemorial: The Origins of the Arab-Jewish Conflict over Palestine tulisan Joan Peters, Said menyebut saya sebagai "professional kawakan" (seasoned pro.). Itu pujian unik. Pujian itu jauh lebih mengejutkan lagi mengingat kala itu, saya baru saja tujuh tahun sebelumnya meraih gelar Ph.D.
Said Ketika memberikan ceramah pada pertemuan MESA pada 1986. |
3. Pernah ada perdebatan yang banyak dibahas bertajuk "The Scholars, the Media, and the Middle East" (video bisa dilihat di sini). Berlangsung dalam pertemuan Asosiasi Kajian Timur Tengah Amerika Utara pada 22 November 1986. Debat ini menampilkan pembicara utama Bernard Lewis dan Edward W. Said. Para pembicara pendampingnya adalah Leon Wieseltier dan Christopher Hitchens. Dalam percakapan itu, Said mengolok-olok saya sebagai berasal dari salah satu kelompok yang tidak layak yang terlalu sering muncul di media:
media bisa mengundang sejumlah ahli yang secara teratur mewakili Timur Tengah untuk media AS dan kebijakan AS. Perhatikan, bahwa daftar ini nyaris tidak memasukkan para ahli Muslim dan Arab, meski tidak semuanya, walau ada banyak ahli Muslim dan Arab. Dan, di sini daftar itu harus diberi titik. Termasuk di dalamnya adalah para pakar yang simpati politiknya tertulis jelas dalam apa yang mereka tulis. Meskipun beberapa cendekiawan ngotot menggolongkan apa yang mereka lakukan sebagai tidak memihak, atau terlepas dari sikap pribadi atau pendapat ahli. Ini sangat disayangkan. Inilah intinya. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang sangat menarik bagi saya tentang bagaimana para cendekiawan ini terus mempraktikkan seni mereka sambil tetap memusuhi, atau setidaknya bertentangan dan secara substansial dicadangkan, tentang objek utamanya: agama dan budaya Islam. Dalam benak saya, orang-orang yang ada dalam daftar itulah yang bertanggung jawab atas seluruh representasi media di Timur Tengah. Termasuk di dalamnya: Bernard Lewis, Elie Kedourie, Walter Laqueur, Ernest Gellner, Conor Cruise O'Brien, Martin Peretz, Norman Podhoretz, J. B. Kelly, Daniel Pipes. Saya bisa melanjutkan daftar nama mereka.
Tanggapan saya: Sebuah daftar para pakar yang sangat luar biasa untuk dimasuki di dalamnya. Khususnya, karena saya satu generasi lebih muda dari pada para pakar yang tidak pantas lainnya.
4. Dalam tulisannya "Orientalism Revisited," yang diterbitkan dalam Middle East Research and Information Project, Juli 1987, Said kembali memaki-maki saya. Tetapi, kali ini diikuti dengan pujiannya dengan hati yang tidak tulus. Ketika ditanya apakah para pakar Timur Tengah menerima argumentasinya, dia lantas menjawab:
Edward Said dan saya banyak berdebat di televisi. Di sini salah satu contoh perdebatannya. Diambil dari perdebatan 11 Februari 1988. Saya di kiri kemudian Morton Kondracke (sang moderator), Helena Cobban dan Said. |
Ya, saya pikir kita bisa melihat dimulainya jenis kesarjanaan baru yang tidak mampu dikembangkan oleh Orientalisme. Yang lainnya lagi adalah bahwa banyak kalangan dalam lingkaran kajian Timur Tengah menerimanya agak lebih jujur dan oleh karena itu ia mungkin bisa menjadi tempat kontes terbuka. Orang sudah jauh lebih terbuka untuk memihak. Orang-orang dikenal, terkait dengan karya ilmiah mereka dalam bidang studi Timur Tengah, untuk secara terbuka memperlihatkan diri sebagai kaum Zionis atau anti-Zionis, atau secara terbuka imperialis atau anti-imperialis. Munculnya para apologet baru, seperti Daniel Pipes dan Barry Rubin, membuat perdebatan menjadi lebih terbuka dan karenanya lebih hidup.
