Frase ini berasal dari sebuah analisis tentang pola pemukiman dalam "Israel kecil" (misalnya Israel pra-1967) karya Nadav Shragai dalam Harian Ha'aretz berjudul, "Settling Jaffa, Acre, Lod and Ramle" (Menyelesaikan Persoalan Jaffa, Acre, Lod dan Ramle). Shragai menemukan bahwa Israel tengah kehilangan cengkramannya yang kuat atas berbagai kota yang penduduk Arab – Yahudinya berbaur.
Lingkungan dan bangunan apartemen tempat warga Yahudi berdiam pada masa lalu malah kini dibeli oleh warga Arab. Beberapa transaksi pembelian memang inisiatif pribadi, sementara yang lain merupakan bagian dari sebuah kampanye yang disengaja. Ambil contoh, lahan dekat Perempatan Golani. Di sana badan amal Hamas nyaris berhasil memperoleh tanah dari seorang warga Yahudi yang terjebak masalah uang. Para investor Yahudi berupaya mencari dana yang diperlukan, sehingga mampu menyelamatkan 50 dunam tanah ( sekitar 12 akre atau kira-kira 5,6 Ha) tanah pertanian itu.
Berbagai misi penyelamatan tentu saja tidak selalu berhasil gembira. Di Upper Nazareth, sebuah kota yang dibangun lebih dari 50 tahun silam untuk menyelesaikan persoalan demografi yang ditimbulkan oleh warga Arab Nazareth, papan tanda "for sale" (untuk dijual) menghiasi puluhan bangunan tempat tinggal. Para penjualnya adalah warga Yahudi. Pembelinya, sebagian besar warga Arab. Kawasan pemukiman yang awalnya direncanakan untuk menampung para perwira karir angkatan bersenjata itu kini didiami warga Arab. Selain itu, penduduk kawasan Hakramin pun sudah berubah. Kaum Yahudi meninggalkannya dan sebaliknya warga Arab masuk.
Komentar: (1) Pola ini tepat membalikan kembali kecenderungan satu abad silam, ketika warga Yahudi membeli tanah warga Arab.
(2) Pola itu juga cocok dengan sejumlah perkembangan yang saya uraikan beberapa tahun silam: Yaitu bahwa warga Palestina mulai meniru Zionis; Zionisme kaum Muslim sebagai kekuatan yang jauh lebih berdaya dibandingkan dengan Zionisme Yahudi; kaum Muslim ingin menetap di Israel, bukan di bawah kekuasaan Otoritas Palestina; dan semakin banyak taktik digunakan untuk mengakhiri Negara Yahudi melalui demografi dan politik daripada melalui aksi kekerasan. (17 Mei 2009).
Pemutakhiran 27 Juli 2009: Shragai sekali lagi meninjau perjuangan untuk memperoleh hak memiliki tanah dalam tulisannya, "The U.S.-Israeli Dispute over Building in Jerusalem: The Sheikh Jarrah-Shimon HaTzadik Neighborhood" (Perdebatan AS – Israel seputar Bangunan di Yerusalem: Lingkungan Sheikh Jarah – Shimon HaTzadik ). Setelah mengulas upaya Irving Moscowitz dan beberapa kalangan lainnya membangun keberadaan kaum Yahudi di sana, dia pun melanjutkan:
Warga Yahudi dari luar negeri bukan satu-satunya pembeli properti di Yerusalem. Munib al-Masri, seorang jutawan Palestina dari Nablus yang memegang status kewarganegaraan Amerika berencana membeli properti, 900 meter dari Stadium Teddy Kollek, tidak jauh dari Plaza Malha, Yerusalem. Perusahaan investasi miliknya berencana membangun 150 unit rumah berdekatan dengan Beit Safata, urai direktur perusahaan tersebut Samir Halayla. Hingga 1967, Beit Safata merupakan desa Arab di selatan Yerusalem yang terbelah antara Israel dan Yordania. Pascaperang, desa itu menjadi kawasan tempat warga Yahudi dan Arab hidup bersama, umumnya sebagai tetangga yang baik.
Para jutawan negara-negara Arab, PLO dan Palestina seperti al-Masri dan almarhum Adul al-Madjid Shuman semuanya menginvestasikan dana mereka untuk membeli properti serta mendukung pembangunan bagi warga Arab Palestina. The Jerusalem Treasury Fund yang berafiliasi dengan Komite Yerusalem pimpinan Raja Hassan dari Maroko juga aktif. The Jerusalem Foundation for Development and Investment didirikan di Yordania dan masih ada sejumlah dana dan yayasan sejenis di Arab Saudi. Sebanyak 23 donasi asing dari Qatar juga terlibat dalam pembangunan 58 unit rumah yang baru saja selesai dibangun di Beit Hanina di bawah pengawasan asosiasi guru Arab.
Pemutakhiran 15 Agustus 2009: Lebih banyak lagi aksi meniru praktek Zionis untuk membeli tanah dari para pemilik yang stres kali ini di kawasan Galilea:
Orang-orang kaya dari berbagai negara Arab yang tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel baru-baru ini mendapatkan ratusan hektar lahan pertanian swasta di Galilea, lapor Radio Israel, Sabtu. Menghadapi persoalan itu, para petani di Galilea mencoba bersatu agar bisa menghalangi penjualan lahan yang dilaporkan didanai para pengusaha kaya Teluk Persia, namun tidak berhasil mengumpulkan dana yang cukup untuk membeli lahan dari para pemiliknya yang terpaksa menjual setelah menderita masalah keuangan.
