Mut'a, atau sighe (perkawinan sementara), adat istiadat Shiah sangat terkenal. Ia menjadi subyek bahasan sebuah buku berbahasa Inggeris, Law of Desire: Temporary Marriage in Shi'i Iran, (Hukum Asmara: Perkawinan Sementara dalam Shiah Iran).Tetapi segelintir orang pun sadari ada kesamaan kasar perkawinan itu dengan perkawinan sejenis dalam dunia Sunni. Namanya misyar atau perkawinan para musafir. Seiring dengan semakin terus terangnya pers berbahasa Inggeris di Mesir ("Walau bukan hal baru bagi negara-negara Arab lainnya, perkawinan misyar memang dibawa oleh para pria Mesir yang bekerja di negara-negara Teluk) dan kini Saudi Arabia ("mereka tetap bertahan. Laki-laki lebih suka cara itu daripada berzinah. Wanitanya disiapkan, agar bisa dapat laki-laki di sisi mereka. Karena itu, mereka pun bersedia mengabaikan hak mereka di negara sendiri sehingga menjalankannya sesuai adat istiadat dan kerapkali bahkan punya anak), berusaha memahami masalah ini. Akankah pers berbahasa Arab mengikutinya? (22 Juni 2003).
Penambahan 7 Oktober 2005: Untuk melihat kisah rusaknya perkawinan "nikah" yang berubah menjadi pelacuran, lihat artikel saya hari ini, "Arabian Sex Tourism" (Turisme Seks Arab).
Penambahan 26 Apri 2006: Dewan Jurisprudensi Islam, sebuah organisasi Mekkah mengeluarkan fatwa pengesahan perkawinan misyar, pada 12 April lalu. Caranya, dengan memberi adat istiadat itu pengesahan dari kaum Wahabi. Lembaga itu menganggap "perkawinan kontrak, di mana sang wanita menghapuskan [haknya] mendapatkan rumah dan uang sokongan ...dan menerima sang lelaki mengunjunginya di rumah, kapan pun dia kehendaki, siang atau malam."
Penambahan 19 Juli 2006: Keputusan April itu berdampak luas terhadap masyarakat Saudi. Souhail Karam dari Kantor Berita Reuter menemukan bahwa "ribuan orang" memilih misyar sebagai cara tetap menikah sah tetapi menghindari banyaknya mahar, pesta pernikahan wah besar-besaran dan kewajiban finasial lainnya yang harus dijalankan seorang pria ketika nikah atau menjalani perkawinan sah. Berbagai iklan perkawinan misyar muncul berlimpah ruah di Internet. "Saya pria Saudi 31 tahun dengan penampilan bisa diterima sedang berupaya menikahi seorang gadis atau janda Saudi," bunyi sebuah iklan. "Pria Saudi mencari janda cerai yang tinggal di Jeda, tidak ada halangan jika punya anak," bunyi iklan lainnya. Selebriti televisi Rima al-Shamikah mengatakan, misyar menjadi terkenal menyusul banyaknya anak muda dilanda gaya hidup Barat melalui media dan Internet tetapi terikat oleh hukum agama yang ketat. Seorang peneliti Suhaila Zein al-Abideen dari Uni Internasional Cendekiawan Muslim di Medinah menemukan bahwa hampir 80 persen perkawinan misyar berakhir dengan perceraian.
Penambahan 31 Agustus 2006: Dalam sebuah artikel menarik berjudul , "'Pleasure Marriages' in Sunni and Shi'ite Islam," (Perkawinan Penuh Kenikmatan dalam Islam Sunni dan Shiah), Aluma Dankowitz dari MEMRI meninjau fenomena terus meningkatnya perkawinan misyar akhir-akhir ini dengan berbagai implikasinya. Ada berita menarik seputar kasus ini:
Seorang mantan mak comblang Saudi berkisah kepada suratkabar London, Al-Sharq Al-Awsat bahwa sejak publikasi fatwa yang mengijinkan perkawinan misyar, dia menerima sedikitnya 15 – 20 permintaan per hari dari para pria berbagai usia untuk menikah dengan cara itu. Usia mereka beragam, mulai dari yang di bawah 20 tahun yang tidak menolak wanita berusia di atas 40 tahun hingga para pria berusia di atas 70-an. Dikatakannya bahwa para pria muda yang menikah wanita berusia 40 dan 50 tahun tetap hidup bersama hingga mereka menyelesaikan kuliah. Perkawinan itu tetap dirahasiakan dari orangtua pihak laki-laki. Dan ketika dia menyelesaikan pendidikannya di universitas, dia menikah dengan wanita lain yang dipilihkan baginya oleh keluarganya. Dikatakannya bahwa separuh permintaan untuk perkawinan misyar beradal ari pria yang berumur 20 tahunan...