5. Dalam tulisannya "The Middle East 'Peace Process': Misleading Images and Brutal Actualities" (Proses Damai Timur: Gambaran Menyimpang dan Persoalan Aktual yang Brutal) yang diterbitkan dalam The Nation, 16 Oktober 1995, Said memasukkan saya dalam daftar orang yang tidak disukainya:
Banyak ketentuan Perundingan Oslo II yang sangat tidak menguntungkan bagi warga Palestina. Juga, dalam jangka panjang bagi warga Israel. Ketentuan ini digerakkan oleh Perundingan Oslo I. Anda tidak tahu bahwa semua ini lahir dari pendapat "para ahli" konvensional di Barat. Keyakinan umum yang mendasari sebagian besar analisis itu adalah bahwa satu-satunya hambatan serius bagi perdamaian kini adalah fundamentalisme Islam dan terorisme. Analisis ini lahir dari para pakar yang meragukan seperti Bernard Lewis, Judith Miller, Steven Emerson, Daniel Pipes, dan lain-lain. Dalam kasus ini, para ahli telah mengikuti para politisi.
6. Dalam tulisan "A Devil Theory of Islam," yang diterbitkan The Nation, 12 Agustus 1996, Said memasukkan saya dalam daftar para pakar gadungan yang mengecam Islam sebagai jahat guna membuat dirinya terkenal sekaligus kaya-raya:
Yang penting bagi "para pakar" seperti [Judith] Miller, Samuel Huntington, Martin Kramer, Bernard Lewis, Daniel Pipes, Steven Emerson dan Barry Rubin, ditambah lagi dengan sederetan akademisi Israel, adalah untuk memastikan bahwa "ancaman" [Islamiah] itu tersimpan di depan mata kita sehingga lebih baik mencela Islam karena teror, despotisme dan kekerasan, sambil meyakinkan diri mereka sendiri sebagai konsultan yang menguntungkan, sering tampil di TV dan membuat kontrak penerbitan buku. Ancaman Islam dibuat supaya terlihat menakutkan secara tidak proporsional, mendukung tesis (yang merupakan kesamaan yang menarik dengan paranoia anti-Semit) bahwa ada konspirasi dunia di balik setiap ledakan ancaman itu.
7. Dalam edisi 1997 bukunya bertajuk Covering Islam (teks bukunya bisa diperoleh di sini) yang terbit pada 1981, banyak sekali yang Said katakan seputar artikel saya yang terbit dua tahun sebelumnya.
Atau perhatikan Daniel Pipes. Ia anti-Muslim yang tidak setia. Kharakteristik utamanya adalah bahwa sebagai Orientalis dia "tahu" Islam karena hal yang sangat mengerikan di dalamnya. Dia mengungkapkan dirinya sendiri dalam beberapa refleksi lewat sebuah karya "yang dipikirnya" yang diterbitkan dalam The National Interest edisi Musim Gugur 1995. Judul refleksi itu sederhana, "There are No Moderates: Dealing with Fundamentalist Islam." (Tidak Ada Kaum Moderat: Berurusan dengan Penganut Islam Fundamentalis). Seluruh isi tulisannya mengecam Islam radikal, yang tanpa ragu-ragu dia definisikan artinya. Tetapi judul refleksinya memungkinkan kita untuk menganggap Islam radikal itu sama dengan kelompok yang tidak radikal, yang dilihat dari sifat aslinya dia langsung memberi tahu kita, "lebih dekat semangatnya dengan gerakan lain semacam itu (komunisme, fasisme) dibandingkan dengan sebuah agama tradisional." Beberapa saat kemudian, ia membuat analogi yang lebih jauh: "Penganut Islam fundamentalis itu berbeda dalam hal-hal yang rinci dibandingkan dengan ideologi utopis lainnya, namun ia sangat mirip dengan mereka dalam ruang lingkup dan ambisinya. Seperti komunisme dan fasisme, ia menawarkan ideologi pelopor, sebuah program lengkap untuk memperbaiki manusia sekaligus untuk menciptakan masyarakat baru. Ada kendali penuh atas masyarakat itu. Para kadernya pun siap siaga, bahkan bersemangat untuk menumpahkan darah." Pipes mengolok-olok para ahli yang mengatakan politik Islam itu berjalan dengan sendirinya. Tidak, dia menawarkan idenya dengan menawarkan argumen tandingan. Bahwa masa jaya politik Islam tengah terjadi pada kita sekarang. Penuh kekerasan, irasional, tidak dapat ditenangkan, sama sekali tidak berkompromi, penganut Islam "fundamentalis" ala Pipes mengancam dunia, dan terutama "kita." Padahal, menurut data Departemen Luar Negeri, terorisme yang berasal dari Timur Tengah menempati urutan keenam dalam urutan kejadian dan frekuensi.
