Sebagai seorang konservatif yang meyakini adanya tanggung jawab pribadi, pemerintahan terbatas, pasar bebas, sikap hati-hati dalam melakukan perubahan sosial dan kebijakan politik yang sehat dan kuat, selama masa muda, saya menjadi anggota Partai Republik (dengan satu pengecualian yaitu ketika terlibat dalam perlombaan eksentrik untuk menjadi Jaksa Agung di Philadelphia, ketika Demokrat memang lebih kuat daripada Republik), saya senantiasa memilih Partai Republik.
Tetapi Pemilu tahap pertama (presidential primary) kepresidenan Partai Republik 2016 tidak seperti yang lainnya. Calon paling popular partai itu---Donald Trump--- bukan saja mengabaikan nilai-nilai konservatif tetapi, dapat dikatakan secara santai, kurang memadai pengetahuan, pengalaman, martabat yang luhur dan kharakter untuk melayani sebagai Presiden Amerika Serikat.
Dalam semangat ini dan bersama dengan 120 orang lainnya, saya menandatangani "Open Letter on Donald Trump from GOP National Security Leaders"(Surat Terbuka tentang Donald Trump dari Para Pemimpin Keamanan Nasional GOP) 2 Maret lalu. Surat itu menegaskan bahwa kami "berkomitmen terhadap diri sendiri untuk bekerja penuh semangat guna mencegah terpilihnya orang yang benar-benar tidak sesuai dengan jabatan." Saya juga menulis opini untuk Harian Philadelphia Inquirer. Judul tulisan saya, "There's a Name for Trump's Brand of Politics: Neo-fascism" (Nama Merek Politik Trump: Neofasisme) Secara teratur, saya pun membuat twit, dengan hashtag, #NeverTrump.
Tanpa perlu dikatakan pun, perlu menentang Trump. Persoalannya, siapa yang akan didukung? (Untuk jelasnya: Mendukung secara pribadi, tidak terkait dengan lembaga nirlaba yang saya pimpin). Lain dari Trump, saya bisa saja mendukung satu dari 17 anggota Republikan yang sebenarnya (ya, bahkan Chris Christie). Tetapi karena bidangnya begitu luas dan membingungkan (ingat tatkala Scott Walkter memimpin kelompok itu?), saya pun kembali menahan diri, menantikan lahirnya alternatif yang jelas bagi Trump.
Senator Cruz jelas menjadi alternatif tatkala Marco Rubio mengundurkan diri.
Beberapa kali saya bertemu Cruz dan terkesan dengannya. Yang jauh lebih penting lagi, saya mengagumi perhatiannya untuk mentaati Konstitusi serta mengendalikan pengeluaran pemerintah. Dari dekat saya ikuti posisinya dalam dua bidang pengetahuan terkait persoalan Timur Tengah dan Islamisme, di mana dia memperlihatkan sikap konsistensinya yang sangat jelas. Misalnya:
- Mengatakan bahwa dia bakal merobek-robek Rencana Aksi Mendalam Gabungan dengan Teheran (alias kesepakatan Iran) pada hari-hari pertama jabatannya sebagai presiden.
- Memperlihatkan dukungan terhadap Israel yang mendasar dan mungkin saja tidak bisa dibandingkan dengan orang lain. (Sebagai contoh, mengenang kembali waktu dia turun dari panggung ketika dicemooh oleh umat Kristen Timur Tengah.)
- Menentang diterimanya banyak bekas pengungsi Suriah yang tidak perlu untuk memasuki Amerika Serikat.
- Menyebutkan secara khusus apa yang terlampau banyak politisi lain sebutkan secara halus sebagai terorisme dan ekstremisme yang kejam sebagai punya unsur Islam.
- Menyerukan untuk "memberdayakan penegakan hukum untuk melakukan patroli keliling dan mengamankan lingkungan kaum Muslim sebelum mereka menjadi radikal." Ini topik yang sangat rawan; sikapnya yang sangat terang benderang, lalu tidak mau mundur di bawah tekanan kritik yang bertubi-tubu memperlihatkan ketetapan hati sekaligus keberaniannya yang luar biasa.
Senator Ted Cruz pada Konperensi "Untuk Membela Umat Kristen " – sebelum dia turun dari panggung. |