banyak pria juga menentukan persyaratan kepada kaum wanita. Seperti, "jika perkawinan itu diketahui orang lain, kau akan diceraikan." Atau "jika hamil, kau diceraikan." Banyak pria bahkan bercerai ketika ada dugaan bahwa berita perkawinan mereka mencapai pihak keluarganya. Banyak mahasiswa luar kota berupaya menikah misyar dan hampir semuanya berakhir dengan cerai.
Penambahan 11 September 2007: Pierre Heumann, Koresponden Timur Tengah dari mingguan Swiss, Die Weltwoche, menerbitkan sebuah tulisan menarik. Judulnya "Sex in Ramallah" (Seks di Ramallah) dalam edisi Jerman majalah itu 23 Agustus lalu. John Rosenthal kisah itu ke dalam Bahasa Inggeris dan menerbitkannya hari ini. Heumann menjelaskan berbagai perasaan frustrasi seorang anak muda kemudian berakhir dengan penderitaan menyedihkan seorang wanita yang diceraikan.
Sejak perceraiannya, Nur, wanita Gaza berusia 34 tahun... sudah dikucilkan keluarganya. Bantuan mereka pun sama sekali tidak bisa diharapkannya. Setelah bercerai, dia dikurung oleh ayahnya yang menuduh dia mempermalukan keluarga.
Hukum Islam di Palestina menawarkan kemungkinan status khusus untuk kasus-kasus seperti itu. Ada perkawinan sementara atau "misyar"dalam bahasa Arab. Misyar terdiri dari kontrak perkawinan yang sah secara hukum tetapi tidak diakui secara publik.
Dalam kerangka perkawinan misyar, Nur pun menikah untuk kedua kalinya dengan pengusaha Palestina. Usia sang pria dua puluh tahun lebih dari dia. Itu pun dia tinggal di Dubai. "Setiap tiga bulan, dia datang mengunjungi saya selama dua tau tiga hari," urai Nur. "Dan kami hidup bersama." Nur menganggap sertifikat perkawinan sementara sebagai bantuan. Karena sertifikat itu, dia mendapatkan penghormatan tertentu dari keluarganya sehingga membebaskan dia dari berbagai upaya suku yang membeban untuk mempengaruhi bagaimana dia hidup. "Missiar menempatkan saya di bawah otoritas seorang pria dan melindungi saya dari sikap tidak masuk alak keluarga," tambah Nur lagi. Dan kemudian dia mengutip peribahasa Arab: "Bayangan seorang lelaki itu lebih baik daripada bayangan tembok." Artinya, lebih baik menikah, bahkan dengan bukan dengan lelaki sejati sekalipun, daripada berada di bawah baying-barang orangtua."
Ketika ditanya dengan pengaturan misyar, seorang hakim pengadilan Islam bernama Sheik Fahmi Jaradat menanggapi;
Di atas segala-ganya itu, pria kaya yang bersedia menandatangani perkawinan missyar, urainya, "Bagi laki-laki, misyar merupakan cara murah untuk bisa berhubungan seks sesuai hukum tanpa harus menjalankan kewajiban-kewajiban terhadap pasangan dan tanpa melanggar persepsi Islam yang melarang seks di luar perkawinan." Ia menganggap fakta bahwa perkawinan yang sejak awal itu hanya sementara memang memalukan. Namun, bahkan jika enggan sekalipun, dia masih mengakui misyar sebagai perkawinan yang lengkap. Perkawinan seperti itu merendahkan wanita, urainya; membuat wanita jadi hamba laki-laki. Dan dalam analisis terakhir, perkawinan ini memang bisa diterima untuk para janda atau duda, urai Sheik itu. Tetapi, bagaimanapun, bukan untuk para gadis yang masih perawan atau wanita yang dibesarkan dengan baik-baik.