Singkatnya, fundamentalisme menyamakan Islam dengan segala sesuatu yang kini harus kita perangi. Seperti yang kita lakukan dengan komunisme selama Perang Dingin. Sebenarnya, kata Pipes, pertarungan melawan Islam itu lebih parah, lebih dalam dan berbahaya. Baik Pipes maupun [Peter] Rodman tidak menulis sebagai orang luar, maupun sebagai anggota orang gila yang terpinggirkan (lunatic fringe). Dengan harapan yang realistis, pekerjaan mereka benar-benar arus utama yang dimaksudkan, supaya diperhatikan serius oleh para pembuat kebijakan.
Di manakah orang memulainya?
Bagian yang saya sukai dari pernyataannya adalah "Pipes mengolok-olok para ahli yang mengatakan bahwa politik Islam itu berjalan dengan sendirinya." Pernyataan itu merupakan rujukan pedas saya pada tahun 1995 terhadap buku The Failure of Political Islam karya Olivier Roy. Nah, Edward Said, saya kira saya benar dalam hal itu, bukan?
Upaya Said mempertautkan saya dengan pandangan bahwa Islam adalah "hal menakutkan sekaligus mengerikan" adalah sikap cerobohnya yang khas. Saya menganggap Islam fundamental sebagai "hal yang sangat mengerikan." Bukan Islam
Pernyataannya yang ngotot bahwa saya tidak membedakan antara Islam fundamental dan Islam jauh lebih buruk daripada dikatakan ceroboh. Itu pernyataan jahat. Perhatikan dua kalimat ini yang diambil dari artikel tahun 1995 saya yang didiskusikan oleh Said: "Penting untuk membedakan antara Islam dan Islam fundamentalis. Islam adalah keyakinan kuno dan peradaban yang luas; Islam fundamentalis adalah gerakan ideologis abad ke-20 yang sempit dan agresif."
8. Dalam sebuah kumpulan wawancaranya pada tahun bertajuk, Culture and Resistance, Said merujuk kepada Campus Watch pada halaman 177:
situasi di kampus-kampus semakin diperparah dengan adanya situs web yang dirancang khusus untuk melaporkan para akademisi yang mengkritik Israel atau yang tampaknya menjadi pendukung Palestina. Situs web itu dipimpin oleh seseorang bernama Daniel Pipes, yang pada dasarnya adalah seorang cendekiawan pengangguran kelas dua.
Tingkat kesarjanaan mana saya itu soal pendapat. Tetapi soal saya pengangguran atau bekerja itu soal fakta. Kenyataannya, saya kebetulan bekerja dengan hasil yang menguntungkan. Saya berkantor di sudut gedung lantai sepuluh di pusat kota. Dan, formulir W-2 (baca: semacam formulir pajak yang menunjukkan informasi penting soal penghasilan yang diperoleh seseorang, jumlah pajak yang dipotong dari gaji, tunjangan yang diberikan dan informasi lain untuk tahun tertentu. Formulir ini bisa digunakan untuk mengajukan pajak federal dan negara bagian) bisa membuktikannya. Dengan demikian, profesor universitas untuk matakuliah Sastra Inggris dan Sastra Perbandingan Universitas Columbia salah memahami fakta. Tidak heran, akurasi biografis, bahkan soal kehidupannya sendiri, bukanlah keunggulan Edward Said.
Yang lebih penting lagi: lembaga-lembaga kajian (seperti Middle East Forum ---MEF) telah muncul dalam beberapa dekade terakhir sebagai aktor utama dalam pembuatan kebijakan publik, yang membuat pemikiran akademis soal kebijakan itu menjadi frustrasi. Para pegawai universitas mengeluh tentang kami yang sangat "salah informasi" sehingga secara tidak menyenangkan memaki-maki kami sebagai "pengusaha kebijakan", atau bahkan menyangkal bahwa kami dipekerjakan. Tetapi menurut kami, Lembaga-lembaga kajian justru memberikan analisis tepat waktu dan seringkali saran yang masuk akal. Jadi kami didengarkan.
