Dalam artikel berjudul, Europe's Stark Options," (Pilihan Sulit Eropa), saya membahas tentang pertemuan Muslim Eropa masa datang kemudian menyimpulkan adanya tiga masa depan yang mungkin bakal dialami. Yaitu,"ada kemungkinan terjadi integrasi harmonis, ada kemungkin kaum Muslim diusir dari Eropa atau kemungkinan lain, Islam justru mengambil alih Eropa." Saya kemudian mengabaikan kemungkinan pertama sebagai tidak realistis dengan mengatakan terlampau awal meramalkan yang mana dari dua kemungkinan terakhir yang tidak menarik itu bakal terjadi.
Seorang pembaca, Chris Slater dari Upper Hutt, Selandia Baru menanggapi dan menulis kepada saya. Dia memprediksi ada akibat keempat sebagai yang paling mungkin terjadi. Yaitu bahwa "Berbagai kawasan Muslim yang semakin besar bakal berkembang menjadi entitas nasional" sehingga "pada pertengahan abad kedua puluh satu, nyaris semua negara Eropa barat tercabik-cabik menyusul lahirnya negara-negara kota Islam dalam batas-batas negara mereka. Ringkasnya, mereka akan dianggap "Negara kecil" padat cotonom yang ditetapkan berdasarkan ajaran-ajaran Islam warga negaranya."
Slater justru melihat batas-batas negara kini tengah dibangun "sekitar pusat-pusat penduduk Muslim. Pada awalnya, pusat-pusat penduduk Muslim itu ada di Perancis, Belanda, Swedia dan Denmark, lalu dengan cepat diikuti oleh Inggeris, Norwegia, Austria, Jerman, Swiss dan Spanyol. Situasi berbagai negara-negara Eropa timur , khususnya Orthodoks mungkin lebih sulit diramalkan. Karena, walau 15 persen dari 144 juta warganya menganut Islam, Rusia mungkin saja sangat baik memimpin banyak negara Eropa untuk membentuk negara Islam merdeka, Pada akhir abad ini, proses ini akan mempengaruhi setiap negara non-Islam di seluruh dunia."
Negara-negara kecil itu bakal menikmati "monopoli kekerasan yang disahkan secara hukum", memberlakukan tatatertib hukum sendiri dan membentuk berbagai aliansi antarmereka. Mereka akan memperlihatkan adat-istiadat Shariat seperti poligini, tidak ada ribah dalam sistem keuangan, hukuman badan, cara berpakaian Islami, "kode kehormatan keluarga", larangan untuk mengkritik Islam dan sebagainya. Bahasa Arab dan bahasa kaum imigran yang dominan bakal lebih luas tersebar dibanding bahasa negara-negara penerima mereka. Nama-nama jalan pun akan diubah, patung-patung disingkirkan dan gereja serta sinagoga bakal diubah menjadi masjid.
Slater melihat hasil ini sebagai "satu-satunya cara menghindari rusaknya budaya dua bangsa dan tentu saja peradaban Eropa sepenuhnya dari dominasi total budaya para imigran Muslim."
Komentar: (1) Saya lebih suka ada "Zona Otonom Muslim " daripada "Negara Kecil Muslim."
(2) Pada titik tertentu, zona otonom ini sebetulnya sudah ada. Untuk situasi Perancis, lihat analisis saya dalam artikel berjudul, "The 751 No-Go Zones of France" (Ada 751 Zona Larangan Bepergian di Perancis).
(3) Visi ini memang masuk akal tetapi saya pikir ketegangan antara berbagai negara kecil dengan (bagian) negara yang lebih luas menyebabkan pemerintah yang awalnya Kristen bakal mengarah kepada dua hasil yang sama seperti yang saya ramalkan. Yaitu bahwa kaum Muslim malah diusir keluar atau justru mengambil alih Eropah. Pilihan untuk mendirikan negara-negara kecil secara implisit memperlihatkan ada keadaan statis dan stabilitas tertentu. Meski demikian, saya harapkan hal-hal ini tetap berkembang dinamis: Masyarakat dengan kepemimpinan Islam tidak bertumbuh kembang dan mendominasi atau sebaliknya mengecil lalu menghilang. Mungkin beberapa negara kecil itu mendominasi Eropa, namun yang lain-lainnya bisa saja hilang lenyap. Saya tidak bisa meramalkan ada situasi (order) yang stabil seperti dibagankan Slater. Memang, pemikiran Slater tentang rencana ini menjadi satu-satunya cara menghindari rusaknya peradaban Eropa. Tetapi dengan ide, dia pun sebetulnya diam-diam mengakui ada ketegangan di negara-negara Eropa; entah negara-lama Eropa mengelola diri peradaban sendiri atau bakal menyerah kepada Islam. Kompromi, jalan tengah tentu saja tidak mungkin mengejutkan saya.
(4) Konon skenario zona otonom Muslim itu tidak terlalu mirip dengan integrasi yang harmonis. Dengan demikian, jika dimasukan dalam daftar, maka yang ini pun seharusnya juga dimasukan. (January 12, 2009).
Penambahan 28 Februai 2009: Rusia merupakan Negara Ortodoks Kristen yang memiliki penduduk Muslim pribumi. Hal itu menyebabkan caranya sangat jauh berbeda dibandingkan dengan hampir semua negara Eropa. Tetapi, tetap saja, munculnya Chechnya yang otonom bisa berimplikasi terhadap kawasan lain benua itu. Kantor Berita Associated Press menerbitkan sebuah kisah hari ini dengan judul "Chechen Leaders Imposes Strict Brand of Islam" (Pemimpin Chechnya Menerapkan Hukum Islam Ketat" yang memberikan rincian tentang pemerintahan Presiden Ramzan Kadyrov, 32 tahun, seorang mantan pemimpin milisi.
