Bukan hanya di Barat tapi juga di negara-negara mayoritas Muslim orang melihat meningkatnya tekanan atas Islamisme yang sah menurut hukum. Dan pada 2007, saya melemparkan gagasan seorang ahli strategis yang mengarahkan gerakan-gerakan Islamis serta serius memikirkan kemungkinan pemikirannya:
Bayangkan memang ada komando pusat kaum Islamis--- dan bahwa anda adalah ahli strategis utama. Mandat yang kau terima adalah menyebarluaskan penerapan penuh Shariah atau hukum Islam melalui semua sarana yang tersedia dengan tujuan akhir mendirikan kalifah dunia. Nasehat apa yang bisa kautawarkan kepada para kolegamu...? Mungkin saja, kau akan meninjau kembali upaya kaum Islam enam dekade silam kemudian menyimpulkan bahwa kau punya tiga pilihan. Pilihan-pilihan itu adalah; menggulingkan pemerintahan, bekerja melalui sistem atau kombinasi dari dua pilihan sebelumnya.
Saya lalu menyimpulkan bahwa seorang ahli strategis yang cerdas akan menyimpulkan bahwa "jarang sekali bisa menang dalam aksi menggulingkan pemerintahan. Sebaliknya, berbagai peristiwa akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa bekerja melalui sistem memberi kemungkinan besar yang lebih baik... Tetapi bekerja dalam sistem, seperti diperlihatkan dari kasus itu juga punya keterbatasan. Cara terbaik adalah kombinasi untuk melembutkan hati musuh lewat sarana-sarana yang sesuai dengan hukum, kemudian merebut kekuasaan."
Posisi imajiner ahli strategis utama memang tidak ada. Tetapi, Sayyid Imam al-Sharif, seorang warga Mesir yang terkenal dengan nama perang Dr. Fadl, semakin berpeluang untuk mengisi peran itu. Dan menariknya, dia juga membuat kesimpulan kasar yang saya rancangkan untuk dia, tulis David Blair dalam Harian Daily Telegraph.
dia melancarkan serangan frontal atas ideologi al-Qaeda dan kegagalan pribadi Bin Laden, secara khusus wakilnya yang warga Mesir, Ayman al-Zawahiri. Dua puluh tahun silam, Dr. Fadl adalah tokoh utama intelektual al-Qaeda. Lewat bukunya yang penting, dia menetapkan dasar-dasar rasional jihad global melawan Barat. Kini, bagaimanapun, dia meyakini pembunuhan orang-orang tidak bersalah itu bertentangan dengan Islam sekaligus merupakan kesalahan strategis. "Setiap tetesan darah yang ditumpahkan atau yang tengah ditumpahkan di Afghanistan dan Iran adalah tanggung jawab bin Laden dan Zawahiri serta para pengikutnya," tulis Dr. fadl.
Serangan-serangan teroris pada 11 September 2001 itu tak bermoral dan kontraproduktif, tulisnya. "Menyerang Amerika merupakan jalan terpendek agar terkenal luas di kalangan para pemimpin bangsa-bangsa Arab dan Muslim. Tetapi apakah bagusnya jika kau hancurkan salah satu bangunan musuhmu dan dia sebaliknya menghancurkan salah satu dari negara-negaramu? Apakah bagusnya jika kau bunuh salah satu dari orang-orang itu dan dia sebaliknya membunuh ribuan orang-orangmu?" Tanya Dr. Fadl. "Ringkasnya, itulah evaluasi saya atas insiden berdarah 11 September 2001."
Tanpa ampun dia juga menyerang kaum Muslim yang berpindah ke Barat yang lakukan aksi terorisme. "Jika mereka ijinkan kau masuk ke rumah mereka dan berdiam bersama mereka dan jika mereka memberikan rasa aman kepadamu dan atas uangmu, dan jika mereka memberimu peluang untuk bekerja atau belajar, atau memberimu suaka politik," tulis Dr. Fadl, maka "memalukan" untuk "mengkhianati mereka melalui aksi pembunuhan dan perusakan."