Selain itu, tentu saja, Campus Watch bukan soal melaporkan "para akademisi yang mengkritik Israel atau yang tampaknya menjadi pendukung Palestina." Tapi meminta Said melakukan hal ini secara benar bakal terlampau banyak yang diminta.
9. Dalam tulisannya hari ini bertajuk ""Dignity, Solidarity and the Penal Colony," dalam Counterpunch (yang merupakan sebuah kutipan dari buku The Politics of Anti-Semitism, yang diedit oleh Alexander Cockburn dan Jeffrey St. Clair), Said membahas
media yang kejam beserta kampanye pemerintah melawan masyarakat, budaya, sejarah dan mentalitas orang Arab yang dipimpin oleh para penerbit Neanderthal (baca: jenis manusia jaman es Eropa yang sudah punah dengan dahi menurun dan tonjolan alis menonjol) serta para Orientalis seperti Bernard Lewis dan Daniel Pipes membuat banyak dari kita takut untuk percaya bahwa orang Arab benar-benar terbelakang, tidak kompeten dan terkutuk. Juga bahwa dengan semua kegagalan mereka dalam demokrasi dan pembangunan, Bangsa Arab sendirian di dunia ini karena terbelakang, ketinggalan zaman, tidak modern dan sangat reaksioner.
Ungkapan ini, "para penerbit Neanderthal dan Orientalis seperti Bernard Lewis dan Daniel Pipes" memunculkan beberapa tanggapan:
(1) Betapa ungkapan itu j lebih disukai ini dibandingkan dengan ungkapan "seseorang bernama Daniel Pipes".
(2) Alangkah bagusnya dipasangkan dengan Bernard Lewis, sesepuh sejarawan Timur Tengah.
(3) Betapa mengesankan disebut Orientalis oleh orang yang mengubah istilah lama yang terhormat ini menjadi penghinaan.
(4) Betapa terpujinya disebut Orientalis, karena ia menempatkan saya dalam tradisi agung yang dilakukan oleh Silvestre de Sacy, Edward Lane, Ignaz Goldziher, dan Max Müller.
(5) Betapa puasnya menyaksikan pamor Said merosot untuk menulis untuk situs web berhaluan kiri gila Counterpunch.
(23 Juni 2003)
Pemutakhiran 25 September 2003: Edward Said meninggal dunia hari ini. Dia tidak bisa lagi memaki-maki saya.
Pemutakhiran 2 Oktober 2003: Untuk mengetahui eulogi menakutkan yang jelek seputar Edward Said, lihat tulisan dari koleganya yang punya banyak gelar, Hamid Dabashi, yang saya bantu sarikan.
Pemutakhiran 1 Maret 2007: Martin Kramer menulis (dalam sebuah resensi dalam Commentary of Dangerous Knowledge: Orientalism and its Discontents karya Robert Irwin) bahwa "tidak ada kaum Orientalis yang memaklumkan dirinya sendiri saat ini." Saya kira dia belum baca banyak entri weblog ini. Selain itu, saya menulis dalam buku saya yang terbit pada tahun 1983 bertajuk , In the Path of God, "Saya membahas pokok bahasan tentang Islam dan politik dari dalam tradisi Orientalis kesarjanaan Eropa dan Amerika." (Sebagai tamabahan, Irwin bahkan menulis tentang dirinya sendiri dalam bukunya, "I am an orientalist.)