Pemutakhiran 2 September 2009: Dan jika bangsa Arab meniru kaum Zionis, maka hal yang sebaliknya juga benar, lapor Matthew Wagner dalam Harian Jerusalem Post:
Warga Yahudi yang menjual lahannya kepada warga Arab tidak diijinkan memimpin membimbing sembahyang di sinagoga, tidak diberi hak untuk memberikan berkat selama pembacaan Taurat, tidak boleh dihitung di antara kworum yang diperlukan untuk doa umum dan dianggap kaki tangan para musuh Israel, menurut sebuah keputusan halachic yang dikeluarkan Senin malam oleh sekelompok rabi yang menamakan diri "Sanhedrin Baru." Prof. Hilel Weiss, seorang jurubicara Sanhedrin mengatakan ketika penjual lahan kepada warga Arab membantu para musuh Israel, ini tidak berarti bahwa dia bersalah melakukan dosa sehingga diikuti hukuman mati...
Dalam keputusan mereka, Sanhedrin menjelaskan latar belakang historisnya. "Selama beberapa tahun terakhir, ada sebuah fenomena mengemuka. Fenomena bahwa warga Arab membeli rumah dan tanah di lingkungan Yahudi. Dengan cara ini, warga Arab secara bertahap membeli lingkungan-lingkungan ini." Berbagai sumber yang dekat dengan Sanhedrin mengatakan bahwa keputusan halachic merupakan tanggapan terhadap penjualan tanah dan apartemen di French Hill, Pisgat Ze'ev beserta lingkungan Yerusalem lainnya bagi warga Arab.
Pemutakhiran 5 September 2009: Warga Arab bergerak masuk ke dalam kawasan Yahudi di Yerusalem timur, lapor Ben Hubbard dari Kantor Berita Associated Press:
Yousef Majlaton berpindah memasuki lingkungan Pisgat Ze'ev, Yerusalem agar bisa mendapatkan kenikmatan seperti aliran air yang baik serta pengambilan sampah yang teratur oleh para petugasnya. Tetapi dia pun merepresentasikan adanya pendirian yang mudah berubah-ubah dalam perdebatan Israel – Palestina soal kota suci. Bentangan rumah-rumah mewah dan blok apartemen di kaki bukit itu dibangun untuk warga Yahudi sedangkan Majlaton adalah warga Palestina. Karena bagaimanapun, Pisgat Ze'ev adalah bagian dari upaya Israel untuk memperkuat keberadaannya di Yerusalem timur, yang separuh kawasannya direbutnya dalam Perang 1967 lalu.
Tetapi Majlaton dan isteri beserta tiga anaknya termasuk di antara ribuan orang yang berhasil melintasi jalur perumahan menuju Pisgat Ze'ev dan lingkungan sekitarnya seperti itu dalam kasus perpindahan yang menyebabkan sejumlah penghuni Yahudi marah. Bagaimanapun, persoalannya tidak banyak terkait dengn politik kota yang saling berlomba yang menarik Majlaton memasuki Pisgat Ze'et. Tetapi juga ada soal proses melarikan diri dari jalanan berlobang dan pelayanan kotamadya yang kurang memadai yang dialaminya selama 19 tahun ketika dia menyewa rumah di sebuah lingkungan warga Arab. "Kau lihat AC itu?" tanyanya, sambil menunjuk sebuah alat pendingin besar di dinding yang menyejukan ruangannya. "Di kawasan-kawasan Arab, listriknya terlalu lemah untuk menjalankan AC sebesar itu." Majlaton, 50 tahun, mengatakan sejumlah lingkungan tempat tinggal warga Yahudi bersikap ramah kepadanya tetapi aliran masuk itu mengganggu orang-orang lain, yang mengatakan mereka berpikit untuk pindah keluar dari kawasan itu atau menolak menjual atau menyewakannya kepada warga Arab.
Jauh dari kisah-kisah lucu, Hubbard melaporkan bahwa pada 2007 (tahun terakhir yang memberikan data statistik yang masih tersedia), Israel Center for Yerusalem Studies menemukan bahwa "sekitar 1.300 dari 42.000 warga Pisgat Ze'ev adalah warga Arab. Di kawasan French Hill di dekatnya, yang berpenduduk 7.000 jiwa, sekitar seperempat penduduknya adalah warga Arab. Di antara mereka ada mahasiswa Universitas Hebrew, Yerusalem yang terletak di dekatnya. Neve Yaakov, yang berpenduduk 20.000 punya 600 warga Arab. " Bagaimanapun, kawasan Yahudi Kota Lama tidak punya pemukim Arab, walaupun berdekatan.
Mengikuti hukum akibat yang tak diinginkan, migrasi disebabkan oleh pembangunan tembok penghambat pemisah yang dimulai pada 2002 ketika serangan bom bunuh diri melanda kawasan itu.
Tembok itu menjebak puluhan ribu warga Arab Yerusalem di "sisi Tepi Barat." Banyak dari mereka lalu berpindah menuju lingkungan Arab di sisi Yerusalem agar lebih mudah mendapatkan akses ke tempat kerja dan sekolah. Tetapi kurangnya rumah di distrik itu mendorong arus perpindahan penduduk yang berlebihan menuju kawasan Yahudi, urai pemukim dan agen perumahan tersebut.
Pemutakhiran 15 Juni 2010: Yuval Diskin, Ketua Shin Bet, memberi tahu Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset bahwa "Hamas bekerja melalu dakwah [kelompok misionaris Islam] untuk membeli tanah di kawasan dekat perbatasan kotamadya." Dia lalu menambahkan bahwa kelompok-kelompok Palestina pun bersaing meraih pengaruh di Yerusalem: "Kekuatan utama yang sedang beroperasi di Yerusalem adalah Hamas, Fatah dan Gerakan Islam."