Penambahan 8 Oktober 2008: "Some women thrive on 'misyar' business" (Sejumlah Wanita Kembangkan Bisnis Misyar) adalah judul berita utama yang lembut dari kisah karya Arjuwan Lakkdawala dalam harian Arab News yang keluar dari Saudi Arabia. Tulisan itu dimulai dengan mencatat bahwa ketika sebagian besar wanita umumnya menerima perjanjian perkawinan misyar (lesser), maka mereka pun tidak punya banyak pilihan ("Beberapa mungkin sudah melewati usia perkawinan yang paling banyak dicari sedangkan yang lain adalah para janda atau janda cerai");
Sekelompok kecil wanita mengubah misyar menjadi bisnis. Para wanita itu tidak pernah berniat untuk tetap menikahi pria yang sama selama beberapa bulan. Tujuannya adalah mahar menguntungkan yang mereka dapatkan dari tiap perkawinan. Dan selama beberapa bulan perkawinan, mereka mencoba menarik sebanyak-banyaknya uang sejauh mereka mampu. Jika suaminya menolak bercerai kapan pun selama pernikahan, mereka lalu gunakan apa yang mereka akui merupakan cara paling efektif untuk membuatnya patuh. Yaitu bahwa mereka mengancam memberitahukan isteri pertama laki-laki itu seputar perkawinan rahasia.
Lakkdawala lalu memberikan contoh Siham (nama samaran). Dia pernah menikah seperti adatnya dan lima kali menikah melalui misyar. Siham tampaknya sengaja melakukannya, seperti dikatakannya, laki-laki takut sampai mati kepada isteri pertama mereka. Saya hanya menikahi laki-laki yang takut kepada isteri pertama mereka dan secara finansial kaya. Ketika saya dengar ada orang mau menikah seperti itu, saya periksa dua hal. Apakah dia kaya dan apakah dia takut terhadap isterinya."
Ketika sudah menemukan suami seperti itu, dia pun memberikan kesan kepada pria itu bahwa dia hanya perlu membayar mahar yang hanya membuatnya mengorek kocek SR 30.000 ($ 8.000) atau sekitar Rp 100 juta), tidak lebih. Tetapi ketika perkawinan sudah ditandatangani kontraknya, Siham mulai mengajukan berbagai permintaan, menuntut dia hingga SR 5.000 dan SR 7.000 per satu perkawinan. "Saya minta dia bayar semua pengeluaran saya. Jika tidak, saya tidak ijinkan dia kunjungi saya." Dia membenarkan tipuan kecil, bukan tipuan yang besar-besaran: "Saya yakin laki-laki mendapat banyak keuntungan dari wanita dalam perkawinan misyar. Mereka mendapat begitu banyak dari para wanita tetapi sangat sedikit memberi. Tetapi saya sudah menjungkirkan meja, mengubah situasi itu pada mereka."
Setelah misyar berakhir dengan cerai, Siham menunggu kewajiban empat bulan sepuluh hari sebagaimana dipersyaratkan Hukum Shariah ( untuk memastikan bahwa dia tidak hamil) dan kemudian kembali ke bisnis tersebut untuk pusaran berikutnya.
Penambahan 22 Februari: Edisi 10 Februari suratkabar Saudi, Al Watan (tersedia hari ini berkat Program Worldwide Monitoring BBC) menerbitkan laporan Adwan al-Ahmari dari Riyadh, "Teroris tempuh jalan asmara, lewat website perkawinan misyar setelah keamanan diperketat sekitar mereka" yang secara tidak sengaja menghubungkan misyar dengan masalah politik yang lebih luas:
Berkaitan dengan prosedur keamanan elektronik lebih ketat yang diterapkan Menteri Dalam Negeri [Saudi] atas organisasi-organisasi teroris, sejumlah pengikut ideologi yang menyimpang memilih jalur mencintai. Forum perkawinan misyar pun menyebarluaskan ideologi takfiri [misalnya, kaum Islamis mengatakan kaum non-Islam sebagai kafir} serta berseru kepada kaum muda Saudi untuk bepergian ke kawasan-kawasan konflik dan rusuh di seluruh dunia. Para anggota wanita forum ini, bagaimanapun, menanggapinya dengan ucapan terima kasih beserta doa supaya mendapatkan palaha yang baik.