Pemutakhiran 21 Desember 2008: Nyaris saya tidak sendirian dimaki-maki oleh Said. Efraim Karsh dan Rory Miller menyajikan sebuah daftar yang sangat membantu seputar para pakar yang dimaki Said:
Said melancarkan serangan ad hominem (baca: menyerang hal-hal pribadi) terhadap tokoh intelektual besar yang berbeda pandangan dengan dia tentang Timur Tengah. Bagi Said, Paul Johnson, penulis terkenal Inggris itu "seorang polemis sosial dan politik yang sudah merosot kwalitasnya" sementara Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum dan penerbit Middle East Quarterly, adalah seorang "Neanderthal". Bernard Lewis, sejarawan Princeton terkemuka yang menantang buku Orientalism karya Said di New York Review of Books, bersalah karena "memutarbalikkan kebenaran" dan memiliki "kemampuan yang luar biasa karena salah memahami nyaris semua persoalan." Said menyimpulkan bahwa sejarawan yang mampu berbicara dalam berbagai Bahasa itu itu "tidak tahu apa-apa" tentang dunia Arab. Tentang ilmuwan politik Harvard Samuel Huntington, penulis buku Clash of Civilizations yang berpengaruh, Said menulis, "tidak tahu apa-apa tentang peradaban. Dia tidak tahu apa-apa tentang sejarah." Said menulis dengan kritik pahit dan kejam serupa terhadap antropolog sosial Ernest Gellner dan sejarawan Timur Tengah, Elie Kedourie.
Pemutakhiran 22 Juli 2015: Edward Said terus menyebut nama saya secara tidak langsung. Misalnya, dalam bukunya Imperialism Past and Present (Oxford University Press), sebuah buku yang akan segera diterbitkan oleh Emanuele Saccarelli dan Latha Varadarajan, dua profesor ilmu politik di Universitas Negeri San Diego. Untuk mengetahui hal-hal rinci atas sebutan itu, lihat "Dante, Chaucer, Shakespeare – and Me."
Pemutakhiran 21 Desember 2018: Humaira Riaz dan Samina Qadir, menulis tentang "A Critical Enquiry of Racism 'within the idioms of religion' in America" (Penyelidikan Kritis atas Rasisme 'dalam Idiom Agama' di Amerika) dalam Journal of Social Sciences Universitas Fatima Jinnah Woman University (FWU) edisi Musim Dingin 2018 yang diterbitkan oleh Universitas Frontier Woman Pakistan menyatakan: "Daniel Pipes mengakui bahwa dia tahu 'Islam karena hal yang sangat mengerikan seperti apa adanya.'" Penulisnya juga memasukkan kutipan pernyataan saya dalam disertasi Ph.D. yang diajukan kepada Departemen Linguistik dan Sastra Inggris, Fatima Jinnah Women University Rawalpindi, Pakistan. Judulnya, "Racism and Islamophobia: A Critique of Selected American Literary Texts" (Rasisme dan Islamofobia: Kritik terhadap Teks Kepustakaan Amerika Terpilih).
Komentar: Jadi, pertama Edward Said salah menggolongkan pandangan saya tentang Islam (cari kata "mengerikan" di atas supaya bisa melihat penjelasannya yang rinci). Yang kedua, kedua badut ini menganggap deskripsinya berasal dari tulisan saya sendiri. Itulah kesarjanaan kajian Islam untuk Anda. Ini juga bukan pertama kalinya kesalahan dua langkah ini terjadi pada saya. Baca tulisan saya "The Problem with Middle East Studies: A Microscopic Investigation" (Masalah dengan Studi Timur Tengah: Investigasi Mikroskopis" yang terbit pada 2008.
Pemutakhiran 20 Mei 2019: Said mungkin sudah 16 tahun meninggal dunia tetapi gaya litaninya masih berlanjut: Adam Shatz menulis dalam New York Review of Books bahwa "Orientalisme itu pada intinya, merupakan kritik terhadap pakar, para produsen pengetahuan tentang dunia Arab-Islam. Mulai dari Flaubert dan Montesquieu hingga Bernard Lewis serta Daniel Pipes." Sekali lagi, sahabat yang sangat terkenal, bukan?
Pemutakhiran 1 Desember 2019: Jamil Asghar, Muhammad Iqbal dan Khurram Shahzad membandingkan saya (dan lainnya) dengan Gerard de Nerval, Flaubert, Chateaubriand, Baudelaire dalam artikel mereka, ""The Challenge of Quranic Translation and the Question of Gender Accuracy," diterbitkan dalam Pakistan Journal of Languages and Translation Studies. Bagus.