Ramzan Kadyrov. |
Ia tengah melancarkan kampanye penerapan nilai-nilai Islam kemudian memperkuat adat-istiadat tradisional rakyat Chechnya yang mayoritas Muslim yang bertujuan mematikan munculnya kaum separatis Islam garis keras sekaligus untuk memantapkan kekuasaannya. Dengan melakukan hal ini, para pengkritik mengatakan, dia membangun pemerintahan diktator bukan menerapkan konstitusi Rusia. Beberapa kalangan di Rusia mengatakan upaya Kadyrov menciptakan masyarakat Islam melanggar konstitusi Rusia yang menjamin persamaan hak pria dan wanita termasuk juga pemisahan gereja dari Negara.
Tetapi Kremlin memberikan dukungan penuh kepadanya. Kremlin melihat dia sebagai kunci untuk menjaga kaum separatis tetap bisa dikendalikan sehingga membiarkan dia menjalankan niatnya sendiri. " Kadyrov memang sangat ingin mencoba meningkatkan pengaruh adat-istiadat lokal atas kehidupan republik itu karena hal ini membuatnya penguasa absolute republic itu, urai Yulia Latynina, seorang analis politik di Moskow.
Gertakan Kadyrov sebetulnya memperlihatkan betapa dia percaya diri dengan posisinya. "Tidak seorang dapat menyuruh kita untuk tidak menjadi orang Muslim," dia mengatakan hal itu di luar masjid. "Jika ada orang mengatakan saya tidak bisa menjadi Muslim, maka dia musuh saya. " Beberapa orang memang berani menantang pemerintah Kadyrov di kawasan selatan Rusia yang dihuni lebih dari satu juta jiwa…Kadyrov menggambarkan wanita sebagai harta milik suami mereka kemudian mengatakan peran utama mereka adalah untuk melahirkan anak-anak. Dia pun mendorong laki-laki untuk memiliki lebih dari satu isteri, walaun poligami merupakan tindakan illegal di Rusia. Kaum wanita dan gadis-gadis kini dituntut untuk mengenakan kerudung kepala di semua sekolah, universitas dan kantor-kantor pemerintah…
Kadyrov sebetulnya mewarisi jabatan itu dari ayahnya, Akhmad Kadyrov, seorang ulama Muslim dan mantan komandan pemberontak yang berperang melawan Rusia selama perang kemerdekaan Chechnya pada 1994 – 1996. Segera setelah perang kembali meletus pada 1999, Kadyrov tua beralih posisi, dia membawa kembali Chechnya dalam rangkulan Moskow. Ramzan Kadyrov pun bekerja sebagai kepala pasukan keamanan ayahnya. Sayangnya, dia dituduh melakukan penyanderaan, penyiksaan dan pembunuhan sadistis. Bagaimanapun, setelah Akhmad Kadyrov tewas akibat bom teroris pada 2004, kekuasaan pun diteruskan kepada anaknya.
Vladimir Putin yang kala itu presiden Rusia dan kini menjadi perdana menteri, justru merangkul Kadyrov muda yang berhasil mengakhiri gelombang serangan terori yang menghantui tahun-tahun awal kepresidenan Putin. Tetapi ketika Kadyrov mengkonsolidasikan kekuasaannya, banyak pengkritik dan saingan politiknya terbunuh. Beberapa dari mereka ditembak mati di jalanan-jalanan Moskow, termasuk wartawan Anna Politkoskaya, yang kematiannya pada 2006 mengguncang dunia…
Kremlin nampaknya ingin terus membiarkan Kadyrov memerintah sebagaimana diinginkannya, sejauh dia mencegah munculkan ledakan kekerasan lainnya. Dan Kadyrov memang mendapat penghargaan penuh iri hari dari banyak warga Chechnya karena menerapkan langkah-langkah damai dan situasi yang stabil di negaranya. "Rakyat ingin meyakini bahwa situasinya berubah menjadi lebih baik," urai Sakaeva. "Mereka sudah lelah berperang."
Penambahan 21 Juli 2011: Soeren Kern menulis artikel untuk Hudson Institute dengan judul, "Britain's 'Islamic Emirates Project'" (Proyek Emirat Islam Inggeris). Tulisannya sebagai berikut ini:
Poster yang tampil di kota-kota Inggeris yang mengumumkan, "Anda memasuki zona yang dikuasai hukum Shariah dan hukum Islam berlaku"." |
Sebuah kelompok Muslim di Inggeris melancarkan kampanye untuk mengubah dua belas kota Inggeris – termasuk apa yang mereka sebutkan sebagai "Londonistan"—menjadi negara-negara Islam merdeka. Kawsan yang disebut Emirat Islam berfungsi sebagai enclave, kantong-kantong pemukiman otonom yang diperintah berdasarkan Hukum Shariah serta beroperasi sepenuhnya di luar jurisprudensi Inggeris. Proyek Emirat Islam diluncurkan Kaum Muslim Melawan Kelompok Salib menyebutkan nama-nama kota Inggeris yang bakal menjadi kawasan sasaran untuk menyamarkan pemerintahan Shariah seperti, Birmingham, Bradford, Derby, Dewsbury, Leeds, Leicester, Liverpool, Luton, Manchester, Sheffield juga Waltham Forest in timur laut London dan Tower Hamlets di London Timur.
Penambahan 28 Juli 2011: Rincian dan gambar lebih lengkap dapat dibaca pada artikel berjudul, "Tidak ada Pornografi atau Pelacuran: Kaum Ekstremis Islam Menetapkan Hukum Shariah Menguasai Berbagai Zona Kota di Inggeris" dalam Harian Daily Mail karya Rebecca Camber.