Dengan kata lain, kaum Islamis yang kejam sedang menggunakan situs-situs romantic untuk memancing orang-orang yang berminat bergabung
Penambahan 18 April 2009: Untuk melihat peran merusak kontrak perkawinan misyar oleh laki-laki Arab dan wanita di Indonesia, lihat tulisan saya berjudul, "Arabian Sex Tourism Updated" (Pemutakhiran atas Turisme Seks Bangsa Arab).
Penambahan 25 Juali 2010: Misyar pun mulai dikecam oleh para ahli hukum dan pakar Shariah Saudi ketika biaya manusianya menjadi semakin jelas. Berikut ini tulisan dari Arab News:
Perkawinan turis yang khusus biasanya berakhir selama waktu tertentu (kadang berkisar selama beberapa hari) dan dimaksudkan untuk mendapakan kenikmatan seksual, bukan prokreasi. Para petugas perkawinan kerap melakukan (upacara) perkawinan ini dengan dua saksi. Bagaimanapun, para pejabat itu kerapkali tidak menyadari masa tertentu yang diterapkan pasangan itu antarmereka. Yaitu adanya satu klausul yang, menurut jurisprudensi empat mazhab Islam, membuat perkawinan menjadi tidak sah.
Suratkabar itu menyajikan contoh Abu Fadi, 45 tahun yang bepergian ke Asia Tenggara untuk merekrut para pembantu rumah tangga.
"Selama bepergian, dia menikahi seorang wanita untuk jangka waktu singkat "supaya menghindari perzinahan." "Kami mengalami masa-masa penuh kenangan bersama, khususnya sejak saya pikir perkawinan saya sah menurut hukum Shariah. Bagaimanapun, saya sesali keputusan itu karena bekas isteri saya mengirim email beserta foto-foto perkawinan kepada isteri saya orang Saudi," urainya. "Itu pengalaman mengerikan. Bagaimanapun, isteri saya memahami saya setelah saya mengungkapkan duka cita saya meminta maaf dengan syarat saya akan mengijinkan dia menemani saya ke luar negeri, terlepas dari apakah itu untuk urusan bisnis, pendidikan atau senang-senang."
Artikel itu meneruskan dengan mengutip pendapat berbagai pihak berwenang Saudi tentang tidak sah dan tidak bermoralnya perkawinan misyar.
Penambahan 4 Juni 2013: Perkawinan Misyar (dan mut'a) sudah mencapai Kerajaan Inggeris Raya seperti dijelaskan oleh Soeren Kern hari ini lewat tulisannya, "Britain: Islamic Temporary Marriage on the Rise" (Inggeris: Perkawinan Sementara Islam Meningkat) berdasarkan film dokumentasi televisi BBC berjudul, "Married for a Minute" (Menikah Semenit), yang diudarakan 13 Mei lalu;
Para ilmuwan Islam yang diwawancarai BBC mengatakan praktek itu sudah tersebar luas. Dan bukti-bukti lucu memperlihatkan bahwa perkawinan ini sangat terkenal di antara generasi muda Muslim di Inggeris dan Wales.
Sebagai contoh, Kern mengutip kisah Omar Ali Grant, seorang warga Muslim asli London. Pria yang beralih menganut Islam Shiah mengaku sudah menjalani 13 perkawinan sementara. Kern lantas menyimpulkan bahwa "pengembangbiakan perkawinan sementara—berpadu dengan bumbu perkawinan poligami—memperlihatkan betapa kaum Muslim di Inggeris sedang menggunakan hukum Shariah secara tidak murni guna membuat suatu bentuk "perkawinan" yang sama namun sebaliknya tidak sah bagi kaum non-Muslim di negara itu."