Pemutakhiran 23 Desember 2019: Intelektual Irak Khazal al-Majidi menelusuri apa yang disebutnya "orientalisme baru" hingga Tragedi 11 September (2001) dalam sebuah diskusi bertajuk Religions or Myths bersama wartawan Mesir Ibrahim Issa. Majidi membahas panjang lebar daftar individu eksentrik dalam hubungan ini. Seperti Bernard Lewis, Francis Fukuyama, Samuel Huntington, Daniel Pipes (pada menit ke-19:10), Bat Ye'or, Bernard-Henri Lévy, John Esposito, Paul Richards, Ernest Gellner, Patricia Crone, Michael Cook. Dan omong kosong ini muncul di Alhurra, saluran televisi yang didanai pembayar pajak AS.
Khazal al-Majidi dalam percakapannya dengan Ibrahim Issa dalam stasiun televisi Alhurra. |
Pemutakhiran 1 Oktober 2020: Dalam sebuah artikel seputar Libya dalam jurnal Turki, Uluslararası Politika Akademisi, Mehmet Babacan mengungkapkan bahwa kini ada "Gerakan Orientalis." Dia mengungkapkan bahwa Samuel Huntington, Elie Kedourie dan saya adalah bagian dari gerakan itu. Yang menyedihkan, dua pemimpin yang lain sudah meninggal dunia. Sekarang saya harus mengelola gerekan itu sendiri.
Artikel Mehmet Babacan dalam Jurnal "Uluslararası Politika Akademisi." |
Pemutakhiran 19 Maret 2021: Karena saya menghabiskan waktu satu tahun (1982-83) bekerja di Departemen Luar Negeri AS, Said menulis pada tahun 1985 (lihat butir pertama blog ini) sehingga saya menerapkan keahlian saya "tidak sepenuhnya untuk melayani ilmu pengetahuan tetapi melayani sebuah negara agresif yang suka campur tangan, AS, yang kepentingannya dibantu dirumuskan oleh Pipes."
Sekarang, tiga puluh enam tahun kemudian, pengagum dan penulis biografi Said, Timothy Brennan, menggunakan kutipan tidak akurat ini selangkah lebih maju dalam bukunya Places of Mind: A Life of Edward Said, yang menulis tentang perdebatan antara Said dan para pengkritiknya:
Lebih dari sekadar menarik pedang dari sarungnya di depan umum, pertemuan ini seringkali secara pribadi penuh dengan pahit getir. Sebagian itu terjadi karena buku Orientalism menggambarkan Benard Lewis bersama para intelektual Departemen Luar Negeri seperti Fouad Ajami dan kemudian Daniel Pipes, sebagai keturunan modern kesarjanaan rasial yang dikemukakan bukunya untuk diungkapkan kepada publik.
"Intelektual Departemen Luar Negeri"? Saya berharap para pegawai dinas luar negeri (Foreign Service Officer) lain diberi penjelasan yang sama seperti saya. Adapun soal "kesarjanaan yang rasial" itu, benar-benar merupakan kebohongan murahan. Saya menantang Brennan untuk menemukan satu contoh saya pernah menafsirkan soal apa pun berdasarkan ras.
Pemutakhiran 31 Desember 2021: Tepat menjelang tahun baru, daftar baru "Orientalis kenamaan" muncul dalam artikel bertajuk "Notion and Features of Orientalism in Historiography" (Gagasan dan Aneka Bentuk Orientalisme dalam Historiografi) yang disusun oleh Drs Muhammad Shafiq dan Muhammad Ikramullah Khan, keduanya dari Universitas Islamia Bahawalpur. Saya senang disertakan dalam daftar itu. Soalnya, daftar itu memasukkan penulis sejarah yang luar biasa seperti John dari Damaskus, Samuel Johnson dan Lord Byron; cendekiawan kajian Islam seperti W. Cantwell Smith, H.A.R Gibb dan Patricia Crone. Juga orang-orang sezaman terkenal seperti Francis Fukuyama, Samuel Huntington dan Salman Rushdie. Terima kasih!
Topik Terkait: Akademia, hal yang berberkaitan dengan otobiografi Daniel Pipes
Related Articles:
- My Disrupted Talk at Wayne State University
- [Hamid Dabashi:] Columbia University's Hysterical Professor
- Backhanded Endorsements of Campus Watch
receive the latest by email: subscribe to daniel pipes' free mailing list
The above text may be cited; it may also be reposted or forwarded so long as it is presented as an integral whole with complete information provided about its author, date, place of publication, and original URL.