Sayyid Imam al-Sharif, seorang warga Mesir yang terkenal dengan nama perang Dr. Fadl. |
Blair menyimpulkan: "gerakan teroris di seluruh penjuru dunia punya sejarah menjauhkan diri dari dukungan mereka yang luas dengan melancarkan kampanye pembunuhan secara serampangan. Proses disintegrasi ini kerap dimulai dengan seorang pemimpin senior yang mengecam koleganya yang lebih tua di depan umum. Pernyataan terbuka Dr. Fadl mungkin memperlihatkan bahwa al-Qaeda sudah memasuki tahapnya yang penting." (20 Februari 2009).
Pemutakhiran 23 Februari 2009: MEMRI hari ini mempublikasikan rangkuman buku Sharif berjudul, At-Ta'riya li-kitab at-tabri'a (Mengungkapkan Pembebasan dari Tuduhan) sepanjang 9.000 kata dari Daniel Lav. Dalam rangkumannya Lay mencatat bahwa;
para tokoh pendiri gerakan pejihad kini terjebak dalam tiga kelompok. 1) Al- Qaeda dan para pendukungnya mutlaknya; 2) para ilmuwan pejihad yang mendukung jihad global, tetapi tetap kritis terhadap taktik dan praktek-praktek khusus (misalnya Al-Maqdisi dan Al-Tartusi); dan 3) orang-orang yang mendukung jihad secara teori tetapi sangat kritis terhadap Al-Qaeda dan yakin bahwa hampir semua operasi jihad seharusnya dihentikan berkaitan dengan berbagai kemungkinan masa kini (misalnya Sayyid Imam [al-Sharif, atau Dr. Fadl).
Pemutakhiran 1 April 2011: Sharif bukanlah satu-satunya pemimpin Islamis Mesir yang tiba pada kesimpulan bahwa aksi tanpa kekerasan berfungsi lebih baik; namun Abboud al-Zomor adalah contoh lainnya. Neil MacFarquhar melaporkan tentang dia dalam tulisannya berjudul, "Religious Radicals' Turn to Democracy Alarms Egypt." (Kaum Radikal Agama Berpaling Pada Demokrasi dan Ingatkan Mesir). Dari atas, tulisannya berbunyi demikian:
Abboud al-Zomor di rumahnya. |
Abboud al-Zomor — mantan pejabat intelijen yang memasok peluru yang membunuh Presiden Anwar el-Sadat dan narapidana paling terkenal karena kejahatannya yang baru dibebaskan --- gembira hendak menghentikan aksi jihad penuh kekerasan yang pernah dipimpinnya. "Kotak-kotak suara akan memutuskan siapakah yang bakal menang pada penghujung hari," urai Zomor dalam sebuah wawancara di kompleks rumah keluarganya di sebuah dusun kecil di tepi barat Kairo. " Saya tidak perlu lagi menggunakan kekerasan terhadap orang yang sudah membebaskan kami dan mengijinkan kami menjadi bagian dari kehidupan politik."
Ketika mendorong terciptanya negara Islam yang paripurna, kelompok Islam pimpinannya dan berbagai kelompok lain seperti dia pernah identik dengan sejumlah serangan teroris paling berdarah di Mesir. Tetapi kini mereka mencoba melompat menaiki gerbong demokrasi. Mereka pun mengingatkan orang-orang yang meyakini bahwa kaum radikal agama tengah berupaya menempatkan secara tepat hukum Islam yang kaku melalui suara dalam Pemilu...Dia dan kaum Salafi lain atau kaum fundamental Islam, gembira dengan ide mendirikan partai-partai politik kemudian memaksakan adanya persekutuan dengan pihak Persaudaraan Muslim yang jauh lebih diterima masyarakat umum guna memaksimalkansuara dari kaum agama.